Langit cerah tak berawan,mentari pagi bersinar hangat di atas, Desa Air Ulam tempat tinggalku saat ini. Aku hanyalah seorang wanita sederhana. Aku seorang anak petani yang berjuang meniti jalan kehidupan yang lebih baik.
Kejadian minggu kemarin masih teringat jelas dalam pikiranku. Mereka menggunjing tentang diriku ke tetangga sebelah rumahku. Mereka memandang sebelah mata dan merendahkan diriku. Mungkin dikarenakan aku miskin dan banyak kekurangan dalam hidupku saat ini.
Sayup - sayup terdengar suara Ibu memanggil dari dalam rumah.
" Lina, sini dulu Ibu mau bicara dengan mu Nduk, kata Ibu. Seperti biasa Ibu memanggil dengan bahasa jawa.
" Iya Bu, sebentar lagi Lina selesai menjemur baju, jawabku dari halaman rumah.
Dengan sabar Ibu menunggu kedatanganku, duduk dikursi panjang. Selesai menjemur baju, aku langsung menghampiri Ibu, dan aku pun duduk di sebelah Ibu.
" Nduk, Ibu perhatikan dari kemarin kamu seperti murung sekali.
" Kamu lagi mikirin apa Nduk,? tanya Ibu.
" Apa kamu baru berantem sama suamimu Nduk ? tanya Ibu.
" Aku tidak berantem sama suamiku Bu,
Hanya saja dalam benak pikiranku masih teringat jelas celotehan mereka dengan tetangga sebelah, Bu. Mereka ngomongin tentang aku dibelakang,jawabku.
Selama ini aku hanya diam, bukan berarti aku tidak berani sama mereka. Hanya saja aku tidak ingin cek cok ataupun berantem sama mereka.
" Sabar ya Nduk,kata Ibu sambil mengusap bahuku. Ibu pun berlalu,berjalan ke arah dapur.
Aku sadar. Aku bukanlah siapa-siapa. Memang benar aku bukanlah seorang anak lulusan sarjana. Wajar kalau aku dipandang sebelah mata. Tidak seperti mereka, yang lulusan sarjana dan sudah mapan. Aku dianggap tidak level dengan kehidupan mereka.
MEREKA masih saudara,keponakan dari Ibu. Mereka bernama singgih dan army. Dan tetangga sebelah rumahku bernama nensi. Mereka sama-sama terkenal panjang mulut.
" Tuliluttt " bunyi sms dari hp ku yang jadul.
Aku lihat,ternyata pesan dari suamiku.
" Sudahlah Bun, biarkan saja,tidak usah ditanggapi omongan mereka yang tidak membangun, kata suamiku.
"Aku sebenarnya,hanya ingin tau tujuan mereka itu apa,menggunjing dibelakang ku,aku juga tidak mau punya musuh,apalagi masih saudara Ayah, jawabku.
Suamiku pun membalas sms singkat,
" Sabar ya Bun, kata suamiku.
Terasa bisu dan lusuh diriku. Terasa hina dan kerdil jiwaku ini. Bagai sebutir debu diujung sepatu. Tak terasa air mataku mengalir.
Teringat omongan mereka minggu lalu. Aku menjerit dalam diam. Begitu ingin kuberlari mencari kedamaian hati dan pikiran. Hanya ALLAH SWT, Penolongku dalam permasalahan ini.
Aku bangkit dari keterpurukanku. Aku sadar dan aku pupus semua permasalahan ini. Betapa Bodohnya aku terpancing dengan omongan mereka. Buat apa aku memikirkan omongan mereka yang tidak membangun. Toh mereka hanya berani ngomong dibelakang ku. Tidak berani ngomong terus terang dihadapanku. Aku pun berpikir jauh,aku tidak ingin memutus tali silaturahmi dengan mereka. Apalagi mereka masih saudara dan tetangga.
Meskipun sampai saat ini mereka tidak memperlakukan aku dengan baik. Aku tetap menjalin tali silaturahmi kepada mereka. Kejelekan jangan dibalas dengan kejelekan.
Manusia tidak ada yang Sempurna. Kesempurnaan Hanya Milik ALLAH SWT. Ada kelebihan dan ada kekurangan hal itu wajar. Kekurangan dan kelebihan yang kita miliki,untuk saling melengkapi. Bukan untuk berpamer diri. Karena dengan Belajar dari Kekurangan dan Kelebihan yang kita miliki,dalam hidup ini menjadi sesuatu yang Bahagia.
Aku belajar bersabar, meskipun terbebani. Aku belajar memahami, meskipun tidak sehati. Aku belajar Memaafkan,meskipun sering tersakiti. Aku Ingin menjadi Insan Yang Lebih Baik.
Ini dari Aku. Untuk menjadi Aku. Hidup Di dunia ini sebagai Aku. Aku bersyukur menjadi diriku sendiri Bukan menjadi Mereka.
Sekian