Oleh : Yantea Suzan
CINTA ARUNIKA
Arunika bergegas keluar kelas setelah ia membereskan semua buku pelajaran yang ada di atas meja. Gadis mungil dengan wajah putih bersih dan lesung pipi yang menambah daya tarik kecantikannya itu, menampilkan wajah berseri dan berjalan anggun ke arah luar kelas. Ia dan Fahmi berjanji akan bertemu di danau yang terletak sekitar 200 meter dari sekolahnya. Dengan langkah penuh semangat, Arunika tak henti-hentinya menyunggingkan senyum manis di sepanjang lorong-lorong kelas menuju gerbang sekolah.
"Arunika!"
Tiba-tiba sosok lelaki tampan memanggilnya dengan senyum yang mengembang. Binar matanya terlihat begitu bahagia menatap sang gadis yang selama ini bertahta dalam benaknya. Lelaki tampan itu segera mendekat dan memberikan setangkai bunga mawar putih yang melambangkan kesucian cintanya.
Arunika faham, gadis itu langsung menerima mawar putih kesukaannya, dengan wajah yang tak kalah memesona dari lelaki di hadapannya. Selama ini ia kerap kali menerima bunga itu, sehingga benih-benih cinta semakin tumbuh dan berkembang dalam hatinya.
"T-terima kasih, Kak. " ucap Arunika terbata dengan lengkungan bibir terangkat ke atas, jangan lupakan debaran jantungnya yang seolah berdetak melebihi biasanya.
"Kamu suka? Ehmmm, sela... " tiba-tiba ucapan lelaki yang hendak menyalami tangan Arunika itu terhenti akibat suara gawai si gadis yang berdering nyaring di dalam tasnya.
"Ya, halo, Mi. Aku kesana sekarang juga, " tut tut tut suara di seberang telepon menghilang dan panggilan segera dimatikan dari sana. "Gimana, sih Fahmi, orang belum selesai ngomong, udah dimatiin ajah telponnya." gumamnya yang masih dapat di dengar oleh lelaki tampan di hadapannya.
Hufttt,,, dua manusia berbeda gender itu mengembuskan nafas secara bersamaan dan tanpa di sadari. Keduanya menjadi kikuk sendiri. Arunika mengulum senyum dengan pandangan ke bawah, sedangkan lelaki berkharisma di hadapannya hanya menampilkan ekspresi wajah yang datar. Mungkin dia sedikit kecewa karena sang gadis pujaan hendak pergi dengan terburu-buru.
"Kak, maaf ya, aku sedang ada urusan. Sekali lagi, terima kasih untuk bunganya." ucap Arunika sambil sedikit membungkukkan badannya dan mengulas senyum terakhir. Gadis itu segera beranjak meninggalkan lelaki dengan outfit kemeja kotak-kotak dan lengan baju yang digulung sampai siku dengan bawahan celana jeans berwarna hitam. Ia berlalu pergi dari lelaki yang belum juga mengatakan sesuatu atas persembahan bunga yang diberikan untuknya.
Baca Juga : [Cerpen] Fatin Karya Maulidya
***
"Arunika, kenapa begitu sulit untuk mendekatimu, apakah kau sungguh tidak menyukaiku? Haruskah ku gunakan MANTRA agar kau tau isi hati dan mau menerima cintaku?" gerutunya, bertanya kepada diri sendiri sambil mengeratkan rahangnya sehingga terdengar bunyi gigi yang bergemeletuk.
Arkanza segera melajukan lagi mobil yang terparkir di pinggir jalan dekat sekolah Arunika. Ya, sosok tampan itu bernama Arkanza Saputra, anak dari majikan Bu Isna yang tak lain adalah ibunya Arunika, gadis yang ia cintai selama ini.
Selama bertahun-tahun, Arkanza selalu memerhatikan Arunika bila ia berkunjung ke rumahnya untuk membantu sang ibu mengerjakan tugas sebagai asisten rumah tangga. Lelaki itu sangat kagum dengan kecantikan alami yang dimiliki Arunika. Sikap lemah lembut, tutur kata yang dijaga, juga akhlak yang sangat sopan, menambah aura gadis itu semakin memesona di matanya.
