Kado Spesial untuk Kak Aldi
Karya : Siti Khusnul Shoffiyah
Semilir angin yang berhembus dari pojok desa mungil yang tentram. Pepohonan hijau yang berjajar di sepanjang desa, seakan teduh menyejukkan mata. Pegunungan yang mengitari desa. Sawah-sawah yang terhampar luas menghijau di setiap sudutnya. Terlihat begitu asri nan sejuk. Rintik-rintik hujan di pagi itu semakin menambah keindahan atas keagungan Allah yang diciptakan di bumi pertiwi ini.
Terlihat seorang gadis yang duduk termenung di dalam kamarnya. Meski dengan wajah yang terlihat sendu, namun masih menyimpan raut keanggunan di wajahnya. Ia menatap keluar, melalui jendela kamarnya. Menatap rerumputan yang nian makin menghijau tersiram segerombolan rintik hujan pagi hari. Dengan perasaan yang tak menentu. Banyak angan-angan yang sedang dipikirkannya. Lifia, itulah nama gadis tersebut. Seorang gadis yang punya banyak impian dalam hidupnya.
Sedang asyik-asyiknya melamun, tiba-tiba Lifia dikejutkan suara dering handphonenya, yang menandakan ada panggilan masuk. Lifia menatapnya, ternyata “No Number” yang terpampang dalam layar handphonenya, yang mengisyaratkan bahwa nomor pemanggil telah disembunyikan. Namun tak berapa lama si pemanggil langsung mematikan panggilannya. “Hmm…orang kok iseng aja”, tutur Lifia dalam hati. Setelah itu ia langsung beranjak dari tempat tidurnya, dan segera menuju ke meja belajarnya. Saat ini Lifia tengah duduk di bangku kuliah S1 di sebuah salah satu unversitas terkenal di kotanya. Sudah tiga tahun ini ia menyandang status sebagai mahasiswi. Hal ini seakan begitu cepat baginya.Tak terasa empat tahun yang lalu, dulu ia masih merasakan dan melakukan hal-hal yang mungkin dianggap tak begitu penting, dan bahkan kelabilannya saat remaja waktu itu yang terlalu tinggi. Namun tidak halnya dengan sekarang, ia harus berusaha untuk lebih bersikap dan berfikir dewasa lagi sebelum melakukan apapun. Ia ingin membuang sikap kekanak-kanakannya yang dulu.
Saat sibuk-sibuknya mencari buku, tiba-tiba hpnya bergetar, pertanda ada pesan masuk. Namun Lifia tak langsung menanggapinya, ia masih mencari-cari bukunya tersebut. “Haduch, mana sich buku itu?”, tanyanya pada dirinya sendiri dengan raut muka cemas. Sesaat kemudian ia sudah menemukan apa yang ia cari, dan ternyata bukan buku bacaan melainkan buku harian yang selama ini menemaninya saat hatinya merasakan suka maupun duka.
Setelah menemukan diarynya tersebut, Lifia kembali ke tempat tidurnya sembari membuka pesan masuk, ingin mengetahui siapa yang sedang mengirimkan pesan sepagi ini. Namun tiba-tiba matanya terbelalak saat mengetahui siapa pengirim pesan tersebut. “Assalamu ‘alaikum Lifia?”, si pengirim hanya sekilas mengirimkan pesan singkat tersebut. Meski hanya beberapa rangkaian huruf, namun hal itu membuat perasaan Lifia berubah. Iya, perasaan itu seratus persen berubah menjadi perasaan yang sangat bahagia bagi Lifia. Hatinya saat itu begitu berbunga-bunga. Pagi dengan cuaca mendung bahkan hujanpun telah mengguyur segalanya, termasuk hati Lifia pagi ini menjadi sejuk setelah mendapat message tersebut. “Ya Rabb…ternyata dia masih ingat denganku”, ucap Lifia dengan luapan kebahagiaan yang entah sulit untuk dilukiskannya. Bahkan Lifia sempat meneteskan setitik air mata keharuan. Itulah bukti kebahagiaan Lifia pagi ini.
