"Iya, masalah anak-anak mah jangan ditua-tua-in, namanya juga anak-anak", timpal Pak Raja dengan sinisnya, seorang pejabat kampung yang tingkah anak-anaknya seperti preman pasar, tergelak.
Tetapi, anakku tetap ikut bermain, walau menangis, bangun dan tak membalas, hanya pulang nanti pasti mengadu dengan tersedu. Bahkan ketika dituduh membunuh kucing kesayangannya yang mati, entah siapa yang tega melakukannya.
Aku selalu berusaha untuk tidak emosi, setiap kali terulang seperti itu, anakku tetap mengalah, dan memang itulah salah satu didikan dariku, walau hati kerap menggerutu dari balik bingkai jendela.
"Hey... siapa yang mengganggu anakku, sampai lecet begini? Ketika anak Pak Presiden terpleset sebuah kulit pisang. Satu persatu anak-anak itu diinterogasi, dengan muka sangar seperti orang kebakaran jenggot, lalu isi kebon binatang pun keluar semua dari mulutnya yang terus nyerocos. Kuawasi ia dari balik bingkai jendela.
"Iya ..., siapa, ayo ngaku ..., jangan kurang ajar ya, jangan jahil sama anak kecil, lihat tuh bajunya sampe kotor", timpal Pak Sultan dan Pak Raja, menyelidik, seperti membidik.
Para pengontrak rumah petak pun bungkam tiada bersuara, hanya rasa khawatirlah yang ada, kalau-kalau anaknya nanti jadi tersangka atas alibi liar mereka.
Begitulah, strata membuat lupa, kalau hatimu buta, harta menjadi ukuran, empaty-mu hanya pusara.
#elegi kaum kusam
Cilebut, Bogor, 14 Desember 2022