Di sebuah hutan, hiduplah keluarga kelinci yang terdiri dari empat orang. Mereka adalah nyonya kelinci, Ron si sulung, Son si bungsu, dan Jil si anak tengah. Di seberang hutan terdapat sebuah rumah kayu yang dikelilingi oleh perkebunan yang sangat luas, di sana tinggal seorang petani yang sering nyonya kelinci ceritakan.
“Petani itu sangat jahat, dia pernah menangkap keluarga kita. Dia tidak pernah Kembali lagi sampai sekarang.” Ujar nyonya kelinci.
Cerita nyonya kelinci membuat dua anaknya takut, terkecuali si anak tengah, Jil. Kelinci kecil itu terkenal sebagai kelinci yang pemberani dan sedikit sombong, mendengar cerita dari ibunya tidak membuat dirinya takut sedikitpun.
Pagi itu, keluarga kelinci bersiap-siap untuk melakukan aktivitas masing-masing. Stelah memakaikan pakaian pada ketiga anaknya, nyonya kelinci beralih untuk mengambil air dan mulai menyebutkan tugas yang harus dikerjakan merek hari ini.
“Hari ini ibu akan mengambil air ke sungai, dan tugas kalian adalah mencari buah-buahan untuk makan siang.” Ujar nyonya kelinci.
Ketiga anaknya mengangguk dengan kompak.
“ingat pesan ibu, ya. Tugas kalian hanya mencari buah-buahan, lekas Kembali Ketika keranjang kalian sudah terisi.” Pesan nyonya kelinci sambil meletakkan dua keranjang pada mereka.
Setelah berpesan, nyonya kelinci bergegas pergi ke sungai sambil membawa ember.
Tiga kelinci kecil berjalan santai menyusuri hutan untuk mencari buah-buahan. Setelah bebeberapa waktu berjalan, mereka melihat rimbunan tumbuhan berry yang berbuah lebat. Ketiganya segera mendekati rerimbunan dan mulai memtik berry satu persatu.
Di tengah kegiatan memetik, Jil teringat dengan kisah yang sering diceritakan sang ibu. Katanya petani memiliki lahan perkebunan yang luas, ‘di sana pasti banyak buah dan sayuran yang lezat,’ ucap jil dalam hati.
“saudaraku, tidakkah kita perlu mengecek ke ladang pak tani?” ujar Jil.
Ron dan Son kaget mendengar perkataan Jil, “Tidak, adikku. Ibu bilang di sana sangat berbahaya,” ujar Ron memberitahu.
“Kurasa itu hanya cerita yang ibu buat agar kita tidak bermain terlalu jauh,”
“Hei, itu tidak benar! Ibu tidak mungkin berbohong.” Marah Son.
“Kalian hanya kelinci penakut. Baiklah, jika kalian tidak ingin pergi maka aku akan pergi sendiri.” Ujar Jil sembari berlalu meninggalkan kedua saudaranya.
Jil berjalan sendirian di hutan yang begitu luas. Kelinci kecil itu tidak tahu ke mana arah rumah pak tani, tapi dari cerita ibunya rumah itu berada di sebelah barat hutan.
“Jika aku berhasil membawa buah dan sayuran yang banyak, ibu pasti akan bangga padaku.” Ujarnya bersemangat.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Jil melihat sebuah rumah kecil berpagar kayu. Hati Jil senang tidak terkira, kelinci itu melompat cepat menuju pagar kayu.
Keberuntungan rupanya tengah berpihak pada Jil, pagar kayu itu memiliki lubang yang cukup besar sehingga dia bisa masuk dengan mudah.
Mata Jil terbuka lebar saat melihat ladang pak tani yang sangat luas, ternyata apa yang ibunya ceritakan benar. Di ladang itu terdapat banyak buah dan sayur. Jil melihat jajaran wortel yang masih tertancap di tanah, adapula kubis yang berukuran besar, hingga buncis yang bergantung indahnya.
