Pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak pembaharuan seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari berdirinya sekolah-sekolah sebagai tempat menuntut ilmu untuk para generasi penerus bangsa, bukan hanya di kawasan perkotaan tetapi juga di pelosok daerah.
Pemerintah memberikan fasilitas terbaik untuk menunjang kegiatan belajar mengajar antara tenaga pendidik dan para terdidik. Namun, apakah fasilitas saja cukup untuk memaksimalkan kemampuan para terdidik yang merupakan tonggak utama bangsa di masa yang akan datang?
Data menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-10 di dunia dengan tingkat pengangguran 6,49%. Meski presentase pengangguran di Indonesia menurun dari tahun sebelumnya, namun tahukah kamu bahwa sumbangsi pengangguran terbanyak berasal dari para sarjana lulusan universitas, baik negeri maupun swasta? Hal ini tentu melahirkan banyak pertayaan di benak kita, bagaimana mungkin seorang sarjana bisa menganggur?
Percayalah teman-teman, para sarjana juga manusia. Dan perlu digarisbawahi pula bahwa satu satunya hal yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian. Itulah yang dikatakan tikus kecil di film Ratatouille.
Dalam hal ini muncullah pertanyaan mengenai Pendidikan Indonesia. Pendidikan yang seharusnya dapat menjadi salah satu modal kesuksesan ternyata tidak demikian. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit para pelajar yang lulus dengan otak kosong, bukan hanya dari jenjang perguruan tinggi tetapi juga mulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah.
Pelajaran-pelajaran yang dipelajari di sekolah seolah tak pernah dimunculkan, tak pernah ada implementasi sesungguhnya dari pelajaran yang diajarkan di sekolah. Di samping karena tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dalam kehidupan, tetapi setidaknya pengembangan karakter dan sikap bisa melekat dengan baik dalam diri para pelajar sebagai bukti bahwa dalam bangunan bernama sekolah tersebut ada sosok yang benar-benar digugu dan ditiru.
Ternyata di lapangan banyak hal-hal yang perlu dicatat sebagai bahan perbaikan pribadi, apakah itu?
1. Kebanyakan Guru Hanya Megejar Materi, Bukan Tingkat Pemahaman Siswa
Dalam kegiatan belajar mengajar istilah RPP tentu bukan hal yang tabu lagi. Para tenaga pengajar diharuskan mengikuti intruksi yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah tercapainya satu kompetensi dasar sesuai ketetapan. Namun, kebanyak guru mungkin menyalahartikan hal ini. Para guru selalu fokus pada materi yang harus disampaikan, dan tidak sedikit yang mengesampingkan pemahaman siswa terhadap materi tesebut.
Padahal jika dikaji lebih dalam, tujuan pembelajaran bukan hanya tersampainya materi tetapi juga mengenai seberapa banyak materi yang diserap para siswa.
Katakanlah materi tersampaikan dengan baik, namun perlu dipertanyakan, apakah siswa dapat memahami materi tersebut dengan sama baiknya?
Materi-materi yang disampaikan seharusnya dapat dipertanggungjawabkan. Jika siswa sudah memahami materi yang disampaikan guru, maka seorang lulusan akan tahu apa yang harus dia lakukan.
2. Rendahnya Kesadaran Siswa Untuk Belajar
Satu hal yang masih cukup sulit dihilangkan di Indonesia adalah pemikiran-pemikiran nenek moyang yang dianggap mulia. Bukan berarti nenek moyang kita tidak bijak. Namun, beberapa orang selalu memanfaatkan kata-kata nenek moyang untuk menutupi alasan kemalasannya. Pemikiran-pemikiran yang telah didoktrin sejak dini ini membawa pengaruh besar pada kesadaran generasi muda.
Tidak sedikit siswa yang terpaksa bersekolah karena permintaan orang tua, mereka datang hanya sebagai formalitas tanpa beriat menyerap ilmu apapun di bangku Pendidikan. Jika poin sebelumnya menyebutkan bahwa guru berperan dalam Pendidikan, poin kali ini menyebutkan peran siswa sebagai objek utama dalam pendidikan.
Sebuah ilmu akan diraih ketika para pencarinya mau berusaha mencari. Ilmu tidak akan datang sendiri. Jika guru telah menyampaikan materi dengan baik, materi tersebut tidak akan pernah terserap jika para terdidik hanya berleha dan bersenda di tengah pembelajaran. Tidak ada usaha yang menyertai mereka untuk menjadi sosok berilmu, dan hal ini perlu ditanamkan lebih awal.
3. Siswa Akan Menyukai Mata Pelajaran Ketika Dia Paham
Poin kali ini merupakan gabungan dari dua poin di atas, bagaimana kedua pion utama Pendidikan yaitu tenaga pendidik dan peserta didik bekerja sama untuk mewujudkan Pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan apa yang diinginkan. Siswa akan menyukai mata pelajaran yang dipahami, maka tugas guru bukan hanya sebagai penyampai materi tetapi juga memastikan pemahaman peserta didik secara utuh.
Dalam hal ini guru, orang tua, maupun lingkungan juga harus sadar dan paham bahwa setiap anak lahir dengan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, tidak aka nada anak yang menguasai semua hal di sekolah. Kesadaran ini pula penting untuk dimiliki setiap siswa, karena dengan begitu mereka dapat senantiasa menghargai apa yang mereka mampu, mengembangkan apa yang mereka rasa kuasai, dan tidak akan memaksakan diri untuk menjadi seperti orang lain. Baik karena tekanan dari luar, maupun dari diri sendiri.
Pendidikan di Indonesia memang tidak sempurna, namun kita patut mengapresiasi pemerintah yang selalu berusaha mewujudkan Pendidikan terbaik untuk para generasi bangsa. Bersama generasi bangsa, negara ini akan dibawa ke arah yang lebih baik. Dan hal ini tentu merupakan hasil yang diharapkan dari Pendidikan di Indonesia itu sendiri.
Langkah awal untuk para pelajar adalah meluruskan niat dan tujuan ketika pergi ke sekolah atau tempat menuntut ilmu lainnya. Niat pergi ke sekolah adalah untuk menuntut ilmu, dan buatlah tujuan-bukan hanya saat pergi ke sekolah-adalah untuk mendapat keridhoan Allah swt. Karena keridhoan Allah akan selalu disertai dengan kemudahan.