Ayra melangkahkan kakinya dengan tertatih-tatih. Pandangan matanya sayu, seluruh tubuhnya bergetar hebat. Tangannya dengan lembut mengusap perut yang didalamnya terdapat janin yang baru berusia lima minggu.
***
"Maaf Ayra, tapi aku tidak bisa menikah denganmu, " ujar Bisma dengan kepala menunduk. Ia terlihat berat mengatakan semua itu. Ia tahu anak yang ada dalam kandungan Ayra merupakan hasil hubungan terlarangnya dengan gadis yang sejak setahun ini berhubungan dekat dengannya. Mereka saling mencintai, tetapi hubungan itu tidak mendapatkan restu dari orang tua Bisma.
Orang tuanya menganggap Ayra tidak pantas bersanding dengan Bisma karena gadis itu hanyalah anak seorang tukang becak. Keluarga Bisma merupakan keluarga terpandang di desanya, jadi tak mungkin memilih Ayra sebagai menantu mereka yang berasal dari kalangan orang biasa.
"Lalu apa arti hubungan kita selama ini, apa selama ini kau anggap aku seorang pelacur dan pemuas nafsumu saja? " sinis Ayra dengan bibir yang bergetar.
"Aku benar-benar minta maaf Ayra, aku...tid"
"Cukup, Bisma. Ternyata dirimu sepengecut itu. Aku sungguh menyesal telah mengenalmu selama hidupku! " pekik Ayra dengan bulir-bulir yang terus membasahi pipi putihnya. Ia berlalu pergi meninggalkan Bisma yang hanya berdiri seperti patung dengan kedua tangan yang ia tangkupkan di depan dada. Ayra berlalu dengan hati yang getir dan perasaan sedih serta kecewa yang menyeruak ke seluruh jiwa. Ia usap kasar air mata yang tak mau berhenti menetes.
"Hah, akhirnya aku tahu siapa dirimu, Bisma. Kau memang benar-benar pengecut. Hiks... Hiks.... " gumamnya lirih dengan hati yang teramat perih.
Baca Juga : [Cerpen] Fatin - Maulidya
Ayra tidak mau terpuruk pada keadaan yang menimpanya. Ia tetap bertekad ingin mewujudkan cita-citanya, meskipun dalam keadaan berbadan dua. Beberapa hari setelah perdebatan singkat dengan Bisma, Ayra fokus untuk menyelesaikan skripsi kuliah kedokterannya. Ia tersenyum getir saat menyadari dirinya yang seorang mahasiswa fakultas kedokteran, tetapi hamil di luar nikah. Apa pandangan orang-orang terhadapnya nanti, bukankah dia akan di cemooh dan mungkin dianggap perempuan yang tidak bermoral?
Andai saja malam itu ia tidak mengalami hipotermia yang berujung Bisma yang berusaha untuk menghangatkan tubuhnya, mungkin kejadian yang berakibat fatal itu tidak akan pernah terjadi. Ya saat itu, Ayra dan Bisma pulang dari acara kampus. Di tengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Bisma menepikan kuda besi yang dia kendarai bersama Ayra pada sebuah gubuk di pinggir jalan.
Hujan deras disertai angin kencang, membuat tubuh Ayra menggigil dan mengalami hipotermia yang begitu hebat. Bisma berusaha memeluk dan memberi kehangatan pada tubuh Ayra yang merinding karena kedinginan. Dengan keadaan itu, Bisma hanyut terbawa suasana dan akhirnya melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama.
Baca Juga : [Cerpen] Lari Pa! - Fifa Lana S.
***
Waktu pun berjalan dengan semestinya. Hari-hari dilalui dengan penuh keikhlasan. Ya, apa yang bisa dilakukan selain hal itu? Manusia memang mempunyai keinginan dan harapan, tetapi yang Maha Kuasa, adalah penentu segalanya.
Ayra telah melaksanakan prosesi wisuda. Ia lulus dengan nilai terbaik dan menjadi dokter muda yang berprestasi. Sebagai dokter muda ia banyak ditawari untuk bergabung di beberapa rumah sakit. Ia pun akhirnya menjatuhkan pilihan pada sebuah rumah sakit swasta di kota tetangga. Ia bersyukur tiada terkira kepada sang Maha Kuasa karena masih diberikan kasih sayang yang luar biasa padahal ia telah melakukan dosa. Begitulah, bahwa Alloh SWT., akan selalu memberikan kasih sayang pada umatNya. Terlepas dari manusia itu menganggap dirinya penuh dosa, tapi Dia Maha Mengetahui apa yang terjadi pada umatNya. Karena Dia sang Pemilik Kehidupan.
