Haikal pemuda gemuk berkacamata serta berambut cepak memainkan nasi dengan lauk oseng buncis, ia sejak tadi hanya memainkannya saja, wajahnya resah. Parto, ayah Haikal yang sehari-harinya menjadi seorang karyawan di sebuah BUMN bidang telekomunikasi menegurnya, apalagi alasan Haikal sangat tidak masuk akal.
“Itu lagi dari kemarin! Jaman sekarang mana ada gituan!” Bentak Parto yang tentu saja dapat ditebak dengan mudah oleh Haikal.
Memang sudah dua minggu ini Haikal mengalami pengalaman mengerikan yang tidak pernah ia alami sepanjang hidupnya, pemuda lulusan paket C itu diteror seorang nenek-nenek tua dengan wajah menyeramkan yang menggedor-gedor jendela rumahnya. Haikal cemas, ia berusaha memasukkan nasi ke dalam mulut dan mengunyahnya pelan-pelan.
Tiba-tiba terdengar suara keras Putri, sang ibu, dari ruang televisi, meminta Haikal segera tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dengan tak kalah keras Haikal beralasan bahwa dirinya masih makan.
“Masih makan, bu! Baru sempat! Tadi ngerjain konten berita dulu buat hari ini!”
Putri, seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan muncul dari ruang televisi, ia memarahi Haikal yang mementingkan pekerjaan secara berlebih.
Haikal sendiri seorang penyandang kecemasan sosial sejak masih SMP, ia jarang keluar rumah kecuali jika sangat terpaksa, pertemuan keluarga pun hanya karena ada teman sepupunya yang menurut penilaian Haikal sangat cantik. Oleh karena itu ketika ada kesempatan kerja yang sama sekali tak perlu keluar rumah serta memperbesar peluang untuk tidak bertemu orang lain karena kesibukan, Haikal menerimanya.
“Kamu udah kerja dari siang sampe sekarang. Tolong jangan terlalu kerja keras! Sekarang tidur!” Perintah Putri.
Dengan gemetar akibat takut teror sang nenek Haikal pun berlalu pergi memberanikan diri ke kamarnya untuk tidur. Baru beberapa langkah tiba-tiba Putri berkata:
“Eh cuci piringnya dulu, emangnya bapak ibumu babu apa!?"
Haikal baru sadar jika Bi Jirah sedang izin mengurus kelahiran cucu di kampung, Haikal pun mencuci piring bekas makannya, sebelumnya nasi yang masih sangat banyak itu ia taruh di tempat makan kucing, dua kucing angora milik keluarga pun menghampiri, Jeannie dan Chika terlihat makan dengan lahap.
Haikal mulai mencuci piring, ia mencuci dengan perlahan karena begitu takutnya untuk pergi ke kamar, ia sangat ketakutan dengan nenek yang meneror dirinya tersebut, apalagi bukan sekali dirinya melihat penampakan sosok nenek tua menyeramkan yang menggedor jendela rumahnya.
Pemuda yang juga divonis dengan gangguan jiwa skizofrenia tersebut awalnya mengira bahwa gedoran ke jendela kamarnya adalah ulah Roni, kawan satu kompleks yang hampir tiap hari bermain ke rumah, tapi begitu terkejutnya ia ketika mendapati sosok nenek tua yang menggedor-gedor jendelanya, di hari pertamanya diteror Haikal memberitahu kedua orangtuanya tapi tak digubris karena riwatat kejiwaan dirinya.
Hari kedua dan seterusnya ia kembali diteror sampai seringnya tidur diatas jam 12 malam dan memang diwaktu tersebutlah biasanya gedoran jendela oleh si nenek tak terdengar lagi.
Juga pernah di hari kedua, saat kedua orang tuanya pergi untuk mengurus Bi Jirah yang sedang sakit, Haikal yang mengira kedua orang tuanya lah yang menggedor jendela karena mengganggap si nenek menyeramkan tidak mungkin kembali datang pun menyibakkan korden, tapi justru yang ada dibalik jendela adalah nenek seram tersebut.
“Kok lama amat nyucinya?” Suara keluh Putri terdengar tiba-tiba.
“Masa kamu gak bisa nyuci piring. Sini biar ibu aja!” Bentak Putri menyuruh putranya untuk segera ke kamar dan tidur.
"Selamat tidur!" Tambah sang ibu.
Haikal segera pergi menuju kamarnya, ia berharap nenek yang sudah menerornya selama dua minggu itu tidak datang lagi untuk selama-lamanya, ia amat berharap bahwa kemarinlah hari terakhir si nenek meneror, tapi baru sampai di depan kamar suara gedoran mulai terdengar, Haikal amat ketakutan, beruntung Parto lewat, kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Haikal, ia pun memanggil sang ayah, tapi harapan untuk membuat Parto percaya bahwa selama ini yang didengar bukanlah delusi atau halusi pendengaran karena skizofrenia pemunda tanggung tersebut begitu mengecewakan.
