Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

Alur Penelitian Filologi

sumber : Pixabay

Dalam buku Filologi Indonesia : Teori dan Metode, karya Prof. Oman Fathurahman, disebutkan tujuh alur penelitian filologi, yaitu : Penentuan Teks, Inventarisasi Naskah, Deskripsi Naskah, Perbandingan Naskah dan Teks, Suntingan Teks, Terjemahan Teks dan Analisis Teks.[1]

1. Penentuan dan Pemilihan Teks

Tahap pertama dari alur penelitian filologi adalah menentukan dan memilih teks apa yang akan dikaji atau diteliti. Dalam tahap ini, minimal ada dua hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti. Pertama, peneliti memiliki latar belakang keilmuan dan minat terhadap teks yang akan ditelitinya. Dan kedua, peneliti harus menguasai bahasa teks yang ada didalam naskah. Kedua hal ini sangat penting diperhatikan karena nantinya akan memudahkan seorang peneliti dalam melakukan penelitiannya terhadap teks.

Prof. Oman Fathurahman menyebutkan pilihan atas sebuah teks harus diuji melalui tiga aspek, yaitu, potensi korpus, metode dan pendekatan yang akan digunakan dan konteks yang akan dianalisis.[2] Mengenai korpus, maksudnya adalah teks yang akan disunting. Seorang peneliti harus sudah membayangkan potensi apa yang ada didalam teks yang akan ditelitinya. Sehingga penelitian yang akan ia lakukan pada batas akhirnya bisa menambah kontribusi dan nilai terhadap bidang keilmuan yang ia teliti. Kedua, mengenai metode dan pendekatan. Seorang peneliti juga harus sudah membayangkan, dengan metode dan pendekatan apa yang paling cocok untuk meneliti teks yang akan ditelitinya. Dan ketiga, mengenai konteks yang akan dianalisis. Tentunya, seorang peneliti harus siap dan mampu untuk mengeluarkan atau menggali makna dan konteks yang ada dalam suatu teks. Karena pada dasarnya, suatu teks bisa hadir karena ada konteks yang melatarbelakanginya. Stuart Owen Robson menyebutkan, bahwa seorang filolog belum bisa dianggap telah menyelesaikan tugasnya jika ia belum berhasil mengeluarkan makna dan konteks dari teks yang dikajinya.[3]

2. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi naskah adalah upaya secermat – cermatnya dan semaksimal mungkin untuk menelusuri dan mencatat keberadaan naskah yang memuat salinan dari teks yang akan kita kaji.[4] Dalam menelusuri naskah, bisa dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya, dengan menelusuri katalog naskah, menelusuri karya tulis atau publikasi yang terkait dengan naskah, menelusuri website atau media online penyedia edisi naskah dan terakhir bisa dengan langsung ke lapangan menelusuri ke pewaris naskah untuk naskah – naskah yang bersifat privat atau perorangan.

3. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah adalah tahap dimana seorang filolog diberi tugas untuk mengidentifikasi suatu naskah, baik itu identifikasi terhadap kondisi fisik naskah, isi teks maupun hal lain yang berkaitan dengan naskah. Beberapa contoh hal yang bisa diidentifikasi dari suatu naskah adalah judul naskah, nama pengarang dan penyalin, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, pemilik naskah, jenis alas naskah, kondisi fisik naskah dan lain sebagainya.

Semakin detail suatu naskah dideskripsikan dan diidentifikasi, maka semakin membantu seorang filolog dalam banyak hal. Terutama dalam hal membantu peneliti untuk memperkirakan jenis dan usia naskah yang akan diteliti.

4. Perbandingan Naskah dan Teks

Dalam membandingkan naskah, salah satu tugas seorang peneliti adalah menelusuri dan meneliti usia naskah. Dari perkiraan usia ini, peneliti bisa mengklasifikasikan naskah – naskah berdasarkan usianya. Terkait dengan perbandingan teks, beberapa hal yang perlu dibandingkan seperti struktur teks, bahasa, ejaan, variasi bacaan dan lain sebagainya. Perbandingan teks ini hanya diperlu ketika terdapat beberapa salinan naskah, dan tidak diperlukan ketika salinan naskahnya tunggal. Hasil dari perbandingan naskah dan teks ini bertujuan untuk menentukan salinan naskah mana yang akan dijadikan landasan suntingan teks.