Baca Juga : [Cerpen] Menjaga Hati Untuk Yang Tak Diridhoi - Siti Nurmaisah Nasution
***
Ayra sudah 5 tahun bekerja sebagai dokter di salah satu rumah sakit di kota A. Dia merupakan dokter umum yang sangat ramah terhadap pasiennya, sehingga banyak pasien yang berharap ditangani olehnya.
Arkan, anak yang dia lahirkan. Dari bayi sudah dititipkan kepada tetangga yang sangat membutuhkan pekerjaan karena suaminya tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka dikarenakan mengalami sakit stroke.
Ayra meniti karirnya dari nol. Dia berjuang disaat kondisinya tengah mengandung. Awalnya memang terasa sulit, tetapi dia tidak menyerah. Ayra ingin membuktikan bahwa ia mampu mencapai cita-cita walaupun dalam keadaan rapuh sekalipun.
"Aku harus kuat. Aku ingin membahagiakan abah dan ambu. Aku ingin mengubah hinaan orang terhadap keluargaku menjadi sebuah kebanggaan. " tekadnya saat Ayra memutuskan untuk meninggalkan keluarganya di kampung halaman dan mengadu nasib di kota besar.
Ayra membuktikan hal itu. Berbekal prestasi, kepercayaan diri dan selalu menggantungkan harapan pada sang Khaliq, ia berhasil melalui semua ujian yang dihadapi.
"Bunda.... " panggil Arkan saat melihat kedatangan sang bunda menjemputnya di sekolah.
"Assalamu'alaikum anak bunda yang ganteng, " sapa Ayra sambil mengulurkan tangan kepada Arkan. "Gimana tadi kegiatan di kelasnya, Arkan bisa mewarnai sendiri? " tanyanya sambil mengecup kening mungil sang anak.
"Wa'alaikumsalam bundanya Arkan yang cantik, " sahut Arkan melengkungkan bibirnya membentuk senyum. "Bisa dong, bun. Tadi aku mewarnai SpongeBob dan teman-temannya. Ada Patrick, tuan Crab dan Squidward, " celoteh Arkan dengan bangga dan membusungkan dadanya.
Sungguh sangat menggemaskan bagi Ayra. Dia tidak menyangka kehadiran anak yang awalnya tidak diharapkan itu, memberi warna pada kehidupannya yang seakan kelabu.
Baca Juga : [Cerpen] Senandita - Amelia Sholehah
***
"Ayra, aku ingin kita bersama seperti dulu lagi. Aku mau kembali padamu! "
Suara bariton itu mengalihkan pandangan Ayra dan Arkan yang sedang asyik bercengkrama. Ayra menatap laki-laki itu dengan pandangan yang sulit diartikan.
Ayra masih mengenali suara khas itu. Ia hanya diam dan menyunggingkan senyum getir pada pria yang ada dihadapannya. Perempuan itu tidak menyangka dan sama sekali tidak mengharapkan kedatangan Bisma lagi dalam hidupnya. Baginya semua hanya masa lalu dan tentu saja dia tidak akan terbujuk oleh rayuan lelaki yang tidak bertanggung jawab seperti Bisma.
"Halo,,, boy! Namamu Arkan bukan?" tanya Bisma pada Arkan. "Kenalin, aku Bisma, ayah kandungmu anak tampan!" serunya pada anak kecil di hadapannya tanpa basa basi.
Sontak hal itu membuat Ayra dan Arkan tersentak kaget. Tubuh Ayra meremang, netranya menampakkan bulir-bulir yang siap untuk ditumpahkan. Tanpa aba-aba tubuh Arkan digendong oleh Bisma dan dibawa pergi dari sana. Arkan menjerit dan terus memanggil sang bunda.
"Arkan, sayang! Hei, manusia bi*d*b, mau dibawa kemana anakku?! " racau Ayra dengan histeris.
Bisma sendiri langsung memasukkan Arkan ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja. Dalam perjalanan, Arkan tidak berhenti menangis dan terus memanggil bundanya. Tangan kecilnya tidak berhenti memukul kaca jendela mobil.
