Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari adanya keterkaitan tersebut, kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial yang dilandasi oleh kesamaan kepentingan bersama.
Kelompok adalah individu yang hidup bersama dalam suatu ikatan. Secara sosiologi, kelompok adalah suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi, dimana dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama.
Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat, dimana suatu kelompok juga dapat mempengaruhi prilaku para anggotanya. Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan manusia yang saling hidup bersama dan saling ketergantungan dengan sadar dan tolong menolong.
Ciri Dan Tipe Kelompok Sosial
Berikut ini beberapa ciri-ciri kolompok sosial :
• Terdapat dorongan atau motif yang sama antar individu satu dengan yang lain.
• Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu satu dengan yang lain berdasarkan rasa dan kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat di dalamnya.
• Adanya penegasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan-peranan dan kedudukan masing-masing.
• Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang ada.
• Berlangsungnya suatu kepentingan.
• Adanya pergerakan yang dinamik.
Adapun syarat kelompok sosial sebagai berikut :
• Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan Sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
• Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya.
• Terdapat suatu factor yang dimiliki Bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Factor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain.
1. Gemeinschaft dan Gesellschaft
Ferdinand Tonnies, seorang sosiolog klasik dari Jerman, mengulas secara rinci perbedaan pengelompokan dalam masyarakat. Ia menjelaskan perbedaan antara dua jenis kelompok yang dinamakannya Gemeinschaft dan Gesellschaft.
Gemeinschaft digambarkannya sebagai kehidupan bersama yang intim, pribadi dan eksklusif. Suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir. Tonnies menggambarkannya dengan suatu ikatan pernikahan.
Gesellschaft merupakan suatu nama dan gejala baru, dilukiskannya sebagai kehidupan publik sebagai orang yang kebetulan hadir bersama, tetapi masing-masing tetap mandiri. Geselleschaft bersifat sementara dan semu.
Menurut Tonnies, perbedaan yang dijumpai antara kedua macam kelompok ini adalah Gemeinschaft, individu tetap bersatu meskipun terdapat banyak faktor yang memisahkan mereka. Sedangkan Gesellschaft, individu pada dasarnya terpisah kendatipun banyak faktor pemersatu. Tonnies menambahkan Gemeinschaft ditandai oleh kehidupan organis, sedangkan Gesellschaft ditandai oleh struktur mekanis.
2. Primer dan Sekunder
Charles Horton Cooley dalam bukunya, Social Organization, menggambarkan distingsi antara dua jenis kelompok sosial, yakni kelompok sosial primer dan sekunder:
a. Kelompok sosial primer (primary group), yang ciri-cirinya antara lain :
• Memiliki hubungan yang bersifat personal dan akrab antara Anggotanya
• Dalam kelompok ini orang melakukan aktivitas dan memiliki waktu secara bersama sehingga mereka dapat saling mengenal antara satu sama lain secara personal dan akrab
• Mereka saling memerhatikan kesejahteraan satu sama lainnya
• Selain karena relasi yang akrab di antara anggota, kelompok sosial primer merupakan tempat seorang individu berjumpa dengan pengalaman-pengalaman sosial yang pertama
• Dalam kelompok sosial primer ini, seorang individu mengalami hidup untuk per tama kalinya. Kekuatan dan hubungan utama ini memberikan individu-individu rasa aman dan damai
• Anggota-anggota dalam kelompok utama ini menyediakan pendapatan pribadi bagi yang lainnya, termasuk keuangan dan dukungan emosional.
b. Kelompok sosial sekunder (secondary group), yang ciri-cirinya antara lain :
• Kelompok sosial sekunder didefinisikan sebagai kelompok sosial yang bersifat impersonal dan besar.
• Kelompok sosial sekunder didasarkan atas minat, kepentingan atau aktivitas-aktivitas khusus.
• Organisasi-organisasi politik biasanya disebut kelompok sosial sekunder.
• Dalam kelompok sosial sekunder ini setiap anggota tidak saling mengenal secara lebih baik dan hubungan di antara mereka sangat longgar.
• Kelompok sosial sekunder sering dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan khusus.
