Catatan sejarah yang tertulis dengan tinta emas itu, tak lain dari usaha para pemula daulah Utsmaniyah juga. Usman Al - Ghazi, sang pemula, Dengan perkasanya menaklukkan pasukan Tartar. Perjuangan pun tak henti disitu, pada masa selanjutnya perjuangan masih berlanjut. Semua hal itu, tak lain untuk mewujudkan nubuat Rasulullah Saw tersebut.
Kesultanan Utsmaniyah adalah bukti sejarah kegemilangan umat islam. Dalam catatan sejarah itu, kesultanan Utsmaniyah mampu menguasai dan manaklukkan 2/3 wilayah didunia. Mulai dari wilayah timur sampai ke wilayah Nusantara. Di Nusantara, tercatat kesultanan Utsmaniyah memiliki hubungan atau relasi dengan kesultanan Aceh. Lantas, bagaimana hubungan keduanya bisa terjalin?
Jarak yang sangat jauh dan lautan yang memisahkan kedua kesultanan ini, tidak menjadi penghalang hubungan ukhwah islamiyah itu hadir. Ketika aceh sedang berusaha melawan Portugis di Nusantara, kesultanan Utsmaniyah berulang kali mengirim bantuan. Pada tahun 1565, Sultan Ali Mughayat Syah Al - Qahhar mengirim utusan ke Istanbul, dengan membawa hadiah sebagai bentuk ketundukan dan permintaan bantuan untuk mengusir Portugis. Sultan Selim II, yang saat itu menduduki tahta, menerima permintaan bantuan itu. Ia mengirim pasukan dan meriam ke kesultanan Aceh. Dimana pada masa itu, meriam adalah senjata yang paling canggih dan tidak banyak kesultanan memilikinya.
Pengiriman utusan dari Aceh ke Istanbul pada saat itu dikenal dengan peristiwa Lada Secupak. Lada secupak berasal dari bahasa Aceh yang dalam bahasa Indonesia berarti Segenggam Lada. Lantas, mengapa peristiwa itu disebut lada secupak?
Baca Juga : Inkisyariyah (Jeniseri) Pasukan Legendaris Kesultanan Utsmaniyah
Pada saat kesultanan Aceh mengirim utusan ke Istanbul. Utusan tersebut tidak langsung bisa menghadap sultan. Mereka harus menunggu hampir dua tahun. Sultan Sulaiman yang berkuasa pada saat utusan dari Aceh datang, pada saat itu sedang memimpin perang melawan Hongaria. Dalam penungguan sultan tersebut, perbekalan yang dibawa utusan Aceh semakin menipis, hingga akhirnya satu persatu barang yang akan dipersembahkan kepada sultan mulai dijual. Barang berharga yang tersisa hanya segenggam lada atau lada secupak.
Utusan kesultanan Aceh harus menunggu lebih lama lagi, setelah mendengar kabar sultan Sulaiman syahid dalam medan perjuangan. Utusan harus menunggu sampai diangkatnya sultan baru di kesultanan Utsmaniyah. Sultan Selim II, yang menggantikan sultan Sulaiman akhirnya bersedia menerima rombongan utusan dan mengabulkannya permintaannya.
Untuk membantu kesultanan Aceh, sultan Selim II tidak hanya mengirim pasukan tempur. Sultan Selim II juga mengutus ahli strategi dan militer kesultanan Utsmani ke Aceh. Di Aceh, para utusan sultan Selim II mendirikan tempat - tempat pelatihan militer atau sekarang kita sebut akademi militer. Pahlawan nasional seperti Laksamana Malahayati dan sultan Iskandar Muda pernah menerima pelatihan ditempat itu. Para pasukan Utsmani juga memberikan pengajaran lain, seperti pengajaran menempa besi untuk dijadikan peralatan perang. Konan kabarnya, Rencong yang merupakan senjata tradisional Aceh, adalah hasil rancangan tentara Utsmani.
Baca Juga : Sultan Muhammad II (Al - Fatih) Penakluk Konstantinopel 1453 M
Buya Hamka dalam bukunya, Sejarah Umat Islam, menulis keterangan bahwa, pengaruh Daulah Utsmani di Nusantara sangat terasa. Sampai sekarang, dusun - dusun di Ulu Palembang, Tanah Bugis, Minangkabau, terutama di Aceh masih banyak menggantung gambar - gambar sultan Utsmani. Bahkan pada khutbah kedua shalat jum'at di kampung - kampung masih banyak yang mendoakan pemimpin Utsmani.
Selain itu, raja - raja yang memiliki gelar sultan. Mereka memiliki hubungan dengan kesultanan Utsmaniyah. Untuk mendapatkan izin menggunakan gelar tersebut mereka mengirim upeti ke Istanbul. Sehingga hubungan antara kesultanan yang mereka kuasai bisa terjalin baik dengan kesultanan Utsmaniyah.
Baca Juga : Penakluk Konstantinopel, Sultan Muhammad Al - Fatih
Dapat diambil kesimpulan, antara kesultanan Utsmaniyah dengan kesultanan Aceh memiliki relasi atau hubungan yang sangat baik. Hal itu didasarkan pada semangat membangun ukhwah islamiyah antar keduanya. Sehingga jarak yang begitu jauh dan waktu yang begitu panjang tidak bisa memutuskan tali persaudaraan dan kesatuan iman tersebut.
Oleh : Mushpih Kawakibil Hijaj, penulis penadiksi.com.