"Andai kita adalah sepasang MERPATI
Akan ku ajak kau tebang ke atas nirwana
Merajut cinta dan menjalin kasih yang suci
Empaskan segala gundah yang menyelimuti jiwa
Runtuhkan segala keraguan yang ada
Menembus dinding, lewati ruang FATAMORGANA
Ciptakan kisah yang kita rancang dengan sempurna
Wujudkan mimpi, menuju mahligai yang kita renda bersama.".
Baca Juga : [Cerpen] Suatu Pertanda - Fukuda Maruyama
***
Sementara itu di tempat lain, Arunika baru saja sampai sekitar sepuluh menit dengan nafas yang tersengal-sengal. Gadis itu berlari karena begitu exited dengan surprise yang akan diberikan oleh Fahmi sahabatnya. Ia tersentak saat ada tangan yang menutupi kedua netranya.
"Fahmi, jangan becanda deh. Ayo lepasin tangan kamu, gelap banget ini, mataku juga jadi sakit! " seru Arunika sambil berusaha melepaskan tangan yang kini tengah menutupi kedua matanya itu.
Fahmi hanya bergeming dan terus mengarahkan Arunika ke tempat yang sudah di tata bersama teman-temannya. Setelah sampai, barulah Fahmi melepaskan tangannya dan menuntun Arunika ke arah meja yang diletakkan di bawah pohon dengan hiasan cantik di sekelilingnya. Tak lupa berbagai makanan ringan, soft drink dan kue ultah spesial persembahan untuk Arunika yang sedang berulang tahun hari ini.
Semua teman satu kelas Arunika bergembira dan sangat menikmati suasana yang dibuat khusus untuk gadis itu. Mereka terlihat begitu sumringah dengan perayaan kecil-kecilan yang diadakan di danau yang terletak tak begitu jauh dari area sekolah. Canda tawa menghiasi kebersamaan mereka. Ada yang saling melempar kulit kacang, saling mencipratkan air pada wajah teman yang sedang mereka hadapi dan masih banyak tingkah absurd lainnya yang mereka lakukan di tempat itu.
Tanpa mereka sadari, diseberang danau ada sepasang netra yang sedang memerhatikan apa yang mereka lakukan di sana. Dia mengepalkan tangan dan mengeratkan rahangnya. Bibirnya menyunggingkan senyum getir dan tatapannya tampak sendu. Sosok itu berpikir, kenapa bukan dia yang membuat Arunika tampak bahagia seperti saat ini.
Baca Juga : [Cerpen] Gambar Diri Yang Merusak - Bundo Milanisto
***
Menjelang senja, Arunika dan teman-temannya bergegas pulang ke rumah masing-masing. Dengan senyum yang masih mengembang, Arunika pulang dengan membawa kotak kue ultah yang baru dipotong sedikit saja. Hanya sebagai formalitas, kue itu dipotong, tetapi saat itu Fahmi merebutnya dan langsung menyuapkan pada Arunika. Gadis itu hendak menikmati kue ultah bersama keluarga di rumah, khususnya sang ayah yaitu Pak Rahmat.
Tiba-tiba sosok anak berusia 10 tahun merebut kotak itu dan membawanya ke dalam rumah yang masih satu atap dengan rumah orang tua Arunika, namun terpisah dengan sekat dinding penghubung antara kedua rumah tersebut.
"Arman, kembalikan kotaknya! Ayo, kita makan sama-sama di rumah kakek! " seru Arunika kepada sang keponakan.
"Nggak mau, aku mau makan sama ayah dan bundaku! " sahut Arman dengan sedikit memekik.
"Ada apa ini?" tanya Tini bergegas menghampiri gadis berlesung pipi itu.
"Itu Kak Tin, Arman ngambil kotak kue ultahku, " ujar Arunika sambil menggigit bibir bagian bawahnya.
