Petai Yang Berubah Menjadi Donat
(Oleh: Nur Kamila Fitrotul Millah)
Hari itu semua siswa kelas empat sedang libur. Sebenarnya kurang tepat kalau dikatakan libur, hanya belajarnya di rumah, bukan di sekolah. Wabah Covid-19 membuat semua kegiatan belajar-mengajar di sekolah sekarang dilakukan secara 'daring'.
Setelah merasa aman, Amel segera memanjat pohon petai sambil membawa galah. Ia berniat memetik petai dan menjualnya untuk kemudian digunakan untuk membeli bahan donat. Ya, Amel sedang ingin memakan donat. Karena keinginannya itu, Amel rela bersusah-payah memanjat pohon petai yang ada di kebun belakang rumah.
Amel juga memilih waktu disaat orang tuanya sedang tidur. Entah darimana keberanian itu datang.
Selain memiliki hobi membaca, menulis, dan menanam tumbuhan. Sedari kecil, Amel juga memiliki hobi memanjat pohon. Hobi yang sangat aneh untuk seorang anak perempuan.
Setelah memanjat pohon petai sambil merasa takut; takut orang tuanya sudah bangun. Akhirnya Amel berhasil memetik 22 keris/papan petai. Ia segera turun dan membawa petai itu pulang.
Baca Juga : [Flash Fiction] Mimpi Juara - Uli Nasifa
Bersamaan dengan pulangnya Amel, orang tua Amel juga sudah bangun. Amel masuk rumah dengan langkah pelan dan sangat berhati-hati; jangan sampai berisik.
Harga petai saat itu memang sedang tinggi-tingginya. Bayangkan, satu papan petai saja harganya tiga ribu lima ratus rupiah. Namun tetap saja, ada harga, ada kualitas. Kalau kualitasnya kurang, harganya juga rendah.
Setelah memilih 20 papan petai yang dirasa layak jual, Amel meminta izin ke bapaknya,
"Pak, tak ngedol pete, yo," ujar Amel.
(Pak, njual petai, ya!?)
"Yo kono, emange ono? Arep ge opo?" jawab Bapaknya sambil melontarkan pertanyaan.
(Ya sana, emang ada? Mau buat apa?)
"Ono, mau bar ngopek. Arep ge tuku gandum ro fermipan, gek pengen nggawe donat he," jawab Amel.
(Ada, tadi habis metik. Mau buat beli gandum sama fermipan, lagi pengen mbuat donat,)
"Oh, Yo kono, oleh," jawab Bapaknya sambil manggut-manggut.
(Oh, ya sana, boleh)
Izin dari Bapak sudah diperoleh, sekarang Amel sedang pergi ke toko. Toko yang pemiliknya memang menyukai petai. Setiap Bapaknya panen petai, pasti dijual ke pemilik toko itu.
Baca Juga : [Flash Fiction] Air Mata Derita - Egi David Perdana
20 papan petai berhasil dijual oleh Amel, dan ia berhasil memperoleh uang Rp17.500,00. Alasannya karena petai milik Amel itu masih terlalu muda, belum saatnya dipetik.
Dengan uangnya tersebut, Amel membeli tepung terigu ½ kg, seharga Rp4.000,00. Minyak satu cup, ⅕ liter, harganya Rp3.500,00, Fermipan dengan harga Rp4.500,00 dan gula ¼kg yang harganya Rp3.000,00. Sisa uangnya yang dua ribu rupiah digunakan Amel untuk membeli pasta cokelat sachet-an, untuk topping.
Sesampainya di rumah, Amel segera mengadoni donat. Kalau hanya sekedar membuat donat, Amel memang sudah biasa. Walaupun rasanya tidak seenak seperti yang dijual-jual.
Setelah mengalami proses yang panjang, akhirnya donat berhasil dibuat. Tidak hanya dimakan sendiri, Amel juga membagi donatnya ke keluarganya. Amel senang sekali...
Baca Juga : [Flash Fiction] Selamat Tidur - Egi David Perdana
============================
Daring adalah padanan kata online dalam bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa daring adalah akronim atau singkatan dari "dalam jaringan". Lebih lanjut, disebutkan bahwa yang dimaksud jaringan dalam hal ini adalah jejaring komputer, internet, dan sebagainya.