Teman duduk adalah buku kedua yang saya review. Sekadar disclaimer, saya bukan orang yang ahli dalam me-review buku tapi biarkan saya memberikan pendapat saya mengenai buku ini.
Buku berjudul Teman Duduk ini merupakan buku terbitan mojok yang ditulis oleh Arshy M. Buku ini terdiri atas 118 halaman dan berisikan 4 bab serta satu bab tambahan. Penulis kelahiran Yogyakarta ini memberikan sinopsis yang cukup jelas mengenai isi buku. Namun jika kamu melihat cover depan buku, kamu akan berpikir bahwa buku ini merupakan buku novel fiksi yang mengisahkan kisah asmara atau kehidupan remaja. Itu pula kesan pertama saya mengenai buku ini.
Saya hampir melupakan ungkapan don't judge a book by its cover, karena setelah saya membaca lembar demi lembar buku tersebut, tidak ada satupun nama tokoh yang disebutkan. Seperti yang penulis sampaikan, buku ini merupakan karya prosa. Tidak ada latar tempat yang gamblang dan alur yang runtut seperti novel pada umumnya. Dalam 4 bab yang ada didalam buku ini, penulis membaginya lagi menjadi beberapa sub judul dengan isi yang sebenarnya tidak berhubungan.
Setelah saya membaca lebih banyak mengenai buku ini, saya merasa isi dari buku tersebut lebih kepada diary harian sang penulis. Penulis benar-benar mewujudkan kemudahan pemahaman dan penghayatan dari buku ini karena permasalahan-permasalahan yang diangkat. Terlepas dari tulisan dalam buku teman duduk ini fiksi atau tidak, setiap kalimat yang disajikan di dalamnya tertata dengan rapi dan menarik. Banyak kalimat menarik yang dapat diambil sebagai bahan pembelajaran dari permasalahan yang diceritakan. Permasalahan yang diceritakan pun tidak jauh-jauh dari permasalahan sehari-hari. Seperti teman yang selalu membicarakan orang lain, masalah di tempat pekerjaan, keuangan, atau juga rasa lelah sehabis beraktifitas. Namun, Pembaca harus bisa mengerti sendiri permasalahan apa yang tengah penulis sampaikan.
Sebenarnya buku ini sangat bagus dan menarik, namun jujur saya sedikit kebingungan dan kurang nyaman dengan pembagian sub judul yang tidak saling berhubungan. Hal ini semakin menguatkan kesan bahwa buku ini benar-benar buku diary sang penulis atau setidaknya buku catatan dari pengalaman orang-orang yang setiap kalimatnya diperindah dengan berbagai diksi.
Untuk pesan moral dari buku ini sendiri saya kira tidak dapat disimpulkan secara menyeluruh karena buku ini tidak menyajikan narasi yang berurutan. Kamu bisa menyimpulkan banyak pesan moral dari permasalahan yang diangkat dalam sub judul. Ada banyak sekali Kalimat yang dapat kamu renungkan, bahkan saya sendiri beberapa kali merasa tertegur dengan kalimat-kalimat yang disajikan.
Salah satu kalimat yang masih membekas adalah "Jangan tinggalkan tanaman sebelum berbuah. berapa banyak diantara kita menyerah, lalu usaha kerasnya dipanen orang lain."
Menurut saya buku ini cocok dibaca semua kalangan, mulai dari remaja hingga dewasa. Penulis sendiri sudah memberi label untuk lara pembaca yaitu 15+. Mungkin karena penyajiann yang tidak umum dan kata-kata yang cukup baku, buku ini membutuhkan pemikiran yang cukup dewasa untuk pembaca dapat memahaminya.
Seperti yang sejak awal saya sampaikan, saya bukan ahli dalam mereview buku. Ini hanyalah pendapat pribadi dari pengalaman saya membaca buku ini, yang saya harap dapat menjadi referensi untuk teman-teman. Selanjutnya saya ingin tahu apa pendapatmu mengenai buku ini.