𝗝𝗔𝗡𝗝𝗜 𝗦𝗘𝗧𝗜𝗔 𝗔𝗭𝗔𝗟𝗘𝗔
Karya : Maya Asytaqu Ilayk
Dia adalah satu-satunya alasanku untuk pulang. Lembut tutur dan sikapnya kala memanjakanku selalu membayang, membuatku diserang kerinduan yang begitu dalam.
Aku pergi untuk baktiku kepada tanah air tercinta ini, dan kembali untuk menyanding gadis pujaan hati sebagai sepasang merpati. Menjadikan hatinya satu-satunya rumah ternyaman untuk membagi kasih sayang.
Waktu berputar tanpa bisa kuhentikan meskipun sedetik saja. Kehilangan belahan jiwa mematahkan kekuatan sayap sang abdi negara. Aku lemah tanpamu, Azalea.
Hidup di hutan rimba kukira adalah yang paling menakutkan. Nyatanya, kehilangan dirinya merenggut seluruh keberanian. Aku tak berani menatap langit senja seorang diri. Juga tak pernah siap untuk mengucapkan perpisahan yang abadi. Sebab, senja menjadi saksi terakhir perjumpaanku dengannya di ujung dermaga. Setelahnya, hidupku benar-benar hampa.
Baca Juga : [Cerpen] Maafkan Aku, Sarah - Afiyatuz
***
Sungai Mahakam ini berkelindan dengan janjimu, wahai Azalea. Senja kala itu, lembut sinar jingganya jatuh di kulit putihmu. Semilir angin menggerakkan indahnya uraian rambut panjang kecokelatan milikmu. Dari bibir ranummu terucap kata setia, akan menungguku lima tahun lamanya.
Mata indahmu menatapku begitu dalam.
Lentik jemari kedua tanganmu menelusup di sela-sela rambutku. Hangat bibirmu lembut menyentuh keningku. Membuncah rindu di dada mengingat itu semua. Dengan manisnya kau mengantarkan kepergianku lima tahun yang lalu.
"Pergilah, Lana! Tak usah ragukan setiaku. Jangankan hanya lima tahun, seumur hidupku akan kuhabiskan untuk menunggu jika kau yang memintanya," ucapmu meyakinkanku.
"Bukan aku ragu, bagaimana jika aku yang berubah, atau lupa jalan pulang ke hatimu?" tanyaku sembari menyelipkan helaian rambut yang menutupi pipi beningnya ke belakang telinga.
"Kita berada di tepi sungai paling sakral, Lana. Tentu kau pun tahu tentang filsafat penduduk asli di sini. Sekali meminum air Sungai Mahakam, akan terpikat hati untuk kembali dan menetap di pulau Kalimantan. Aku begitu yakin kau akan kembali menemuiku di sini." Azalea melepas anting di kedua telinganya dan memberikannya padaku. "Simpan ini, Lana, sebagai tanda mata dariku." Kugenggam erat tanda mata dan janji setia dari Azalea.
Akhirnya dengan berat hati kutinggalkan gadis bermata jeli tawanan hatiku di kota ini, demi pengabdianku kepada negara. Menjaga kedaulatan di perbatasan Indonesia-Malaysia.
Belum genap setahun di tanah orang, sepucuk surat dari Azalea datang. Nun jauh di sana, gadisku mengungkap rindu paling menyiksa. Diderasa rasa yang sama, aku tak kuasa membendung bulir-bulir bening yang mulai menganak di kedua sudut mata. Duhai, Azalea, mengapa kau kirimkan belati bersama suratmu ini? Mengoyak menguliti tubuhku yang dipenuhi rindu, dari ujung kepala hingga kaki.
Setelah puas kubaca berulang kali, dengan hati-hati kulipat kembali surat cinta pertama dari wanita kecintaanku. Akan kubaca lagi saat rindu datang di lain hari.
Baca Juga : [Cerpen] Dari Aku Untuk Kamu - Amitha Hidayanti
Dua puluh empat jam seakan berjalan lebih lama dari biasanya. Sejak kedatangan surat dari Azalea, aku selalu ingin pulang saja.