Baca Juga : [Cerpen] Perjalanan Waktu Bersama Piri - Ghefira Khairunnisa
Pesan tersebut datang dari seseorang yang selama ini menjadi penyemangat bagi dirinya. Yang membuat perasaannya selalu berbunga-bunga. Pengirim tersebut adalah kak Aldi. Ya! kak Aldi. Begitulah Lifia memanggil nama itu. Orang yang senantiasa dinanti kedatangannya bagi Lifia. Selalu dirindukannya setiap waktu. Dan orang yang selalu dihadirkan Lifia dalam setiap doa-doanya.
Seorang kak Aldi yang selama ini menjadi kebahagiaan tersendiri dalam hidup Lifia, meski sampai saat ini pun hubungan mereka belum jelas. Namun sejak pertama kali bertemu dengan kak Aldi, diam-diam Lifia sudah menyimpan rasa kagum pada sosoknya, yang dimata Lifia dianggap begitu spesial. Namun disisi lain hingga kini kak Aldi masih menganggap Lifia hanya sebatas adik saja, tak lebih dari itu. Meski demikian, semua itu tak pernah menghilangkan perasaan sayang Lifia kepada kak Aldi. Dan hanya lah hati Lifia yang mengetahuinya.
“Walaikumsalam kak Aldi”, Lifia menjawab pesan singkat tersebut sembari menunjukkan semburat senyum di bibirnya, mengartikan bahwa perasaan Lifia saat itu benar-benar bahagia.
“Bagaimana kabar Lifia?”, balasan pesan dari kak Aldi.
“Alhamdulillah baik kak. Kalau kak Aldi sendiri bagaimana kabarnya? Kak Aldi sudah pulang dari pondok pesantren ya?”, sederet pertanyaan yang terlontarkan melalui tulisan pesan Lifia untuk membalas pesan dari orang yang sangat ia rindukan.
“Baik fi. Iya ini lagi liburan beberapa hari aja kok.”
Setelah beberapa menit menghabiskan waktu untuk saling mengirimkan pesan, akhirnya Lifia mengakhiri obrolan tersebut. Meski sudah selesai saling kirim pesan dengan kak Aldi, namun dalam pikiran Lifia sekarang timbul bayangannya. Tiba-tiba mulai saat itu wajah kak Aldi selalu muncul kembali dalam setiap pikiran Lifia. Entah apa yang ada dalam benak Lifia saat ini, perasaan itu muncul lagi. Entah perasaan apa. perasaan yang tak menentu kembali menghampiri diri Lifia.
“Ya Allah,,,saat ini hamba Engkau dekatkan lagi dengan kak Aldi, tapi hamba mohon jaga perasaan hamba yang tak menentu ini. Hamba tak ingin kisah lima tahun yang lalu terulang kembali”, pinta Lifia pada sang Illahi sambil menengadahkan keduatangannya.
Lima tahun lalu merupakan awal pertama rasa itu muncul. Perasaan nyaman dan damai, itulah yang dirasakan Lifia waktu itu. Bahkan ia juga pernah rela mengorbankan perasaannya demi melihat kebahagiaan orang yang disayanginya ini, yaitu kak Aldi. Pertemuan awal yang menorehkan kesan yang begitu mendalam bagi Lifia. Namun Lifia tak menyangka perasaannya saat itu harus berlanjut hingga sekarang. Saat itu pertemuan berawal saat Lifia menjadi siswi baru di SMA dan masuk pertama kali untuk mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa). Dan saat itu kak Aldi lah yang menjadi pendamping MOS di kelas Lifia. Dan saat itulah tatapan pertama yang menimbulkan perasaan yang berbeda bagi Lifia.
Semburat senja mulai menampakkan cahaya kemerah-merahan di ujung langit. Sang surya telah mulai menggulingkan dirinya di pelabuhan kutub barat. Gadis anggun dengan naungan jilbab yang menutupi mahkota indahnya, sedang menghabiskan waktu sore dengan membaca novel kegemarannya. Novel yang sesuai dengan perasaannya saat ini. Novel yang seakan menginspirasi kehidupan cintanya suatu hari nanti. Bahkan Lifia memiliki impian untuk menjadi seorang penulis novel yang terkenal. Seorang penulis yang mampu menginspirasi banyak orang melalui sisipan cerita-cerita kehidupannya yang berliku-liku.
