Masih begitu pagi, saat embun masih menutupi jendela-jendela asrama, saat mentari belum seutuhnya terlihat, bahkan saat dedaunan dan tumbuhan di sekitar pesantren masih khusyuk bertasbih. Seorang gadis dengan baju kurung serta khimarnya yang syar'i melangkah tenang memasuki kawasan pesantren "Darul falah" Bogor kedua tangannya tampak memeluk beberapa buah kitab di dada. Salah satu adab yang di pelajari di pesantren ini, membawa kitab ataupun buku dengan memeluknya di dada.
Maryam Fatimah Alihya, begitu orang-orang memanggilnya gadis dengan ke dua bola mata yang sipit, hidung pesek dan dagu yang cukup lancip, Maryam menaiki anak tangga, langkahnya tenang, wajahnya anggun tanpa ukiran senyum di bibir, gerakan tangannya lembut membuka pintu ruang kelas di depannya, dengan tenang Maryam melangkah masuk dan duduk di kursinya, mengambil sebuah novel dari laci meja kemudian membacanya
"Maryam!!!
Tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang memanggil namanya dengan suara yang cempreng itu.
" Apa Ray? Tanya Maryam kalem, tatapannya fokus pada novel di tangannya.
"Selalu deh ane kalah, padahal udah bangun pagi-pagi biar bisa cepat berangkat! " Raya, sahabat tomboy Maryam itu mengomel sendiri sambil menghempaskan tubuhnya di sebelah Maryam, seminggu ini raya memang berusaha untuk datang lebih awal dari Maryam, tapi alhasil yah begini Maryam tetap yang pertama datang ke kelas.
"Baca apasih ente? " Raya mulai mengganggu fokus Maryam, gadis itu diam, tidak menyahut.
"Perasaan ente udah selesai baca buku itu deh kemarin"
Iya, tapi kan belum ada buku yang baru, makanya ente beliin dong sesekali! "Kata Maryam tanpa mengalihkan tatapannya dari buku.
" Nih buku baru !
Maryam memperhatikan buku yang baru saja di letakkan raya di atas meja, meraih benda kesukaannya itu sambil menatap raya yang sudah sibuk dengan gelang karetnya
"Dari ente nih? Perasaan ane gak lagi milad deh.
Maryam mulai membuka sampul buku
" Bukan dari ane! "
Maryam refleks menoleh
"Jadi? "
"Dari bang Rifki, pulang sekolah datang ke mesjid katanya"
Maryam mengangguk-angguk, lalu melanjutkan membuka lembaran pertama buku di tangannya, hubungan perjodohan antara Maryam dan Rifki sudah berjalan selama setahun lebih, sebagian besar santri pesantren" Darul falah" Pun sudah mengetahui hal itu , Rifki adalah abang kelas Maryam, sekaligus santri senior yang mengabdikan diri menjadi supir pribadi ustadz hanan, selaku mudir pesantren, perjodohan keduanya berdasarkan keinginan umi azizah, istri sang mudhir, Maryam adalah santri yang cerdas menurutnya, umi azizah khawatir jika setelah lulus dari pesantren nanti Maryam tidak akan istiqomah dengan segala kepribadianya di pesantren kalau tidak ada yang mampu mengingatkannya dan mebimbingnya untuk terus berusaha menjadi lebih baik, itu sebabnya umi azizah memutuskan untuk menjodohkan Maryam dengan Rifki, santri senior Maryam yang telah mengabdi selama 2 tahun lebih di keluarganya, secara dzahir umi azizah melihat Rifki adalah santri yang taat serta qana'ah akidahnya bagus, jadi umi azizah fikir Rifki mungkin bisa membantu Maryam agar tetap istiqomah dengan kepribadian- kepribadian islam yang di pegangnya selama ini.
Sesuai informasi dari Raya tadi pagi setelah pulang sekolah,, Maryam seperti biasa melangkah tenang menuju pekarangan mesjid, tidak lupa gadis itu mengajak raya untuk menemaninya, agar tidak terjadi fitnah, mesjid pesantren siang itu tampak ramai, namun langkah Maryam tetap tenang memasuki gerbang dan berdiri disana, raya yang berdiri di sebelah Maryam hanya bisa memasang wajah pasrah, menunggu dengan sabar sampai Maryam menyelesaikan hajatnya.
"Assalamu'alaikum"
Rifki yang memang sengaja menunggu di teras, segera menghampiri Maryam begitu melihat gadis itu datang
"Waalaikumsalam" Bang Rifki nyari ane?
Iya, cuma mau mastiin ente jadi berangkat nanti siang?
Maryam diam sejenak, oh, ternyata soal keberangkatannya untuk menghafal.
"InsyaAllah bang, kalau gak ada udzur, sama rombongan kan?