Jauh dilubuk hatinya Bisma menangis dengan apa yang dilakukannya terhadap Ayra dan Arkan sang anak, tetapi dia juga tidak mempunyai pilihan lain karena sang ayah begitu menginginkan cucu. Dari pernikahannya dengan Lisna, dia tidak memiliki anak karena sang istri ternyata mandul. Kedua orang tua Bisma mengetahui bahwa Arkan adalah cucu mereka. Maka dari itu mereka menyarankan Bisma untuk membawa Arkan dan memintanya untuk tinggal bersama keluarga besar itu. Mengingat Bisma adalah anak satu-satunya, maka tidak ada harapan lagi untuk memiliki keturunan. Sedangkan apabila Bisma menceraikan Lisna, maka bisnis keluarga mereka dipastikan akan mengalami kebangkrutan. Mengingat selama ini keluarga Lisna yang menopang bisnis keluarga Bisma sehingga bisa berkembang dan sama majunya dengan bisnis keluarga Lisna.
Baca Juga : [Cerpen] Mengenalmu Adalah Takdir - Intan
***
Sementara itu di tempat yang berbeda, Arya masih syok setelah sebelumnya tak sadarkan diri. Ia ditemani oleh beberapa rekan dokter yang lain di rumah sakit tempatnya bekerja. Ayra tak henti-hentinya terisak sambil menggumamkan nama anaknya.
"Dokter Ayra, lebih baik segera lapor polisi, ini penculikan namanya!" seru Dokter Rudy yang merasa kasihan melihat kondisi Ayra.
"Betul dok. Kalau begitu saya akan menelepon kakak saya, kebetulan hari ini dia sedang ada di kantornya, " sahut Dokter Bella tak kalah panik. Bergegas ia mengambil gawai di dalam kantong jas putih yang ia kenakan. Lalu dokter muda itu menghubungi sang kakak yang seorang polisi. Dokter Bela menceritakan kronologi penculikan yang dialami oleh Arkan dan memohon sang kakak untuk segera menyelesaikan kasus ini secepatnya.
Beberapa hari berlalu, tidak ada tanda kasus penculikan itu akan segera berakhir. Bukan berarti pihak kepolisian tidak bertindak, tetapi sebagaimana pihak yang memiliki kekuasaan, keluarga Bisma begitu sulit untuk diajak kompromi. Hingga akhirnya Arkan jatuh sakit karena anak itu tidak mau makan dan selalu memanggil sang bunda. Anak berusia 5 tahun itu mengalami demam yang cukup tinggi, sehingga dia dirawat di rumah sakit tempat Ayra bekerja. Bisma lah yang bersikeras agar Arkan dirawat di sana, dia tidak tega melihat sang anak yang selalu menangis dan mengalami perubahan berat badan karena tidak adanya asupan makanan yang masuk ke tubuh Arkan.
Awalnya keluarga besar tidak setuju, tetapi dengan ancaman dari Bisma yang mau menceraikan sang istri, akhirnya semua patuh dan menyetujui Arkan untuk dirawat di rumah sakit tempat Ayra bekerja.
"Aaa,,, dimakan dulu ya sayang buburnya, biar kamu cepat sembuh, " ucap Ayra dengan lembut sambil menyodorkan sendok berisi bubur hangat ke mulut sang anak. Awalnya Arkan menolak, tetapi dengan segala bujukan, anak kecil yang selama 5 hari itu tidak bertemu dengan sang bunda, akhirnya mau makan dan minum dengan semangatnya.
Kreeeik,,, pintu ruang rawat Arkan terbuka, dan saat melihat sosok yang datang, anak kecil itu begitu ketakutan. Tangannya gemetar hebat. Bergegas kedua tangan mungil dan putih itu menggenggam tangan sang bunda begitu erat, ia pun menyusupkan kepala ke bawah ketiak Ayra.
Baca Juga : [Cerpen] Jendela - Triecahyadi Djoko
Sontak hal itu membuat hati Bisma begitu miris. Sekejam itukah dirinya hingga darah dagingnya sendiri begitu ketakutan saat melihat dirinya datang menghampiri anak kecil itu.
"Aku mau pulang Bunda, aku nggak mau dibawa orang itu lagi. Ayo kita pulang ke rumah Bunda, " lirih Arkan dengan suara yang gemetar.
Bisma memejamkan matanya mendengar ucapan bocah kecil itu. Tubuhnya meremang, tangannya mengepal dan rahangnya mengerat. Ia mengutuk dirinya sendiri karena telah membuat anaknya sendiri ketakutan.