Baca Juga :

5. Suntingan Teks

Suntingan teks adalah tahap dimana seorang peneliti menyiapkan edisi teks yang siap dibaca dan bersih dari ketidakjelasan sehingga bisa dipahami oleh khalayak pembaca. Biasanya langkah pertama yang dilakukan oleh seorang peneliti ketika menyunting suatu teks adalah menentukan satu salinan naskah yang dianggap paling otoritatif yang akan dijadikan sebagai naskah landasan. Penentuan tersebut dipertimbangkan baik karena usia naskahnya, kualitas bacaannya, kelengkapan dan pertimbangan lain yang bisa dipertanggung jawabkan. Setelah itu, proses suntingan teks bisa dimulai dengan membenarkan bagian – bagian teks yang rusak, hal tersebut bisa dilakukan dengan merujuk atau memanfaatkan naskah – naskah varian yang ada.

Karena suntingan teks ini bertujuan untuk menyiapkan edisi teks, maka ada beberapa edisi teks yang perlu diketahui.

Pertama, edisi faksimile yaitu edisi yang dihasilkan dengan menduplikasi apa adanya suatu teks dengan media digital.

Kedua, edisi diplomatik yaitu edisi yang hampir sama dengan faksimile dengan hanya menduplikasi secara apa adanya, namun edisi ini diperoleh bukan dengan media digital tetapi dengan mentranskripsi atau menulis ulang suatu teks.

Ketiga, edisi campuran yaitu edisi yang dihasilkan melalui penggabungan bacaan dari lebih satu versi naskah. Maksudnya, penyunting tidak mendasarkan teks yang disuntingnya pada satu sumber naskah salinan saja, akan tetapi dari beberapa sumber salinan naskah yang penyunting anggap bisa digabungkan.

Dan keempat, edisi kritis yaitu edisi yang dihasilkan dengan campur tangan penyunting yang lebih mendalam. Maksudnya, edisi yang dihasilkan tidak apa adanya melainkan sudah ada campur tangan penyunting baik itu berupa perbaikan, pengurangan, penambahan, pergantian atau lain sebagainya yang bisa dipertanggung jawabkan. Hal tersebut dilakukan penyunting untuk menghasilkan suatu teks dengan kualitas bacaan terbaik bukan bacaan terasli. Semua tambahan atau campur tangan penyunting tersebut biasanya ditulis dalam sebuah bagian catatan khusus yang disebut aparat kritik (apparatus criticus).

6. Terjemahan Teks

Tahap keenam adalah menerjemahkan teks. Tahap ini berlaku jika teks yang diteliti ditulis dalam bahasa asing atau daerah yang sudah tidak banyak digunakan, bahkan sudah sama sekali tidak digunakan oleh khalayak pembaca. Terjemahan teks ini biasanya terletak berdampingan dengan teks sumber. Namun, ada juga yang meletakkannya terpisah, hal tersebut bertujuan agar pembaca dapat menikmati teks terjemahannya saja tanpa terganggu untuk membandingkannya dengan teks sumber.

7. Analisis Teks

Analisis teks adalah tahap dimana seorang peneliti diberi tugas untuk menelaah teks dan konteksnya sesuai dengan pandangan dan teori yang digunakan. Secara metodologis, menyunting teks dan mengungkapkan isi teks saja sudah cukup dianggap sebagai sebuah penelitian filologi. Akan tetapi menelusuri aspek – aspek kesejarahan dan meneliti konteks lahirnya teks tersebut akan menghasilkan suatu kontribusi penting dalam dunia keilmuan. Sehingga, sebagaimana ungkapan Robson, bahwa seorang filolog belum bisa dianggap telah menyelesaikan tugasnya jika ia belum berhasil mengeluarkan makna dan konteks dari teks yang dikajinya.

Waktu : 16.30 WIB, Sabtu, 29 Oktober 2022.

[1] Oman Fathurahman, Filologi Indonesia : Teori dan Metode, (Jakarta : Prenadamedia, 2021), h. 69.

[2] Oman Fathurahman, Filologi Indonesia : Teori dan Metode, (Jakarta : Prenadamedia, 2021), h. 71.

[3] Stuart Owen Robson, Prinsip – Prinsip Filologi Indonesia (terjemah), (Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa & Universitas Leiden, 1994), h. 13.

[4] Oman Fathurahman, Filologi Indonesia : Teori dan Metode, (Jakarta : Prenadamedia, 2021), h. 74.

Diberdayakan oleh Blogger.