Sembilan purnama telah berlalu, rinduku yang begitu hebat kujadikan alasan kuat, mempersembahkan yang terbaik untuk bangsaku juga orang-orang yang kusayang.
Dua tahun kemudian, surat kedua darinya kembali datang. Kalimat-kalimat indah tulisan tangannya seketika menghujam tepat di jantungku, lebih tajam dari belati rindu. Rasanya aku ingin mati saja, mendahului dirinya.
𝘛𝘦𝘳𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘒𝘦𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘬𝘶
𝘒𝘦𝘭𝘢𝘯𝘢
𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘶𝘥𝘶𝘬 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘱𝘪 𝘚𝘶𝘯𝘨𝘢𝘪 𝘔𝘢𝘩𝘢𝘬𝘢𝘮. 𝘔𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘯𝘺𝘶𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘰'𝘢-𝘥𝘰'𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘯𝘵𝘢𝘶𝘢𝘯. 𝘚𝘶𝘯𝘨𝘢𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘶𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘪 𝘚𝘦𝘭𝘢𝘵 𝘔𝘢𝘬𝘢𝘴𝘴𝘢𝘳 𝘪𝘵𝘶, 𝘵𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘱𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘱𝘢𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪. 𝘉𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪. 𝘒𝘦𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘥𝘪𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘭𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘮𝘱𝘪𝘳𝘪.
𝘓𝘢𝘯𝘢𝘬𝘶 𝘚𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘢𝘪𝘳 𝘔𝘢𝘩𝘢𝘬𝘢𝘮 𝘵𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘳𝘪 𝘫𝘢𝘯𝘫𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘬𝘶. 𝘔𝘦𝘴𝘬𝘪 𝘳𝘢𝘨𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘦𝘥𝘢, 𝘬𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘪𝘭𝘢𝘩, 𝘫𝘪𝘸𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘶𝘵𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘥𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘮𝘶.
Baca Juga : [Cerpen] Senandita - Amelia Sholehah
𝘔𝘢𝘢𝘧𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘣𝘶𝘵 𝘬𝘦𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘮𝘶. 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢, 𝘢𝘱𝘢𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘳𝘢𝘴𝘢. 𝘔𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘪𝘳𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘥𝘪𝘩 𝘓𝘢𝘯𝘢𝘬𝘶 𝘚𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨. 𝘐𝘯𝘥𝘢𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘶𝘬𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨. 𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘶𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘬𝘦 𝘱𝘶𝘴𝘢𝘳𝘢, 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘣𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢.
𝘓𝘢𝘯𝘢𝘬𝘶 𝘚𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘭𝘦𝘶𝘬𝘪𝘮𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘴𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢, 𝘴𝘶𝘥𝘪𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘣𝘪𝘥𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘬 𝘥𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢?
𝘛𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘳𝘶𝘮𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘭𝘶𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯𝘬𝘶. 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶 𝘸𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘥𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘶.
𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘬𝘶.
𝘋𝘢𝘳𝘪 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘚𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘔𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪𝘮𝘶
𝘈𝘻𝘢𝘭𝘦𝘢
***
Aku telah kembali, wahai Azalea. Di tepi Sungai Mahakam ini kunantikan hadirmu membawa setia yang dulu kau janjikan. Namun, hingga senja mengalah pada malam, dirimu tak kunjung datang. Sunyi, sepi, aku duduk sendiri menatap kawanan kunang-kunang yang terbang tinggi rendah di sekitarku. Seakan mengajakku bercengkrama. Seperti yang dulu kau lakukan, Azalea.
Baca Juga : [Puisi] Janjimu Apa Kabar - Ayiraaa99
***
Kini, cintaku telah beristirahat dengan tenang. Pusaranya menjadi tempatku kembali pulang. Kuhabiskan puluhan senja untuk bercengkrama antara rinduku dan setianya di atas tanah kuburnya. Hanya ketiadaan yang mampu mengantarkan jiwaku kembali ke sisinya.
Tak ada yang bisa menggantikan tempatmu di hatiku, wahai Azalea. Biarkan keabadian menyatukan kita dengan caranya.
𝗧𝗔𝗠𝗔𝗧
Tarakan, 24 April 2024