Baca Juga : [Cerpen] Abrakadabra - Pita Lanapi
Kini mega merah sudah mulai menghilang. Seruan untuk menghadap Illahi pun sudah berlalu sedari tadi. Kesunyian dan gelapnya malam makin menambah sepinya malam itu. Hanya terkadang terdengar nyanyian hewan-hewan malam yang setia menemani. Langit yang bermandikan gemerlapan bintang telah mengguyur ciptaan Illahi yang begitu indah ini.
Getar handphone berbunyi lagi, satu pesan masuk untuk Lifia. Lifia yang saat itu sibuk membuat cerpen, menggapai satu benda kecil tersebut di meja belajarnya. Saat melihat si pengirim, semburat wajah Lifia kembali tersenyum.
“Assalamu’alaikum Lifia? Lagi ngapain nich? Sibuk ya?” tanya kak Aldi melalui pesan singkatnya.
“Walaikum salam kak . Nggak ngapa-ngapain kok kak, cuman lagi iseng buat tulisan aja”, jawab Lifia dengan menyunggingkan senyumannya.
“O iya kak, kan ini mumpung kakak pulang dari pesantren, aku mau silaturrahmi sama kakak. Mungkin kalau besok-besok kakak ada waktu senggang, apakah kak Aldi bisa?”, tanya Lifia tiba-tiba.
“InsyaAllah ya Fi, kemungkinan besok lusa aku mulai ada waktu senggang”, tutur kak Aldi.
Waktu telah menunjukkan pukul 22.00wib, suasana malam semakin sunyi. Lalu lalang kendaraan pun semakin berkurang. Aktivitas orang-orang pun telah berakhir sedari tadi. Dan kini waktunya mereka menuju keredupan di alam mimpi.
“Selamat malem dan beristirahat Fi”, pesan singkat terakhir dari kak Aldi.
Suara kokok sang jago begitu nyaring terdengar, membangunkan siapa saja yang masih terlelap dengan selimut tebalnya. Seiring dengan mulai terbitnya matahari dimulailah kembali aktivitas orang-orang dengan kesibukannya masing-masing. Begitu pula dengan Lifia, ia sudah kelihatan sangat rapi sekali. Pagi ini Lifia harus pergi ke kampus agak pagi, karena ada ujian semester. Setelah sarapan pagi ia langsung pamitan kepada orangtuanya dan langsung berangkat ke kampus. Pagi ini hatinya begitu bahagia sekali.
Hari ini waktu berjalan begitu cepatnya. Entah bagaimana perasaan Lifia hari ini, seakan-akan hari ini ia telah mendapatkan penyemangat kembali. Waktu ujian pun telah berakhir, dan Lifiapun langsung bergegas pulang. Namun sebelum pulang ia mampir dahulu ke sebuah toko perlengkapan sholat. Kali ini Lifia ingin memberikan sebuah kado untuk kak Aldi. Dari dulu Lifia sudah punya rencana, namun baru kali ini ia punya waktu untuk bertemu dengan kak Aldi kembali. Karena untuk punya kesempatan ini, Lifia harus menunggu selama setahun. Sebab kak Aldi sendiri pulang dari pesantren hanya setahun sekali, bahkan itupun jika ada kesempatan untuk bertemu.
Baca Juga : [CERPEN] MELANKOLIS Karya:Anwari Andeng
Setengah hari ini Lifia sibuk memilih kado yang cocok untuk kak Aldi. Tujuan Lifia memberi kado untuk kak Aldi yaitu selain sebagai kenang-kenangan, kado tersebut juga sebagai hadiah ulang tahun untuk kak Aldi yang sebentar lagi adalah bulan kelahiran kak Aldi. Kali ini Lifia ingin membelikan sarung, dan kopyah untuk kak Aldi yang semuanya bewarna putih.
