Yayan terdiam cukup lama sambal menatap orang-orang yang bermain dan berlalu-lalang dihadapannya. Suara Leon menyadarkan Yayan yang tengah diam seperti memikirkan sesuatu.
“Huft, aku bermimpi menjadi pemain basket. Tetapi aku kemarin diejek oleh salah satu temanku, kalau
permainan basket ku jelek”, gumam Yayan sambal mengelus bulu Leon yang berada dipangkuannya.
Yayan menatap ke arah Leon yang juga menatapnya, “Aku sangat berharap dapat bisa menjadi pemain basket yang memiliki banyak medali dan membanggakan orang tua ku. Tapi aku sedikit insecure dengan temanku.”
Yayan hanya terus berdiam tanpa menyadari bahwa matahari sudah terbenam. Leon terus mengeong, tetapi Yayan tidak menghiraukan Leon. Beberapa menit kemudian, seorang pria menepuk Pundak Yayan.
“Kenapa belum pulang? Mama mencarimu sedari tadi.”
“Yayan, kamu mau pulang atau tidak?”, tanya pria itu lagi karena Yayan tidak menghiraukan
ucapannya tadi.
Pria itu yang merasa tidak ada respon dari Yayan langsung duduk di sampingnya. Mereka
berdiam cukup lama.
“Yan pulang yuk, sudah sore ini”, ucap pria itu dengan Leon di gendongannya.
“Loh, Ko Winata? Kok disini”, ucap terkejut Yayan yang begitu tahu ada saudaranya -pria itu- Winata.
Yayan langsung berdiri dan mengajak Winata untuk pulang ke rumah. Malam harinya, setelah makan malam Winata langsung menuju ke kamar Yayan. Dia merasa aneh dengan Yayan selama beberapa hari ini. Yayan yang selama ini aktif dan banyak tingkah menjadi sangat pendiam.
"Yayan kamu ngerjain tugas?” tanya Winata yang melihat Yayan sedang duduk di meja belajarnya.
“Enggak Ko, eh iya baru belajar ko ini”, jawab Yayan dengan berbelit-belit.
Winata tertawa melihat tingkah adiknya, lalu berdeham paham bahwa adiknya sedang ada masalah.
“Kalau kamu merasa ada pikiran bisa ngobrol sama Koko itu kalau kamu gak berani sama mama dan papa”, ucap Winata sambal mengelus rambut belakang Yayan.
Yayan hanya terdiam merasa bimbang apakah harus menjelaskan tentang mimpinya dan ucapan temannya atau tidak. Winata yang peka kalau Yayan bimbang hanya tersenyum.
“Kalau gak mau cerita juga gak papa, udah lanjut belajar aja kamu”, ucap Winata yang sudah berada depan pintu.
“Tunggu Ko, aku pengen cerita”, ucap Yayan secara langsung waktu mendengar suara pintu akan tertutup. Winata langsung masuk kembali dan duduk dihadapan adiknya itu.
Winata dan Yayan terdiam selama beberapa menit, baik Winata maupun Yayan tidak ada yang memulai pembicaraan. Yayan yang masih focus dengan pikirannya dan Winata yang senatiasa menunggu adiknya bercerita lebih dulu.
Yayan berdeham, “Ko, beberapa hari terakhir ini aku sering bermimpi menjadi seorang pemain basket. Tapi waktu aku ada pelajaran olahraga beberapa temanku mengejek kalau permainan basket ku sangat jelek.”
“Aku menjadi kurang pede untuk bermain basket kembali, mereka selalu mengatakan permainan ku tidak sebanding dengan mereka”, lanjut Yayan sambal memainkan jari-jarinya.
Winata yang mendengar cerita Yayan tersenyum dan langsung menepuk Pundak Yayan.
“Kenapa kamu menghiraukan ucapan mereka? Kamu harus percaya diri juga kalau kamu bermain basket dengan bagus.”
“Tapi Ko-”, ucap Yayan yang langsung diputus oleh Winata.
“Kamu kalau dengerin kata-kata mereka harusnya jadikan motivasi, jangan dibuat overthingking. Kamu harus yakin kalau kamu bisa dan kamu juga harus terus berlatih dan belajar.”
Yayan terdiam cukup lama, mencerna ucapan kakaknya yang benar. Seharusnya dia menjadikan motivasi bukannya memikirkan hal yang buruk.
“Tapi Ko, aku satu ekstrakulikuler dengan mereka.”
“Loh emang belajar basket cuman bisa di sekolah aja? Di luar sekolah juga bisa, kalau kamu mau ayo belajar sama Koko dan temen koko, mereka banyak yang bisa main basket”, ucap Winata meyakinkan Yayan.
“Loh emang mereka mau? Soalnya Koko dan temen-temen koko pasti sibuk”, tanya Yayan dengan keraguan karena Winata dan teman-temannya sudah memasuki semester lima perkuliahan.
“Haha itu mah tenang aja, bentar lagikan liburan kita bisa belajar basket bareng. Sekalian isi liburan kamu bukan cuman main game sama tidur aja”, ucap Winata sembari bercanda kepada Yayan.
Yayan setelah mendengar itupun langsung setuju dan segera berharap untuk cepat liburan tiba. Dia
sangat berharap bisa belajar bermain basket untuk meningkatkan bermainnya menjadi lebih baik.
“Terus semangat Yayan”, ucap Winata dalam hati setelah menutup pintu kamarnya dan berharap mimpi Yayan menjadi kenyataan.