“Udah minum obat?” Itulah kalimat yang terucap dari mulut Parto sambil berlalu pergi meski gedoran pintu semakin terdengar jelas.
“Selamat tidur. Jangan lupa kunci pintunya.” Tambah Parto yang makin membuat Haikal ketakutan karena kini ia benar-benar sendiri.
***
Haikal mencoba untuk tidur tapi gedoran jendela makin keras saja, ia pun berniat merekam suara gedoran tersebut dengan handphone miliknya, tapi kemudian mengurungkannya, sebab pernah ia memberanikan diri untuk merekam suara gedoran pintu dan menunjukkan pada kedua orang tuanya, tapi suara gedoran yang amat sangat terdengar jelas dalam rekaman bagi Parto dan Putri hanyalah suara kipas angin serta jangkrik yang memang biasa berbunyi di malam hari.
Tak ingin lagi emosi sebab membanting handphone sampai pecah disebabkan emosi Haikal tersulut karena jelas-jelas suara gedoran terdengar di handphone tetapi kedua orang tuanya justru tak mendengar, Haikal pun berusaha mengabaikan nenek tersebut dan tidur, juga Haikal tak ingin keluar uang lagi untuk membeli handphone baru kalau-kalau ia mendapati keadaan yang sama dimana Parto dan Putri sama sekali tidak mendengar suara gedoran jendela yang jelas-jelas menurut kuping Haikal amat terdengar jelas.
Tapi gedoran di pintu tak mau hilang juga, sudah hampir tiga jam Haikal diteror, ia pun gelisah, dengan ketakutan ia mencoba mengambil earphone di meja. Benar saja ketakutan Haikal menjadi nyata, halilintar yang menggelegar membuat wajah si nenek peneror terlihat jelas akibat korden yang tipis diterangi cahaya halilintar, Haikal yang ketakutan sekaligus terkejut setengah mati segera berlari ke kasurnya, bersamaan dengan itu ia baru sadar jika earphonenya sudah rusak, disebabkan kabelnya putus, itu terjadi di hari kedua teror sang nenek, Haikal yang tahu suara lagu di handphone bisa membuang suara gedoran jendela di telinganya dengan tangan gemetar mencoba memakai earphone, dengan terburu-buru Haikal memperbaiki kabel earphone karena akan terlalu pendek jika kabel masih saling melilit, malang ketika mencoba untuk memisahkan kabel dari kabel yang lain kabel earphone tanpa sengaja putus.
Haikal kemudian memutuskan untuk berdoa, dirinya memang seorang kristiani tapi Haikal sama sekali tidak religius dan menjadikan agama hanya untuk agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga saja, Haikal yang tidak percaya dengan Tuhan pun berdoa, ia berdoa berkali-kali, tapi gedoran di pintu masih saja terdengar, dengan refleks akibat mentalnya yang tertekan Haikal pun berdoa dengan suara tak kalah keras dengan suara gedoran yang menerornya.
“Di dalam nama Tuhan aku perintahkan engkau enyah wahai iblis betina!” Pekik Haikal, dan sesuai harapan pemuda gemuk berkacamata tersebut suara gedoran di jendela pun tak terdengar lagi, Haikal lega, ia melihat kearah jam di dinding yang menunjukkan pukul 00.02 dinihari, Haikal pun langsung tertidur karena energi mental dan fisiknya terkuras.
***
Haikal sedang mengerjakan tugas konten dari portal berita yang menaunginya, ia begitu fokus menulis artikel, ia amat fokus menulis hingga suara sang ibu membuat Haikal terjaga dari dunia kerjanya.
“Kal, bobo! Udah jam 10 malam. Kamu udah kerja dari jam 2 siang masih aja nulis artikel. Istirahat! Selamat tidur!” Putri memarahi putranya itu sambil mematikan lampu.
Haikal pun segera menuju kamarnya, dan suara gedoran pintu terdengar, Haikal masuk dengan ketakutan, apalagi kemungkinan nenek yang menerornya tersebut adalah setan karena ketika doa kemarin dipanjatkan nenek tua tersebut langsung pergi, dan oleh karena kali ini setan berwujud nenek-nenek itu kembali lagi Haikal menyimpulkan bahwa si nenek bukanlah setan biasa.
Sudah sekitar 45 menit Haikal berdoa tapi gedoran pintu masih terdengar, Haikal pun amat lelah karena harus fokus berdoa sedang suara gedoran di jendela selalu mendistraksinya, ia yang sejak hari kemarin menjadi orang percaya mempelajari cara berdoa yang benar.