Namun tiba-tiba terlintas dalam benak Lifia untuk membelikan kak Aldi sesuatu yang sama, yang mungkin juga dapat Lifia miliki. Sempat mata Lifia menangkap suatu benda yang sangat indah, yang kemungkinan dapat Lifia dan juga kak Aldi miliki. Yaitu seuntai tasbih yang menurut Lifia sangat indah. Tasbih indah yang bewarna perak mengkilap. Sejurus kemudian Lifia langsung membeli dua sekaligus, satu untuk dirinya dan satunya lagi hadiah untuk kak Aldi. Setelah semua dibayar, Lifia langsung bergegas untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Lifia langsung membungkus kado tersebut dengan rapi. Setelah selesai semuanya, tiba-tiba Lifia termenung sendiri di dalam kamarnya. “Kado ini aku berikan untuk kak Aldi, karena keikhlasanku pada kak Aldi”, tutur Lifia dalam hati.
Keesokan harinya Lifia tak sabar menunggu waktu untuk segera berlalu dengan cepat. Karena hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggunya. Lifia akan bertemu dengan seseorang yang sangat dinanti-nantikan. Ditengah kegelisahan yang bahagia itu, tiba-tiba satu pesan masuk di hpnya.
“Fi, nanti kita ketemu di kampus kamu saja ya? Kemungkinan aku bisa datangnya agak siang pukul 11.00wib, karena pagi ini aku masih bantuin orangtua dulu, nggak apa-apa kan?”, begitulah bunyi pesan dari kak Aldi.
Waktu berjalan begitu cepat, semuanya seakan telah berlalu. Namun bagi Lifia untuk menunjukkan pukul 11.00wib saja, baginya sangat lama sekali. Namun dengan kesabarannya, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggunya itu datang juga. Dan hati Lifia entah apa yang dirasakannya, semua bercampur jadi satu, antara gelisah, bahagia, bahkan perasaan haru.
Baca Juga : [Cerpen] Tragedi Cinta Di Bumi Prambanan - Yohana Restu Wilistya
Tak berapa lama kak Aldi mengirimkan pesan, ia memberi kabar kalau ia sudah ada di dekat gerbang pintu masuk kampus Lifia. Dengan perasaan haru campur bahagia Lifia langsung bergegas menemui kak Aldi. Setelah sampai di gerbang masuk kampus, Lifia menemukan seseorang yang selama ini dinanti-nantikannya. Antara percaya dan tidak kini Lifia sudah ada dihadapan kak Aldi.
“Assalamu ‘alaikum kak Aldi?”, sapa Lifia dengan seulas senyum.
“Walaikum salam Fi”, suara kak Aldi membalas sapaan Lifia dengan ramah.
Lifia pun segera mengajak kak Aldi memasuki kampusnya. Setelah memakirkan motor, Lifia mengajak kak Aldi jalan-jalan di sekitar gedung-gedung kampusnya, sambil saling bercerita. Hingga sampai lah di tempat yang menurut Lifia cocok untuk ngobrol dengan kak Aldi. Biasanya teman-teman kampusnya menyebut tempat tersebut dengan sebutan Bundaran Cinta, karena selain tempat duduknya yang berbentuk melingkar, tempat tersebut suasanya sangat sejuk, karena berada di bawah pohon yang sangat rindang.
Ditempat itulah Lifia dan kak Aldi saling bertukar cerita. Terkadang kak Aldi yang selalu menceritakan kehidupannya selama di pesantren, begitu pula Lifia yang tak kalah serunya juga bercerita mengenai keseharian di kampus. Lifia terlihat bahagia sekali saat bisa ngobrol secara langsung dengan kak Aldi. Lifia merasa begitu nyaman dan damai saat berada disamping kak Aldi. Wajah kak Aldi yang selalu meneduhkan hati Lifia selama ini.
Waktu berlalu begitu saja. Waktu dhuhur pun telah tiba. Kumandang adzan di masjid kampus Lifiapun telah terdengar. Mereka berdua menghentikan percakapannya untuk sementara waktu. Dan kini kak Aldi menyarankan untuk shalat terlebih dahulu.
“Yuk Fi,,kita shalat dulu aja!” ajakan kak Aldi sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Iya kak”, kata Lifia mengikuti langkah kaki kak Aldi yang menuju ke masjid.
