Aku tak tahu kenapa, semenjak aku memutuskan berhijab, aku sering diintimidasi oleh keluargaku sendiri. Bahkan ibuku yang seharusnya kasihnya sepanjang masa, tega mencibirku bahkan meludahi wajahku.
Ayahku yang seharusnya menjadi pengayom dan kepala keluarga justru ikut tertawa bahkan menginjak wajahku yang notabene seharusnya ia banggakan sebab aku mirip ibuku yang cantik jelita.
Kini aku ada di acara pernikahan adik kandungku yang bungsu, ia memang masih berusia 19 tahun, jujur saja ia menikah karena kecelakaan, orang tua pacarnya melabrak keluargaku, untungnya kami bermusyawarah dan hasilnya melegakan bagi kami, pernikahan, ketimbang si bungsu mendekam kira-kira selama 15 tahun di penjara.
Aku lega keluarga mempelai adikku tidak bersikap buruk pada adikku, tapi ada satu yang diperlakukan amat buruk oleh keluarga mempelai wanita di acara sakral ini.
Ya... Itu aku!
Aku dari tadi dibentak, atau ketika aku mencoba untuk mengobrol dan berbaur aku ditinggal dan dilirik dengan tatapan hina, bahkan seringnya, aku sama sekali tidak digubris.
Bukan hanya keluarga mempelai wanita yang memperlakukan aku begitu buruk, keluargaku pun begitu.
Bahkan kakak sulungku yang pria, Mas Willy, yang biasanya kalem, kini emosinya nampak seperti berlari penuh hingga ke ubun-ubun, ketika melihat aku yang mungil dan kali ini memakai lipstik merah cherry merekah ini memasang wajah bak Cinderella pilu.
Airmata derita Cinderellaku tak cukup menghentikan segala intimidasi mereka semua. Aku dikata-katai, aku diludahi, aku disepelekan dan ditertawakan anak kecil, aku ditoyor kepalanya oleh ayahku sendiri, aku tak digubris ibuku sendiri, bahkan aku diabaikan Mbak Mita, kakak perempuanku yang paling tua yang biasanya akrab denganku sebelum aku memutuskan untuk berhijab. Aku bahkan berkali-kali mendengar tawa bernada menghina dari mulutnya.
Lalu tiba saatnya ijab qobul, semuanya menanti adik bungsuku mengucap, ia gagal di percobaan pertama, dan aku serta orang-orang yang ada disitu tahu betul bahwa Rudi, adik bungsuku itu, menyatakan itu semua gara-gara aku yang hina sehingga ia kehilangan konsentrasi.
Pada percobaan kedua pun adik bungsuku itu gagal, lagi-lagi ia mengatai aku dan menyebut bahwa akulah biang kegagalannya mengucap ijab qobul, karena menurutnya, aku membuat dirinya ingin tertawa, itu jelas amat menghina.
Hingga akhirnya kesempatan terakhir untuk mengucapkan kata-kata sakral pengikat dua insan menjadi satu, tapi sebelumnya adik bungsu yang paling aku sayangi lahir batin itu ingin bicara dari hati ke hati padaku, ia meminta izin kepada penghulu kemudian diizinkan.
Dengan gerak cepat ia mendekat padaku yang sudah penuh derai airmata akibat terus diperlakukan buruk dan dipersalahkan atas kegagalan adikku mengucap ijab qobul.
Rudi mencoba melepas paksa hijab yang aku pakai, aku pun memberontak. Penuh amarah ia berkata,
"Jangan bikin gue malu di hari terpenting gue."
"Elu harusnya tahu elu diperlakukan buruk karena keluarga gak tahan sama tingkah elu yang sekarang!"
"Buka hijab elo!"
"Jangan bikin malu..."
"BANG ANWAR!"
Rekomendasi Buku Kumpulan Cerpen Terbitan Penadiksi :