Haikal yang baru tahu bahwa doa harus disertai percaya dan seolah sudah menerima selalu kehilangan fokus ketika hendak mengucap kata “Amin.” Banyak hal yang membuat Haikal tak fokus selain suara gedoran yang membuatnya takut, Haikal pun makin percaya jika nenek tua menyeramkan yang menerornya memang setan utusan iblis.
Apalagi kali ini Haikal sudah berdoa dengan suara memekikkan telinga berkali-kali tapi suara teror tak juga kunjung hilang, Haikal pun pingsan karena amat ketakutan, ia merasa setan berwujud nenek-nenek tersebut tidak bisa ditandingi oleh orang yang baru percaya Tuhan seperti dirinya. Jam di dinding menunjukkan tepat pukul 00.00.
***
Haikal berjalan dengan raut kesal dan hati donkol, ia baru saja pulang dari pertemuan dengan sesama content writer dan pemimpin redaksi portal berita yang mempekerjakan dirinya, ia yang baru satu bulan bekerja tersebut tidak berani menolak sebab takut mendapat surat pemecatan, ia tak mau kerja yang sudah diidam-idamkannya berakhir karena sebagai seorang pengidap kecemasan sosial hanya penulis konten yang kemungkinan besar bisa selalu bekerja dari rumah, tadi pun saat pertemuan Haikal gemetaran.
Ditambah lagi Parto yang diminta untuk menjemput pukul dua siang meski sudah ditunggu dua puluh menit tak kunjung datang, apalagi hari itu ada mogok massal serikat ojek online sehingga mau tak mau pemuda yang tidak bisa naik motor maupun mobil itu berjalan kaki amat jauh. Haikal cemas bukan main ketika pulang menuju rumahnya dan kikuk apalagi jika berpapasan dengan pemuda nongkrong.
Di tengah-tengah umpatannya Haikal yang baru sadar sudah hampir sampai rumah dikejutkan oleh banyaknya masyarakat yang berkerubung dan juga polisi, terlihat kedua orang tuanya diborgol dan dimasukkan ke mobil polisi, Haikal yang kaget setengah mati berusaha memburu mobil yang sudah melaju tapi dicegah oleh seorang polisi.
“Ada apa ini!? Woy! Ada apa!?” Teriak Haikal ketakutan melihat kedua orang tuanya digelandang oleh polisi.
Seorang polisi kemudian mencoba menenangkan Haikal, alangkah terkejutnya Haikal mendengar kata-kata dari polisi dengan pangkat briptu tersebut.
“Jadi begini, orang tuamu itu pengikut sekte sesat...” Ucap briptu yang bernama Antoni ketika memulai kata-katanya.
Intinya selama ini sebetulnya nenek-nenek yang meneror Haikal berniat menolong pemuda tersebut dari Parto dan Putri yang adalah pengikut sebuah sekte, si nenek sebenarnya nenek kandung Haikal yang melarikan diri, nenek Haikal sendiri oleh keluarga besar diceritakan meninggal karena sakit saat Haikal berusia beberapa bulan.
Haikal lahir di hari natal, tepat bersamaan dengan lahirnya Sang Juru Selamat umat kristiani, Briptu Antoni juga menjelaskan bahwa sesuai kepercayaan, sekte tersebut akan menumbalkan salah satu dari buah hati mereka jika ada salah satu keturunan mereka yang lahir pada malam natal dan telah berusia 18 yaitu kelipatan tiga dari angka 6.
Keturunan tersebut akan ditumbalkan di usia 18 tahun lebih 6 bulan. Briptu dengan tubuh kurus tersebut pun menjelaskan menurut kepercayaan sekte jika si tumbal belum juga tidur sampai hari berganti maka iblis tidak sudi menerima tumbal mereka.
Haikal mendekati nenek-nenek tua yang selama ini ia sangka menerornya kemudian memeluk penyelamat nyawanya tersebut, Bi Jirah yang ternyata seorang intel melihat hal itu sambil tersenyum.
Jika saja tidak ada nenek peneror, nyawa Haikal sudah melayang ditangan kedua orang tuanya sendiri, bayangan ayahnya yang sejak dua minggu ini tiba-tiba suka mengasah golok tanpa alasan jelas menghantui kepala Haikal. Haikal kini selamat dan memutuskan tinggal berdua dengan sang nenek.
Malam nanti, di rumah sementara yang diberikan oleh polisi ia akan kembali mendengar kata “Selamat tidur.” Bukan dari kedua orang tuanya, melainkan dari nenek seram yang dulu ia sangka sebagai pengikut iblis.