Pemuda di hadapan Maryam mengangguk
" Euumm"ente udah yakin Maryam mau pergi menghafal selama tiga tahun? Rifki menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.
"InsyaAllah, emang kenapa bang? Tanya Maryam sedikit kebingungan melihat tingkah Rifki kali ini,
" Gimana ya ane bilangnya, eumm ente disana....... Jaga hati ya? "Rifki mebuang arah pandangannya ketempat lain.
Maryam tersenyum tipis mendengar ucapan Rifki" Jaga hati ya....?
"Ya.. Bang Rifki juga haruslah! Kata Maryam menimpali ucapan Rifki barusan
" Oh iya, sekalian ane mau bilang kalau ane kayaknya gak bisa ikut hadir nanti pas ente berangkat.
"Kenapa? Maryam mengernyit
Ane harus antar ustadz hanan ke Bandung gak apa apa kan,?
Maryam mengantuk mengerti
Iya gak apa-apa
Ane do'ain biar ente cepat khatam 30 juz
Maryam tersenyum lebar
" Aminn"
"Semangat ya! Rifki mengepalkan kedua tangannya Maryam sendiri langsung mengangguk semangat
Hari ini adalah hari terakhirnya bisa bertemu dengan Rifki, bukan masalah bagi Maryam, menurutnya menurutnya selagi ia dan pemuda itu Sama-sama bisa menjaga hati seperti permintaannya tadi semua akan tetap baik-baik saja.
Selamat tinggal pesantren Darul falah sampai ketemu tiga tahun lagi.
Semua berjalan lancar, tiga tahun menghafal qur'an di kendari Maryam telah berhasil menyelesaikan hafalnnya dengan mutqin, gadis itu jauh lebih dewasa sekarang. Mengenai Rifki sudah ia serahkan pada sang Pencipta, Maryam tau seorang pengamal al Qur'an tidak seharusnya memikirkan seseorang yang bukan mahramnya karena hal itu akan berakibat fatal pada hafalnnya.
Pagi ini, Maryam memilih aula atas sebagai tempatnya murajaah, beberapa santri lain juga tampak mulai mencari tempat yang menurut mereka nyaman untuk menghafal, baru saja Maryam akan memulai menghafal, seorang santria datang menghampiri Maryam dan duduk di sebelahnya.
"Ukhti Maryam " Ada yang mau ketemu anti di bawah!
Maryam mengerutkan kening
"Siapa??
Kurang tau, tapi sepertinya masih seumuran anti orangnya!
" Seumuranku? Batin Maryam
"Oh ya udah ukh, terimakasih, ana turun ke bawah sekarang, kepribadian Maryam yang selalu tenang masih melekat padanya, gadis itu menutup mushaf, menunda sebentar agenda murajaahnya kemudian turun ke lantai bawah untuk menemui orang yang mencarinya itu, Maryam berjalan tenang menuju ruang tamu, dari jauh dia bisa melihat seorang perempuan ber khimar cokelat pudar tengah duduk sambil memainkan ponselnya disana, siapa ya???
" Permisi mbak mencari saya? Maryam berusaha untuk menggunakan bahasa yang cukup formal, takut -takut kalau dia tidak benar-benar mengenali tamunya ini, perempuan yang di sapa oleh Maryam tersebut mendongak detik berikutnya
"Maryam !!!
" Raya? Ucap Maryam tak percaya, lantas memeluk sahabat tomboy nya itu, sejenak Maryam memperhatikan penampilan raya,lengan gamis yang di lipat, gelang karet memenuhi kedua tangannya dan yang terakhir.... Tanpa stoking Maryam geleng-geleng sambil tersenyum kalem.
"Benar benar raya yang ane kenal
Raya tertawa pelan
" Eh kapan ente pulang ke pesantren? Tanya raya
"Kapat yah, rencana nya sih minggu depan, InsyaAllah
" Baguslah, ustadzah raima kan minggu kemarin baru nikah, jadi udah gak ngajar lagi, butuh guru tahfidz kata umi
Maryam mangggut manggut ustadzah raima, guru tahfidz nya ketika di pesantren Darul falah, baru menikah tiba-tiba Maryam seolah baru teringat sesuatu.
"Oh ya ray, minggu kemarin kan si Mila baru pulang juga karena sakit, katanya minggu ini juga ada walimahan ya di pesantren, siapa ya??
Raya tidak langsung menjawab, malah sibuk mengutak atik ponselnya
" Ray, ane nanya masa di cuekin sih" Gerutu Maryam
Nanti juga ente bakalan tau sendiri "
Apa susahnya sih bilang itu aja, alumni angkatan kita bukan?
"Nih! " Raya memperlihatkan layar ponselnya pada Maryam, gadis itu seketika terdiam, senyumnya memudar perlahan, tangannya gemetar meraih ponsel raya,
"Ini gak benaran kan ray,? Tanya Maryam dengan suara pelan.