"Alah cuma kue kayak gitu doang, kamu koq pelit sih sama ponakan sendiri, Run! " pekik Tini sambil berkacak pinggang.
"Bukan begitu maksud aku, tapi... "
"Udah deh, nanti aku bilang sama Bang Amar buat ganti itu kue! " sarkas Tini seraya beranjak ke dalam sambil menutup pintu rumah dengan kerasnya.
Brugghhh!!!
Arunika kaget dan berlalu dari rumah sang kakak.
Di dalam kamar, Arunika menyandarkan punggungnya di dekat jendela sambil memegangi bunga mawar putih pemberian Arkanza. Ia jadi teringat masa-masa kecil saat bermain bersama lelaki tampan itu dan Fahmi yang masih terikat kerabat dengan Arkanza.
Baca Juga : [Cerpen] Mimpiku Bersama Sahabat - Siti Khusnul Shoffiyah
***
Arunika, Fahmi dan Arkanza begitu dekat sedari kecil. Namun perbedaan antara Arunika dan Arkanza begitu tampak terlihat karena lelaki yang terpaut jarak tiga tahun lebih tua dari gadis itu merupakan anak dari majikan sang ibu.
Ya Bu Isna terpaksa menjadi asisten dari keluarga orang tua Arkanza karena terlilit utang akibat kelakuan kakak pertama Arunika yang merusak nama baik keluarga. Tak ada yang berani terhadap anak sulung dari keluarganya tersebut, bahkan terhadap ayah mereka, Amar, kakak tertua Arunika itupun berani membentak. Amar kerap kali membuat onar dan selalu berjudi sehingga ia dan keluarga sampai berutang sana sini demi menebus pinjaman kepada sang rentenir.
"Assalamu'alaikum, "
Ucapan salam itu membuat Arunika tersentak kaget dan mengalihkan pandangan keluar jendela sesuai arah suara. Dengan senyum menawan yang tak pernah membuat jantung gadis itu untuk tidak berdetak melebihi biasanya, Arunika pun segera membalas senyuman lelaki tampan di hadapannya.
Ya, Arkanza sengaja datang menghampiri jendela kamar Arunika, dimana dulu ia dan Fahmi sering menghampiri gadis kesayangannya itu dan memberikan makanan manakala Arunika sedang dihukum oleh ibunya.
"Aku bawakan kue ultah ini, khusus buat kamu. Semoga kamu suka dan mau menerimanya. " ucapnya sambil menyodorkan kotak kue kepada Arunika.
Gadis itu segera membuka jendela kamarnya dan mengaitkan besi pengunci pada lubangnya.
Baca Juga : [Cerpen] Tragedi Cinta Di Bumi Prambanan - Yohana Restu Wilistya
"Terima kasih banyak ya Kak, kenapa repot-repot, tadi siang udah ngasih bunga, sekarang ngasih kue ultah. " ungkap Arunika dengan senyum yang masih mengembang di bibir manisnya.
"Tidak masalah, itu nggak seberapa kok. Aku do'akan semoga apa yang kamu cita-citakan bisa terwujud dan BERKAH USIA buat kamu ya Arunika, sayang! " sahut Arkanza dengan binar mata yang memancarkan ketulusan. Dan kata sayang yang diucapkan, tentu saja hanya bisa ia ungkapkan dalam hati, karena lelaki penyuka warna hitam itu belum berani mengungkapkan perasannya pada gadis berlesung pipi yang anggun dan memesona itu.
"Semoga seiring berjalannya waktu, kamu semakin mengerti dan memahamiku, Arunika. " batinnya penuh harap.
Tanpa diketahui oleh sang gadis, Arkanza adalah orang yang memerhatikan aktivitas bersama teman-teman satu kelasnya di area danau tadi siang. Arkanza juga ingin memberikan kejutan kepada Arunika, sehingga ia akhirnya memberikan kue ultah sekaligus secara tidak langsung menggantikan kue ultah yang dibawa paksa oleh sang keponakan.