Disebuah padang rumput nan luas, hiduplah sepasang kaktus cantik. Mereka adalah Sendy dan ibunya, May. Siang itu matahari tampak terik seperti biasanya, angin panas menerbangkan dedaunan kering dan debu kotor diudara.
Sendy–si kaktus kecil–menghela nafas bosan. Kaktus cantik itu melirik kiri dan kanan, namun yang ia temukan hanya hamparan pasir dan bebatuan. Sesekali mobil melintas dan menerbangkan debu jalanan.
"Uhuukk! Uhuuk!" Send terbatuk.
"Ibu, kenapa cuaca hari ini sangat panas?" tanyanya kemudian.
May melirik putrinya dan berkata, "Cuaca memang seperti ini setiap hari, Sayang."
Sendy membuang nafas lagi. Kaktus kecil itu teringat dengan cerita kumbang ketika dia terbang mengelilingi dunia. Kumbang berkata, di belahan dunia barat ada hamparan dataran hijau yang penuh dengan bunga cantik. Bagian utara ada hamparan salju dan hewan rusa yang gagah. Kumbang itu juga melihat perairan yang sangat panjang dengan banyak ikan dan bunga teratai yang mengambang.
Suasana dibelahan dunia lain terdengar menyenangkan dan penuh warna, pikir Sendy.
"Ibu, bisakah kita pergi ke tempat lain?"
"Pergi kemana, Sayang? Ini rumah kita."
Sendy mendengus kesal. "Aku tidak suka disini! Disini berdebu, panas, dan membosankan. Tidak ada bunga berkelopak indah, ikan bersirip cantik, dan hewan yang banyak. Disini hanya ada debu dan pohon kering." kesalnya dengan suara keras.
May memandang putrinya lekat. "Disini juga indah, kita bisa melihat batu dengan berbagai bentuk."
"Menurut ibu itu menyenangkan? Pokoknya aku ingin pergi!" teriaknya kesal.
Kekesalan Sendy bertambah ketika sebuah mobil truk melintas di depan mereka. Debu tebal mengepul dan membuat kaktus kecil itu terbatuk.
"Hey, kau baik-baik saja?"
Sendy memandang sekeliling ketika mendengar sebuah suara.
"Aku disini." Suara itu terdengar dari arah bawah, dan membuatnya menunduk. Sendy keheranan karena kini di depannya ada sebuah batu kecil.
"Siapa kau?"
"Aku Orb."
"Orb? Namamu terdengar aneh. Dimana rumahmu, Orb?"
"Aku tidak tinggal disatu tempat, aku berpindah-pindah dan sekarang inilah rumahku." jawab Orb dengan nada riang.
"Benarkah?" tanya Sendy yang diangguki Orb. Tiba-tiba ingatannya tentang hamparan bunga dengan warna yang indah kembali. Pasti orb bisa membawaku ke tempat itu, pikir Sendy.
"Apa kamu tahu taman bunga dengan hamparan rumput yang luas?" tanya Sendy.
Orb mengangguk, raut wajah Sendy berubah antusias.
"Kamu juga tahu perairan panjang tempat para ikan berenang?"
Orb mengangguk lagi.
"Tapi, aku yakin kamu tidak tahu tempat hamparan salju dan pohon pinus." ucap kaktus kecil lagi.
"Aku tahu, disana sangat dingin."
Kaktus kecil melebarkan senyumnya. Tiba-tiba dia merasa begitu dekat dengan kebebasannya.
"Maukah kamu membawaku kesana?"
"Kemana?" tanya Orb.
"Ke taman bunga yang luas."
"Aku bisa mengabulkan semua keinginanmu. Sekarang pejamkan matamu." Pinta Orb.
Meski ragu, Sendy tetap memejamkan mata. Beberapa saat kemudian kaktus kecil itu merasakan terpaan angin yang begitu sejuk. Rasa penasarannya menyeruak sangat kuat, dia-pun memberanikan diri mengintip lewat celah matanya.
"Tidak perlu mengintip, bukalah matamu sekarang."
Sendy menurut dan langsung terperangah begitu melihat hamparan rumput yang begitu hijau. Sangat indah dan sejuk. Kupu-kupu dengan sayap bermacam warna bagai menari di udara, ada pula deretan bunga mawar yang indah, bersama bunga lili dan bunga matahari di sana. Sendy merasa sangat bahagia.
"Ini sangat indah, Orb!" ujarnya.
Para bunga terlihat semakin cantik ketika kupu-kupu hinggap untuk menghisap nektarnya, kaktus kecil juga mau itu.
"Hei kupu-kupu, maukah kamu menghisap nektarku juga?"
Kupu-kupu bersayap biru menoleh dan tampak kebingungan. "Apa yang harus kuhisap? kamu tidak memiliki bunga, kaktus kecil." jawabnya.
Mendengar hal itu kaktus kecil menjadi sedih. Dia juga merasa kesal karena sejak tadi tidak ada yang mengajaknya berkenalan. Sepertinya taman bunga tidak cukup menyenangkan, pikirnya.
