DIAMBIL HIKMAHNYA SAJA
Terik matahari siang hari ini begitu panas. Angkutan umum, kendaraan pribadi dan beberapa kendaraan muatan barang berlalu lalang di jalanan kota yang sering disebut kota metropolitan, Jakarta.
Hikmah beserta suaminya, Rahmat hendak pulang ke kampung halaman, mengingat ini sudah dua hari menjelang lebaran.
"Mas ayok naik ke bis, nunggu sapa lagi?" Hikmah menatap suaminya yang masih saja duduk santai.
"Kita nunggu Karso dek." Ucap Rahmat.
"Yaudah kalo gitu." Hikmah kembali duduk dan memegang tas besar yang hendak di bawanya pulang kampung.
"Hay ayok!" Tiba-tiba dari kejauhan seorang lelaki sebaya dengan suaminya berjalan melenggang kearah mereka berdua. Berbeda dengan Rahmat dan istrinya. Ia hanya membawa tas punggung kecil saja.
"Kamu mau pulkam niat nggak sih? Nggak bawa apa-apa." Sindir Rahmat.
"Cukup kok ini." Ucap karso santai..
Mereka bertiga pergi untuk naik bis bersama dengan jurusan ke kota Surabaya. Tetapi tidak semua penumpang dengan tujuan yang sama. Ada yang berhenti di Ajibarang, Indramayu, Semarang dan beberapa kota yang memang dilewati oleh rute bis tersebut.
"Mana tiketnya?" Kondektur menanyakan kepada ketiga nya.
"Oke ini pak," dengan sigap Karso menunjukkan seorang laki-laki yang ada di depannya.
Masing-masing dari mereka menunjukkan tiket yang telah dibelinya jauh-jauh hari sebelum hari keberangkatan. Mencari nomor kursi sesuai dengan yang tertera di tiket bis. Menaruh barang bawaan di bagasi dan mulai duduk rapi di kursinya masing-masing.
Fasilitas yang disediakan bis Agro Mayang ini cukup mewah. Tempat duduk yang agak luas, menggunakan pendingin, dan disediakan selimut serta makanan. Bis tidak akan berangkat untuk memulai perjalanan jika kursi penumpang belum terisi penuh.
Baca Juga : [Cerpen] Menjaga Hati Untuk Yang Tak Diridhoi - Siti Nurmaisah Nasution
"Duduk disini ya mbak?" Tanya Karso pada wanita berwajah ayu yang sedang berjalan mencari tempat duduk.
"No A32." Tuturnya lembut.
"Oh ya disini, saya nomer A.33." Ucap Karso menunjukkan senyum ramah.
Teman dari suami Hikmah itu duduk berdampingan dengan wanita cantik yang hanya menggendong tas kecil di lengan kanannya.
"Mbak turun dimana?" Karso memulai percakapan setelah wanita itu duduk disampingnya.
"Turun di Semarang mas." Ucapnya lembut.
"Namanya siapa mbak?"
"Aini mas." Ia tersenyum.
"Ooo mbak Aini."
Kemudian kedua nya terdiam.
Jam menunjukkan tepat pukul 15.00, kursi penumpang sudah terisi penuh semua penumpang pun sudah kembali ke tempat duduk masing-masing.
Ada desir yang berbeda dengan perasaanya, kala matanya dan mata Aini saling bertemu pandang.
"Hmmm mbak aini, di Jakarta tinggal sama siapa?"
"Sendiri mas."
"Dimana tinggalnya?" Karso kembali bertanya.
"Di deket terminal, deket kok."
Aini tidak banyak bicara. Ia haya tersenyum dan menjawab apa yang ditanyakan oleh Karso. Sesekali ia menatap ke luar jendela. Menikmati pemandangan sekitar area perjalanan.
Baca Juga : [Cerpen] Mengendapkan Rasa - Septiani Suryani
"Sudah berapa lama mbak tinggal di Jakarta?"