• Kelompok sosial sekunder biasanya selalu bersifat formal dan tidak emosional dan memiliki orientasi cita-cita (goal oreintation), bukan personal.
3. In-Group dan Out-Group
In-Group adalah kelompok sosial tempat seorang individu mengidentifikasikan dirinya sebagai “kita” atau “kami”. Sedangkan Out-Group adalah kelompok sosial di luar In-Group atau di luar “kita”, di luar “kami”. Kelompok di luar itu adalah “mereka”. Misalnya, “kami” adalah mahasiswa Ilmu Hadis, sedangkan “mereka” adalah mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu sedikit banyak akan mempunyai kecenderungan menganggap bahwa segala sesuatu yang termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan dengan kelompoknya sendiri sebagai sesuatu yang terbaik apabila dibandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan kelompok-kelompok lainnya. Kecenderungan ini biasa disebut dengan etnosentrisme.
Etnosentrisme adalah suatu sikap yang menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Etnosentrisme disosialisasikan atau diajarkan kepada setiap anggota kelompok sosial, sadar maupun tidak sadar, serentak dengan nilai-nilai kebudayaan lain.
4. Kelompok Formal dan kelompok Informal
Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara anggota-anggotanya. Contoh kelompok formal adalah organisasi. Menurut Max Weber, salah satu bentuk organisasi formal itu adalah birokrasi. Ciri-ciri birokrasi adalah :
a. Tugas-tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa tugas jabatan. Atau, dapat dikatakan adanya pembagian kerja berdasarkan spesialisasi;
b. Posisi-posisi dalam organisasi terdiri hierarki struktur wewenang. Hierarki berwujud piramida, yaitu setiap jabatan bertanggung jawab terhadap bawahan mengenai keputusan dan pelaksanaan;
c. Suatu sistem peraturan menguasai keputusan-keputusan dan pelaksanan;
d. Unsur staf yang mer upakan pejabat ber tugas memelihara organisasi dan khususnya keteraturan komunikasi;
e. Para pejabat berharap bahwa hubungan dengan bawahan dan pihak lain bersifat orientasi impersonal; dan
f. Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.
Kelompok informal tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu dan pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang-ulang dan itu menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama.
5. Kelompok Teratur dan Tidak Teratur
Kelompok teratur merupakan kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar mereka. Ciri-ciri kelompok teratur, antara lain :
• Memiliki identitas kolektif yang tegas (misalnya, tampak pada nama kelompok, simbol kelompok, dan lain-lain);
• Memiliki daftar anggota yang rinci;
• Memiliki program kegiatan yang terus-menerus diarahkan kepada pencapaian tujuan yang jelas; dan
• Memiliki prosedur keanggotaan.
Kelompok-kelompok yang tidak teratur tampak dalam kerumunan masa. Kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara. Kerumunan tidak terorganisasi. Kerumunan dapat saja memiliki pemimpin, namun tidak mempunyai sistem pembagian kerja maupun sistem pelapisan sosial. Interaksinya bersifat spontan dan tidak terduga. Individu-individu yang merupakan kerumunan, berkumpul secara kebetulan di suatu tempat, dan juga pada waktu yang bersamaan.
6. Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
A. Masyarakat Pedesaan
• Warga pedesaan mempunyai hubungan erat dan mendalam ketimbang hubungan mer eka dengan warga pedesaan lainnya;
• Sistem kehidupan biasanya ber kelompok ber dasar kekeluargaan;
• Warga pedesaan umumnya mengandalkan hidupnya dari pertanian;
• Sistem gotong royong, pembagian kerja tidak ber dasarkan keahlian;
• Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien karena belum mengenal mekanisasi dalam pertanian. Mereka bertani semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan untuk bisnis; dan
• Golongan orang tua dalam masyarakat pedesaan memegang peranan penting.
B. Masyarakat Perkotaan
• Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan kehidupan agama di desa;
• Orang kota lebih individual, dan kurang bergantung pada orang lain.