"Aku tidak suka disini, Orb. Mereka tidak menghiraukanku." ujarnya.
"Lalu kamu mau pergi kemana?" tanya Orb.
"Aku ingin ke tempat bersalju, disana pasti sangat indah."
Orb mengangguk dan kembali meminta Sendy menutup mata. Tak berselang lama, Sandy merasakan hawa yang sangat dingin. Ketika ia membuka mata, ia langsung disuguhkan oleh dataran yang tertutup salju. Tempat itu dikelilingi pohon pinus yang tinggi.
Pandangannya beredar ke sekeliling. Sepi, gumamnya. Tempat itu tidak memiliki bunga atau hewan perkasa seperti yang dia kira.
"Apa disini tidak ada mawar, Orb?" tanyanya.
"Mawar tidak tumbuh di tempat bersalju, Sendy."
"Lalu kemana para rusa bertanduk besar yang kumbang ceritakan?" tanyanya lagi.
"Mereka tidak tinggal menetap, pasti sekarang para rusa tengah berkeliling."
Kaktus kecil membuang nafas kesal. Ternyata tempat itu lebih membosankan daripada taman bunga. Tidak ada bunga maupun hewan.
"Aku ingin ke sungai saja, disana pasti ada banyak ikan yang bisa ku jadikan teman."
Tanpa menunggu perintah, Sendy langsung menutup matanya. Setelah itu yang dirasakannya adalah basah. Mata Sendy langsung terbuka dan ternyata kini dirinya berada dipinggir sungai bersama jejeran teratai yang cantik.
"Hei, siapa namamu kaktus kecil?" tanya teratai.
"Aku Sendy."
"Kenapa kau ada di air? Apa ini sebuah keajaiban kaktus berada di air?" tanyanya keheranan.
"Aku ingin melihat ikan-ikan yang berenang, ditempatku hanya ada pasir, dan itu membosankan."
Bunga teratai tertawa atas kepolosan kaktus kecil. "Baiklah, Sendy sebentar lagi para ikan akan berenang kemari untuk mencari makanan." ucapnya.
Setelah menunggu akhirnya segerombolan ikan berwarna merah muda berenang di depannya. Mereka meliuk-liukkan tubuhnya sambil sesekali masuk ke sela-sela bebatuan untuk mencari makanan.
Sendy merasa takjub hingga tidak mengeluarkan sepatah katapun. Namun lama kelamaan kaktus kecil itu merasa lemas. Tubuhnya terasa seperti jeli dan matanya terasa sayu.
"Ada apa denganmu, kaktus kecil?" tanya bunga teratai.
"Entahlah, aku juga tidak tahu."
Sendy mencari keberadaan Orb, dan ternyata batu itu tepat di belakangnya.
"Ada apa denganku, Orb?"
"Kenapa?"
"Aku merasa lembek." jawabnya.
"Bukankah itu yang kamu mau? Pergi dari rumahmu dan tinggal di perairan."
"Tapi aku tidak mau menjadi lembek!" teriaknya setengah menangis.
Orb tersenyum hangat, "Lalu apa yang kamu mau?" tanyanya.
Kini kaktus kecil sudah menangis, tubuhnya sudah tidak lagi tegap. Ditengah tangisnya kaktus kecil berkata, "Aku mau pulang ke rumahku."
"Maka pulanglah, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan." jawab Orb.
Sendy langsung menutup matanya.
Lama dia menunggu. Kaktus kecil itu tidak berani membuka mata, hingga suara lembut dari arah samping menyadarkannya
"Sayang?" Itu suara ibu, pikirnya.
Sendy membuka matanya dan hal pertama yang dia lihat adalah sang ibu, May.
"Kamu bermimpi apa, Sayang?" tanyanya
Sendy kebingungan. Jadi tadi hanyalah mimpi? Termasuk Orb? Pikirnya.
Tiba-tiba air matanya turun. "Ibu, maafkan aku. Aku janji tidak akan pergi, aku tidak mau pergi, aku tidak mau menjadi lembek."
Sang ibu tertawa renyah mendengar perkataan kaktus kecilnya.
"Apa kamu bermimpi pergi ke tempat-tempat yang kamu sebutkan tadi, sayang?"
Sendy menjawab dengan anggukan polosnya.
"Baiklah, jadi seperti apa tempat itu?"
"Tempat-tempat itu sangat indah, bu. Tapi tempat-tempat itu tidak membuatku nyaman. Tidak ada kumbang yang mengajakku bicara, tidak ada pasir yang dapat aku pijak, dan tidak ada batuan yang bisa aku lihat. Tidak seperti rumah kita."
May tersenyum dan berkata, "Itulah rumah, Nak. Kamu akan merasa nyaman, aman, dan bahagia secara bersamaan."
Sendy menatap sang ibu, kini kaktus kecil itu paham bahwa tempat ternyaman adalah rumah sendiri. Meski rumahnya gersang dan panas, tapi disanalah dirinya tumbuh. Sendy merasa bersyukur dilahirkan ditempat yang tepat. Di rumahnya.