Lelah rasanya
Asik berkecimpung di ruang yang sama. Ruang kegagalan yang belum ada habisnya.
Katanya ini adalah sebuah bentuk tempaan mental. Agar kuat menjadi manusia, kokoh menjadi wanita, tangguh, pantang menyerah, dan tak kenal lelah. Namun, seperti biasa. Sebanyak apapun rasa sakit yang diterima, tidak ada manusia yang akan terbiasa dengan rasa sakit itu.
Tempaan ini terasa sangat nikmat.
Bagaimana setiap harinya pikiranku berkeliaran, sedangkan tubuh hanya diam. Fisik tidak bergerak, tapi hati tak pernah lelah merasa resah. Masa depan semakin tak terlihat arahnya, tujuan sudah terasa buram disana, dan jalan terasa semakin berliku setiap harinya.
Setiap hari ada saja keberuntungan orang lain yang aku ingini, keberuntungan yang sayangnya tak dapat aku raih juga. Ada satu rasa dimana aku merasa begitu tidak beruntung di dunia. Entah sudah berapa kali gagal tes masuk perguruan tinggi, tidak memiliki banyak koneksi, tidak diperhatikan guru, bahkan tak ada saudara yang peduli. Menjejak dengan kaki sendiri, memang itulah yang paling benar.
Seringnya aku merasa bingung. Apa yang harus kulakukan? Jalan mana yang harus kuambil? Bagaimana jika aku kembali gagal? Tapi hatiku tiba-tiba saja berkata. Sudah gagal sebanyak ini, ya teruskan. Tebus saja kegagalan yang kemarin, siapa tahu yang sekarang beruntung. Bagaimana ya, aku seperti kecanduan gagal haha.
Kenapa aku tidak seberuntung mereka? Dia? Atau kamu? Sebegitu bodohnyakah aku? Sebegitu tidak pantasnyakah aku?
Banyak pemikiran bodoh yang hinggap.
Tapi pikiran lain langsung menimpali dengan positif.
Bisakah aku tidak melihat keberhasilan orang lain terus? Bisakah aku berhenti menyalahkan diri sendiri? Bisakah aku mensyukuri saja apa yang kupunya? Bukannya aku tak beruntung hanya saja tempat keberuntunganku berbeda dengan mereka, dia, dan kamu.
Tidakkah aku melihat seberapa beruntungnya aku dengan keluarga yang begitu baik? Orang terkasih yang begitu peduli? Dan diri yang masih sadar akan pentingnya mencinta diri sendiri.
Tak apa untuk menjadi tidak baik. Tak apa untuk gagal yang kesekian kalinya. Tak apa untuk melakukan kesalahan. Mereka juga melakukannya, hanya saja mereka tidak pernah memperlihatkannya.
Begitulah manusia, asik membagikan hal manis di sosial media. Seolah berusaha membuktikan seberapa baiknya aku dalam hal ini, seberapa beruntungnya aku dalam hidup ini, seberapa aku sangat dicintai oleh banyak orang ini. Padahal dibalik punggungnya bayang-bayang masalah tak pernah lelah menghantui juga, tak jarang mereka juga gagal, mungkin tertipu oleh beberapa orang yang mereka temui, oleh orang-orang yang katanya mencintai mereka. Mereka hanya tak pernah menunjukkannya.
Bukankah begitu manusia? Mereka bisa memperlihatkan jutaan kebaikan untuk dipandang lebih baik oleh orang lain, padahal mereka juga punya segudang keburukan yang Tuhan tutupi dari manusia lainnya. Tapi kita asik merasa iri, merasa seolah hidup mereka adalah surganya dunia. Tanpa liku, begitu nyaman dan menyenangkan.
Aku hanya perlu lebih banyak bersyukur, betapa bodohnya aku yang selalu sulit hal itu.