• Pembagian kerja lebih tegas dan ada batas-batasnya;
• Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan lebih banyak;
• Interaksi-interaksi berjalan ber dasarkan kepentingan dan lebih rasional;
• Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu; dan
• Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kotakota karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
Kelompok keagamaan merupakan salah satu contoh kelompok sosial yang oleh Cooley dikelompokkan sebagai kelompok primer (primary group). Dalam kelompok primer itu terdapat interaksi sosial yang lebih intensi dan lebih erat antara anggotanya. Kelompok primer juga disebut face to face group yaitu kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering bertatap muka satu sama lain dan saling mengenal dari dekat dan karena itu hubungannya lebih erat.
Dalam kajian sosiologi terdapat banyak hal dalam hubungannya dengan agama ini yang sudah menjadi perhatian sosiologi agama, antara lain masalah kepercayaan (belief), peribadatan (ritual), masyarakat (community), lembaga atau kelembagaan (institution), dan masalah pengalaman keagamaan (religion experience).
Kelembagaan Agama
Kelembagaan agama pada tahap ini juga didasarkan kepada otoritas kepala keluarga atau kepala suku dalam menginterpretasikan perilaku sosial. Tidak ada anggota komunitas yang berani melanggar aturan kelembagaan agama, karena kuatnya wibawa pemimpin dalam melakukan kontrol sosial terhadap perilaku. Hal ini disebabkan karena legalitas untuk menafsirkan mitos hanya dapat dilakukan oleh pemimpin komunitas. Pada tahap selanjutnya, seorang pemimpin agama juga berperan untuk menimbang berbagai peranan sosial sehingga seorang pemimpin pada dasarnya juga sebagai sumber referensi sosial.
Emile Durkheim berpendapat bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral dan dilarang. Lembaga agama berfungsi untuk mensosialisasikan nilai-nilai agama kepada masyarakat dan menyelenggarakan aktivitas-aktivitas keagamaan. Contoh dari lembaga agama yang ada di Indonesia adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI).
Organisasi-organisasi keagamaan pada umumnya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Perbedaan itu antara lain berkaitan dengan cara pandang atau penafsiran mereka terhadap soal-soal keagamaan dan bidang perhatian (sosial, ekonomi, dan politik). Perbedaan inilah menyebabkan banyaknya tipe organisasi keagamaan dalam masyarakat.
Tipologi organisasi keagamaan yang lain bisa dilihat dari beberapa hal:
1. Berdasarkan sifat pembentukannya, ada organisasi keagamaan yang merupakan bentukan pemerintah dan bahkan masuk dalam struktur pemerintahan (MUI, PGI, Walubi dst), dan yang merupakan inisitif murni dari para penganutnya (NU, Muhammadiyah, Persis, dst);
2. Orientasinya, ada organisasi keagamaan yang berorientasi kemasyarakatan (NU, Muhamadiyah), politik (PKS dan HTI), dan profesi-keilmuan (ICMI).
3. Keanggotaan, ada organisasi keagamaan yang terbuka (inklusif) dan ada yang bersifat tertutup (eksklusif)
4. Mazhab, ada organisasi keagamaan yang bebas mazhab dan ada yang menekankan pada mazhab tertentu.
5. Pola berpikir, ada organisasi keagamaan yang bercorak liberal dan konservatif.
6. Ijtihad, ada organisasi keagamaan yang menggunakan pola ijtihad tekstual dan kontekstual, ada yang sangat menekankan ijtihad dan ada yang cukup dengan taklid atau ittiba’.
7. Sikap keagamaan, ada organisasi keagamaan yang masuk dalam kaategori fundamentalis-militan dan fundamentalis-moderat.
8. Respon terhadap tradisi, ada organisasi keagamaan yang bercorak puritanis dan ortodok yang mempertahankan kemurnian ajaran, dan organaisasi keagamaan yang akomodatif-modifikatif.
9. Respon terhadap perkembangan, ada organisasi keagamaan yang menekankan tradisi modernitas-reformitas dan ada yang mempertahankan pola lama atau tradisional
10. Orientasi dunia-akhirat, ada organisai keagamaan yang sangat menekankan kepentingan akhirat dan ada yang menekankan keberimbangan antara keduanya.