" Dosa, kalau ane bilang itu gak benar
Maryam memperhatikan kembali foto di layar ponsel raya, sepasang pengantin di dampingi beberapa santri senior yang masih di kenal Maryam, sepasang pengantin,,,,, yah benar-benar sepasang pengantin, Maryam tersenyum kecut, menggigit bibir bawahnya agar isak tangis itu tidak sempurna keluar, sekali lagi Maryam mengamati foto itu, ada Rifki disana, Rifki dan seorang perempuan yang mengenakan niqab, Maryam merasa tidak ada apa apanya jika di bandingkan dengan perempuan itu, mendadak Maryam merasa ngilu di hatinya saat kalimat-kalimat terakhir yang Rifki ucapkan dulu sebelum kepergiannya untuk menghafal kembali terngiang di kepalanya
"Ente disana,, , jaga hati ya,?
" Ane do'ain biar ente cepat khatam 30 juz!
"Semangat ya!!!
Maryam buru-buru meletakkan ponsel raya, lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan
" Bang Rifki bilang ane harus jaga hati,,, ' suara Maryam bergetar, raya merangkul pundak sahabatnya itu.
"Ane jaga, ane kabulin permintaan dia, tapi buktinya,,,
Maryam kembali terisak.
" Dia yang gak bisa jaga hati! Kata Maryam dengan nada getir.
"Udah Maryam, ane yakin ente kuat, ente penghafal Qur'an masalah gini aja gak boleh bikin ente jadi down, istighfar Maryam! " Ucap raya berusaha menenangkan sahabatnya itu, Maryam mengangguk, lalu beristighfar sebanyak mungkin, Allah sedang mengujinya, itu tandanya Allah sayang padanya, Maryam mencoba menguatkan diri, mulai hari ini urusan Rifki telah selesai, Maryam akan menutup lembaran ceritanya mengenai pria itu, selamat tinggal Rifki Al Ghifari, semoga bahagia,
Pukul 13:40 WIB.
Maryam berdiri tepat di ambang pintu gerbang pesantren, banyak yang berubah setelah tiga tahun yang lalu, tepat seminggu setelah kedatangan raya yang menjenguknya waktu itu, Maryam memutuskan untuk kembali ke bogor, ke pesantren pertamanya dulu, dan disinilah Maryam sekarang, di gerbang utama pesantren Darul falah berdiri sambil bernostalgia dengan dunia santrinya dulu.
"Maryam! '
Gadis bermata sipit itu berbalik, khimarnya yang syar'i menambah keanggunan wajahnya, Maryam sedikit kaget melihat siapa yang memanggilnya barusan, sepertinya niat Maryam yang hanya ingin bernostalgia melalui gerbang pesantren akan gagal total.
" Ini benar anti Maryam? "
Maryam mengangguk, tersenyum tipis lalu mencium tangan perempuan di depannya dengan takzim.
"Iya umi, ini Maryam, umi apa kabar? Maryam sebenarnya malu untuk kembali ke pesantren ini, itu sebabnya ia hanya berdiri di pintu gerbang tanpa ada niat sama sekali untuk melangkah lebih jauh.
" Alhamdulillah, Maryam, umi benar benar minta maaf soal Rifki "
"Ah,! Nama itu lagi.
" Tidak apa-apa umi, bukan masalah besar buat Maryam "
"Sepertinya kita harus bicara sebentar, anti mau ikut dengan umi??
Mustahil aku menolak, bagaimana pun juga beliau adalah guruku, maka sambil memasang senyum tipis, aku mengangguk lalu mengikuti langkah umi menuju rumahnya, nostalgia itu semakin nyata
" Maryam seharusnya umi dulu tidak gegabah menjodohkanmu dengan Rifki "kata umi azizah membuka pintu di depannya, aku hanya diam menyimak
" Sebentar ya umi buatkan minum "
"Gak usah umi"
"Gak apa -apa, kamu santai aja ya"
Maryam mengamati seisi rumah, tidak banyak yang berubah dari rumah ini, hanya beberapa tambahan lukisan kaligrafi yang di pajang di sekitar ruang tamu.
"Rencana mu setelah ini apa Maryam? Umi azizah datang dengan segelas sirup ditangannya.
" Belum tau umi, tapi kemungkinan Maryam bakalan kuliah
Umi azizah mengangguk angguk
"Assalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam, kayaknya amira baru pulang sekolah
Kata umi azizah memandang ke arah pintu, amira adalah putri satu satunya umi azizah dan ustadz hanan.