"Baru kok mas." Ia tersenyum, dikeluarkan nya dua botol air mineral kemasan 200ml.
"Aku punya dua, nih satu, minum lah." Tanpa basa-basi ia meletakkan di pangkuan Karso.
Tanpa rasa sungkan pun Karso langsung meneguk minuman pemberian wanita cantik yang duduk disampingnya. Sungguh melayang terbang ia dibuat Aini. Harum wangi hand body lotion serta parfumnya begitu semerbak tercium olehnya.
Kalo jodoh tidak kemana. Dalam hati Karso dengan penuh percaya diri.
Argo Mayang, selain dikenal dengan fasilitas yang cukup mewah, ia juga dikenal dengan bis cepat terbatas. Karena lajunya yang kencang bak hanya diterbangkan saja. Tetapi tetap dalam koridor peraturan jalan. Tidak serobotan.
"Cirebon, Cirebon, Cirebon!"
Suara kondektur hendak menurunkan penumpang.
"Kita istirahat dulu yah di Rumah Makan Mbok Burik, yang mau makan silahkan makan dulu, yang mau ke toilet silahan ke toilet dulu."
"Yang mau pedekate silahkan dilanjutkan!" Ucap sang pemandu jalan, tersenyum melirik ke arah Karso dan Aini. Seolah ia tahu akan gelagat dari mereka berdua, pasalnya terdengar terlihat dari kejauhan mereka begitu saling ingin mengenal satu sama lain.
"So, makan yuk. Hikmah ama aku dah laper nih." Rahmat berjalan mendekati Karso.
"Iyalah makan, aku juga. Tapi aku mau makan sama Aini." Ucap karso setengah berbisik.
"Hah? Sapa dia?" Rahmat tercengang.
"Calon istri sahabat mu ini." Dengan penuh percaya diri dia menepuk nepuk dadanya meggunakan tangan.
"Loh, kok aku baru tau nama itu, biasanya kan. Mayang, Ane, Susi, Ri-ha.."
"Husssttt, jangan kenceng-kenceng." Belum sempat suami dari Hikmah itu meneruskan ucapannya, Karso sudah memotong nya.
"Oo... Begitu, mana orang nya?" Mata Rahmat mencari-cari seorang wanita yang disebut-sebut sahabatnya itu.
"Tuh, dia yang pake kaos pendek warna merah hati." Bola matanya bergerak ke arah Aini.
"Oo... Cantik juga."
"Iya lah, Kar-so." Ucapnya bangga.
Dan keduanya pun makan malam bersama dengan pasangan masing-masing di meja yang berbeda. Keduanya semakin dekat dan semakin akrab. Merasakan kenyamanan satu sama lain, mungkin.
Baca Juga : [Cerpen] Aku Akan Berjuang! - Nurul Beauty Shafera
Sudah waktunya berangkat kembali. Bis pun kembali melaju dengan kencang. Berjalan menuju ke kota tujuan, melewati jalan tol dan juga jalan pantai utara. Kini Karso semakin percaya diri untuk mendekati Aini. Sebab, Aini sudah terlihat enjoy dengan percakapan mereka.
Berbeda dengan Hikmah serta Rahmat. Mereka tidur pulas dalam balutan selimut tebal. Karso dan Aini masih saja bercengkrama hingga sampai ke tempat tujuan Aini.
"Mas, sudah nyampe semarang. Makasih banyak aku turun dulu ya, nanti tinggal whatsapp saja." Ucap Aini memegang lembut tangan Karso. Suaranya lembut mendayu-dayu membuat Karso melayang terbang ke angkasa.
Sesaat Karso terdiam.
"Mas, hallo?" Aini menggerakkan telapak tangannya ke wajah Karso.
"Oh iya dek. Hati-hati di jalan ya." Kemudian matanya melepas pandang wajah Aini dari hadapannya.