Lifia dan kak Aldi pun mengikuti shalat dhuhur berjamaah dengan beberapa dosen dan mahasiswa kampus. Mereka berdua terlihat khusyu’ dan dengan penuh keyakinan untuk mengahadap sang Pencipta. Dan lihatlah Lifia! Gadis manis ini tak henti-hentinya bibirnya selalu bertasbih dan mengucapkan doa kepada Allah, dengan penuh keridhoan Lifia bermunajat kepada-Nya. “Ya Allah…hamba bersyukur kepada-Mu. Hari ini Engkau masih memberikan kesempatan hamba untuk bisa bertemu dengannya. Hamba bersyukur pada-Mu Ya Rabb!untuk yang kesekian kalinya Engkau dengarkan doa hamba-Mu yang lemah ini. Ya Allah!Engkau Maha Mengetahui, Engkau tahu bagaimana perasaan hamba yang sesungguhnya padanya, namun mulai saat ini hamba akan pasrahkan dia pada-Mu. Karena hamba yakin Engkau akan memberikan yang terbaik diantara kami berdua. Meski sesungguhnya rasa sayangku padanya adalah kesucian, namun hamba mohon jagalah perasaan hamba ini, agar tak terlalu larut memikirkan ini, yang hanya akan dikuasai oleh nafsu. Ya Rabb!Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat, kabulkanlah segala doa hamba-Mu ini…Amiinn”, itulah sederet doa dan harapan Lifia, dan tanpa tersadar airmata Lifia jatuh mengenai mukenanya.
Baca Juga : [Cerpen] Mimpiku Bersama Sahabat - Siti Khusnul Shoffiyah
Seusai shalat dhuhur, Lifia langsung menuju ke tempat yang tadi ia gunakan berbincang-bincang dengan kak Aldi. Dan ternyata kak Aldi sudah menunggunya disana. Tak berapa lama merekapun memutuskan untuk segera pulang.
Sesampai di tempat parkiran motor, tiba-tiba Lifia memanggil kak Aldi. “Kak Aldi, nich. Ma’af kak mungkin kado ini tak seberapa untukmu”, ucap Lifia sembari memberikan sebuah bingkisan yang indah pada kak Aldi.
“Apa ini Fi? Lifia, bukan ini yang aku cari. Aku kagum sama ide kamu, kok sempat-sempatnya memberikan aku kado, padahal aku nggak bantu kamu apa-apa selama ini. Aku seneng banget,,terimakasih banget ya Fi?”, tutur kak Aldi dengan wajah yang berseri-seri.
“Iya kak, aku ikhlas kok”, ucap Lifia dengan penuh keanggunannya.
Namun hingga sampai saat ini pun kisah cinta sejati Lifia, hanya dapat Lifia pendam sendiri. Dalam hati Lifia tetap terus menyertai dan senantiasa membersamai kak Aldi dalam lantunan doa sepanjang hidupnya. Meski Lifia yakin mereka tak akan bersatu, tapi hati dan doanya tetap untuk kak Aldi. Ketulusan dan kesucian cintanya pada kak Aldi, merupakan cambuk bagi Lifia untuk selalu memiliki hati yang setia, meski mungkin kelak ia tak akan bersatu.
_The End_
“Terinspirasi dari kisah nyata”
Profil Penulis :
Penulis bernama Siti Khusnul Shoffiyah, biasanya kerap dipanggil Shofi. Ia kelahiran pada 06 Juli 1993. Saat ini ia tinggal bersama orangtua dan keluarganya di desa Pelem, kecamatan Campurdarat, kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Kegiatan sehari-harinya adalah mengajar anak-anak kelas 2 di salah satu MI di Boyolangu, Tulungagung.
Gadis berjilbab ini merupakan alumni perguruan tinggi di IAIN Tulungagung yang lulus pada tahun 2016. Ia pernah mengikuti beberapa organisasi, yang pertama ia pernah menjadi ketua IPPNU tahun 2018-2020, kemudian sekretaris umum majalah di kampusnya tahun 2013-2014, menjadi koordinator buletin anak di kampusnya tahun 2014-2015. Penulis memiliki hobi menulis sastra baik itu puisi maupun cerpen. Di sela-sela mengajar ia menyempatkan untuk menulis cerita atau bait puisi.