" Umi lihat amira bawa apa? "
Maryam mengamati semua itu dengan seulas senyum tipis yang terbit di wajahnya, ah, dia memang selalu menyukai anak-anak, amira menyerahkan selembar kertas pada umi azizah
"Masya Allah anak umi memang pintar, oh iya dek kenalan dulu nih sama kak Maryam! '
Gadis kecil bernama amira itu menoleh pada Maryam, lalu tersenyum ramah,
" Amira as syifa kak Maryam "katanya imut, Maryam balas tersenyum padanya
" Maryam Fatimah Alihya dek, panggil kak Maryam aja,
"Mi, Maryam belum kunjungan juga ke pesantren? "
Itu suara ustadz hanan, Maryam segera menoleh dan benar, ustadz hanan tengah berjalan ke arah mereka bersama seorang,,, pemuda atau mungkin seorang santri pengabdi baru,
"Loh, tapi Maryam udah disini? " Ucap ustadz hanan begitu tiba di ruang tamu dan melihat keberadaan Maryam
"Kapan sampai Maryam? Tanya ustadz hanan sambil mengambil tempat duduk di sebelah umi azizah, sedangkan pemuda yang tadi bersama beliau duduk di shofa sebelahnya
" Maryam sepertinya Allah sayang sama kamu, ustadz yakin di balik semua yang kamu Terima pasti ada hikmah yang belum terungkap "
Maryam diam mendengarkan
"Ustadz yakin kalau kamu pasti sudah tau mengenai Rifki yang sudah menikah seminggu lalu"
"Iya ustadz, Maryam sudah tahu,
" Kamu harus tahu Maryam itu terjadi bukan karena kemauan Rifki sendiri , tapi dia mengikut kehendak ustadz yang menyuruhnya untuk menikahi gadis itu,
Maryam agak kaget mendengar hal itu, tapi memutuskan untuk tetap bungkam
"Gadis itu mengidap penyakit anemia, dan golongan darahnya cukup sulit untuk di dapatkan, seolah takdir telah mengatur semua itu sedemikian rupa, golongan darah Rifki sama dengannya" Ustadz hanan mengambil jeda sesaat
"Kamu kenal ustadz faruq yang di bandung? "
Maryam mengangguk
"Iya ustadz kenal"
"Nah, itu adalah putri beliau, putri sahabat ustadz"
Sekarang Maryam bisa mengerti bagaimana masalah sebenarnya, tidak ada gunanya menyalahkan Rifki atau pun yang lain.
"Apa kamu ikhlas Maryam? "
Maryam tersenyum Kaku
"Maryam sudah ikhlas sejak awal ustadz, bukan masalah besar"
"Syukurlah, kalau misalkan ustadz ingin menghitbahmu untuk anak ustadz, apa kamu ikhlas juga? "
Maryam mengerutkan kening, anak ustadz hanan yang mana?
"Ustadz yakin kamu belum mengenalnya , namanya rif'at, dia putra sulung ustadz"
Tangan ustadz hanan mengarah pada pemuda yang duduk bersama amira, dia putra ustadz hanan?
Masih bingung Maryam? Kali ini umi azizah yang bertanya, Maryam mengangguk
"Rif'at baru pulang dari Yordania setelah enam tahun tinggal disana, sejak kecil rif'at memang sudah mondok di Yogyakarta, tujuh tahun disana setelah itu rif'at lanjut mondok di semarang tiga tahun, baru yang terakhir ke yordan, enam tahun disana rif'at memang tidak pernah pulang, jadi tidak ada yang mengenalnya di pesantren ini kecuali sebagian kecil saja,
Maryam terdiam cukup lama mendengar semua penuturan umi azizah, apa mungkin?
" Umi sudah memikirkan ini matang-matang, umur rif'at lebih tua dua tahun dari kamu "
Maryam menengguk ludah, bagaimana sekarang? "
"Semoga kami tidak terlambat untuk meminangmu Maryam" Suara umi azizah terdengar penuh harap
"Khm, begini umi, Maryam bukannya nolak, tapi tidak yakin rasanya kalau Maryam memberi jawaban tanpa istikharah terlebih dahulu, jadi Maryam akan istikharah dulu, semoga hasilnya seperti yang umi, ustadz dan Maryam harapkan,
Yah, semoga Maryam benar-benar berharap menemukan jawaban yang sesuai dengan keinginan hatinya, sejak perjodohannya dengan Rifki yang gagal, Maryam mencoba untuk tidak terburu buru dalam menentukan suatu pilihan, bagi Maryam kejadian seperti itu cukuplah terjadi sekali saja dalam hidupnya, Maryam pun sadar, kalau niatnya menjaga hati selama ini adalah salah, sebab Allah ternyata cemburu dan pada akhirnya tidak meridhoi keinginan Maryam, sejak saat itu Maryam pun sadar, kalau kenyataannya ia salah dalam peletakan kata cinta, sang Khalik harus dulu dicintai sebelum mencintai makhluk.