"Semarang, Semarang, yok sapa lagi yang mau turun!"
Seru sang kondektur, mengamati seluruh penumpang bis. Karena sudah tidak ada yang menyahut. Bis pun kembali melaju. Sudah tidak ada lagi teman untuk mengobrol, Karso pun tertidur dalam buaian mimpi bersama gadis cantik asal Semarang, Aini Rahmawati.
Melewati jalan berbelok, lurus, menanjak, menurun serta menikung, bis Argo Mayang tetap gesit dan waspada dalam perjalanan hingga ia sampai di tujuan akhir Surabaya.
Baca Juga : [Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART I - Pena Malam
"Suroboyo, Suroboyo!" Kondektur kembali berteriak.
"Dek, dek bangun dek." Rahmat menggerakkan tubuh istrinya.
"Hmmm... Iya mas, kita udah nyampe to?" Ia masih setengah ngantuk.
"Iyo, bawa tas mu yang kecil saja, mas bawa yang besar."
"Enjiih mas,"
"Mas mau bangunin Karso dulu, sana kamu tunggu diluar." Titah suaminya.
Ia pun berjalan keluar berurutan dengan penumpang lain, menenteng tas kecilnya. Sementara suaminya masih susah payah mengeluarkan tas besar dari bagasi sembari membangunkan Karso.
"Bangun So, dah nyampe Suroboyo." Ucap Rahmat.
"Hmmm." Namun ia hanya bergumam.
Kebiasaan ni anak. "So, bangun." Diguncangnya tubuh Karso.
"Hoooaammm iya. Masih ngantuk." Ia menguap.
Karena melihat keadaan Karso yang masih mengantuk ia memutuskan agar Karso untuk istirahat dulu dirumah emak nya. Keluar dari terminal ketiganya menggunakan jasa ojek malam. Karena jarak yang tidak begitu jauh.
Terlihat dari ujung gang emak sudah menanti kedatangan anak satu-satunya yang pergi merantau ke Jakarta. Kedatangan mereka bertiga disambut hangat oleh emak. Emak memberikan jamuan makan sahur yang tidak main-main. Dirinya memasak berbagai jenis makanan untuk anak menantu serta sahabat anaknya, Karso.
"Walah dalah Mat, tas aku mana?" Ia terperanjat, meraba seluruh tubuhnya. Matanya memicing melihat kesekeliling.
"Lah kamu gimana turun dari bis tadi?"
Ia terdiam, mengingat-ingat apa yang telah terjadi.
Baca Juga : [Cerpen] Saksi Sekejap - Egi David Perdana
Terakhir yang ia ingat, ia terbuai dengan kecantikan Aini. Gadis cantik itu, menawarkan sebotol minuman kepada Karso. Kemudian ia meminumnya. Aini bercerita tentang keluarganya yang jatuh miskin kemudian tanpa sadar Karso memberikan tas dan seluruh isinya kepada Aini. Yang tertinggal hanya ponsel yang ada disakunya. Kecantikan Aini tak hanya menghipnotis hati dan fikirannya, tetapi juga tas dan seluruh isinya.
"Walah dalahhh So, So... Yasudah diambil hikmahnya saja." Ucap emak menepuk bahu Karso.
"Iya mak, yasudah saya pamit dulu." Karso pamit berdiri. Tangannya menggandeng tangan Hikmah yang sedari tadi duduk di tengah-tengah Rahmat dan dirinya. Hendak dibawanya pulang kerumah.
"Ehh... Dasar Karsoooo. Enggak istri aku juga kali yang di bawa!" Teriak Rahmat kesal.
"Lah katanya diambil hikmahnya saja, orang udah dapet ijin dari emak kok hahaha." Ia tertawa terbahak-bahak.
"Karso Karso, haduwww." Rahmat mengusap rambutnya kasar.
Dan Karso pun pulang melenggang pulang tak membawa apa-apa.
****
Brebes, 17 April 2024