Kaki kecil Jil berlari menghampiri wortel, memakannya sepuas yang dia inginkan. Kemudian dia beralih memetik buncis, rasanya sungguh lezat.
“Apa ada buah atau sayuran lain di sini? Aku yakin ladang pak tani lebih besar dari ini,” ujarnya sambil mengunyah kubis. Sebelum pergi kelinci kecil itu tidak lupa memasukkan wortel dan kubis yang berukuran besar ke dalam kantungnya untuk di bawa pulang.
Jil berjalan perlahan menyusuri setiap sudut lahan, “ini benar-benar surga makanan,” ucapnya takjub.
Tanpa di sangka, di tengah rasa takjubnya Jil bertemu dengan seorang manusia berjanggut putih yang membawa garpu taman.
“Hei, pencuri kecil!” teriaknya.
Dia adalah pak tani!
Jil segera berlari sekuat tenaga menghindari kejaran pak tani yang memergokinya mencuri sayuran. Pak tani mengayunkan gapunya, namun Jil berhasil menghindar dengan melompat.
Kelinci kecil itu uterus berlari di tengah ladang yang luas, sampai tak sadar dirinya tersesat.
Jil menengok ke kanan dan kiri, berusaha mencari jalan keluar. “Di mana pagar kayu tadi?” ujarnya kian cemas.
“Hei, berhenti!” teriakan pak tani menyadarkan Jil, dan kelinci itu Kembali berlari tak tentu arah.
Tanpa di duga, Jil terjerat jaring yang pak tani siapkan untuk jebakan.
Jil terjebak, kelinci kecil itu berusaha melepaskan diri tapi tidak berhasil seolah ada yang menahannya. Di tengah usahanya, Jil melihat rombongan burung yang terbang di atasnya.
“Hei, tolong aku!” teriak Jil.
Setelah beberapa kali meminta tolong, salah satu burung menoleh dan mengajak temannya untuk menghampiri Jil.
“Apa yang terjadi padamu, kelinci kecil?” tanya burung.
“Aku terjebak di jaring ini, bisakah kalian membantuku?” tanya jil penuh harap.
Burung-burung itu mengangguk dan membantu menarik tubuh jil. Namun, tidak berhasil. Kelinci kecil itu tidak bergerak, dia terjebak.
“Bagaimana ini? Pak tani pasti akan menangkapku,” tangis Jil mulai frustasi.
“Apa yang kau bawa di kantongmu itu?” tanya salah satu burung.
“Ini sayuran untuk ku bawa pulang.”
“itu benda yang membuatmu tersangkut, sekarang lepaslah bajumu.” Saran burrung.
“tidak! Aku akan memberikannya pada ibuku, dia akan memujiku,”
Burung-burung itu saling berpandangan, “tidak ada yang bisa kamu bawa jika kamu masih terjebak di sini. Sekarang terserahmu, ingin terjebak di sini atau melepaskan bajumu dan pulang ke rumah.”
Jil terdiam cukup lama. Ternyata kakaknya benar, di sini sangat berbahaya untuk kelinci kecil sepertinya. Hanya karena ingin terlihat lebih baik dari saudaranya yang lain, Jil jadi arogan dan angkuh. Seharusnya ia mendengarkan perkataan kedua saudaranya.
Akhirnya Jil menurut dan melepas bajunya dibantu oleh para burung.
Setelah berhasil keluar, kelinci kecil itu segera pulang dengan dibantu oleh para burung.
“Jil, ke mana saja kau?” tanya sang ibu cemas.
Jil tidak menjawab, ia merasa sangat menyesal dan hanya dapat menunduk.
“Maaf, bu. Aku tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Jil penuh penyesalan.
Nyonya kelinci tersenyum mendengar permohonan maaf Jil, dia bersyukur karena anaknya dapat pulang dengan selamat. Dia berharap apa yang dilalui Jil hari ini akan menjadi pelajaran berharga baginya.
_____________________
Oleh : Rizka Awaliah
Sc picture: pixabay