Kandungan Lastri sudah menginjak bulan ke 7, sungguh bahagia hati wanita itu. Keluarganya tampak antusias menanti sang jabang bayi. Terkadang keluarganya bisa sangat posesif dan membuat Lastri jengah sendiri. Dirinya perempuan bebas yang hidup bersama keluarga yang masih mempercayai budaya nenek moyang yang selalu Lastri anggap sebagai bualan semata.
"Kalo udah lahir nanti aku mau ajak anak kita ke rumah simbah ya, Mas." tutur Lastri pada sang suami yang baru saja pulang bekerja.
"Iya, Dek. Mas juga udah gak sabar untuk liat anak kita." jawabnya dengan senyum merekah.
"Kamu harus inget kata simbah. Kalo mandi jangan simpan handuk di leher, nanti anak kita kelilit tali pusarnya. Jangan terlalu banyak makan pedes juga, nanti anak kita botak."
"Mitos itu, Mas. Mana ada handuk nyambung sama tali pusar, aku ndak percoyo." Suami Lastri hanya menghela nafas lelah. Istrinya memang begitu, tidak percaya dengan pantangan nenek moyang yang sudah ada sejak dulu itu.
"Yo wes. Mas baru inget sore ini mau ke rumah pak RT buat rapat, mas berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, sudah mau maghrib jangan keluar, pamali." ujar suami Lastri.
Wanita itu hanya diam dan mengangguk asal, masih jengah dengan kata-kata takhayul itu.
Baca Juga : [Cerpen] PAMALI : Jangan Bersiul Malam Hari (Edisi 1) - Pena Malam
Selepas suaminya pergi Lastri baru ingat kalau persediaan beras di dapurnya hampir habis, sedangkan dirinya harus menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya malam ini.
"Warung masih buka nggak ya? Tapi udah Maghrib ini, kalau ndak belanja suamiku makan apa nanti?" Lastri penuh kebimbangan kini.
Dirinya yang memang tak percaya akan pamali akhirnya memutuskan untuk membeli beras, tanpa memedulikan hari yang sudah beranjak malam.
"Dari mana kamu, Dek?" tanya sang suami begitu Lastri sampai rumahnya.
"Anu Mas... beras di dapur habis jadi ---"
"Mas 'kan dah bilang, jangan keluar di waktu maghrib, pamali. Apalagi itu di perutmu ada anakku, mau kamu dia dibawa wewe gombel?"
"Mas! Ngawur kamu, aku 'kan cuma beli beras buat makan kita."
"Kamu bisa tunggu aku pulang "kan? Suami ngomong mbantah terus." Lastri lantas tediam dengan masih berada di depan pintu.
"Wes, masuk sana." Lastri menurut dan melenggang ke dalam rumah dengan perasaan menyesal.
...
Baca Juga : [Cerpen] Malam Itu - Pena Malam
Tidur Lastri begitu tak nyaman malam ini. Beberapa kali tubuhnya berguling ke kanan dan kiri, namun rasa tak nyaman di perutnya tak kunjung hilang
Napasnya terasa sesak, dirinya memutuskan untuk tidur tertentang Lama dalam posisi tersebut, perutnya merasa amat sakit. Napasnya semakin berat, namun matanya tak kunjung dapat terbuka.
Dalam keadaan mata terpejam, samar dia rasakan sebuah bulu serupa rambut menyapu wajahnya. Tak berselang Lastri merasakan sesuatu menimpa perutnya.
Perlahan matanya terbuka dan dirinya membeku saat melihat sosok berambut panjang duduk tepat di atas perutnya yang tengah mengandung. Lastri ingin berteriak, namun mulutnya seolah terkunci. Mata Lastri seolah terpaku pada sosok itu, terlebih saat sosok hitam legam itu menampakkan senyum lebarnya yang menyeramkan dengan gigi kuning yang runcing tak beraturan.
Lastri mengejat dari tidumya, dan tersadar bahwa dia baru saja bermimpi. Tangannya menyeka keringat dingin di dahi dan satu lagi mengelus perutnya yang... rata?
Sontak Lastri panik hingga membangunkan suaminya. "Perutku? Mas!!" teriaknya.
Suami Lastri nampak ikut panik sekaligus kebingungan menyadari perut sang istri yang tak lagi menggembung. "Mana anak kita, Mas?!!" Kini Lastri mulai histeris.
Hii... hii... hii
Hii...hii
Hii
Mata dua pasutri itu menoleh ke sumber kikikan menyeramkan di pojok ruangan. Disana berdiri sosok tinggi besar dengan tubuh hitam legam dan rambut panjang, persis seperti sosok dalam mimpi Lastri. Sosok itu menggenggam gumpalan darah di tangannya yang berkuku runcing
"Anakku," bisik Lastri.
Lastri dan suaminya masih terpaku hingga sosok itu menghilang dan menyisakan tawa, hingga keheningan terasa dan mereka merenung dalam kesedihan mendalam.
_______
Cerita ini hanya fiksi belaka, jadi jangan terlalu memandang serius ya teman-teman.
Edisi Lain :
[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART I - Pena Malam
[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART II - Pena Malam
[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART III - Pena Malam