KUSUMA BISU DALAM KEMATIAN
Karya : Annisa Tri Rahmawati
Lembayung terguyur perih,
Menadah kiblat duka,
Dari negeri dalam awan.
Kepul asap menjulang ganas,
Melahap pilar-pilar bermandi bensin,
Yang tak kuasa,
Menjadi tameng perlindungan akhir.
Peluru,
Busur,
Panah,
Seketika membutakan nurani,
Untuk saling mengasihi.
Tebing jurang bisu,
Meraung hebat,
Perihal tak mampu,
Meloloskan nyawa,
Yang terjepit.
Akar-akar perpohonan,
Terisak dalam merah,
Yang membara,
Tatkala,
Helai-helai kain,
Tercabik paksa,
Penuh nista.
Raut-raut muka,
Yang tabah memegang,
Stetoskop penyembuhan,
Sirna tak terpatri,
Di hadapan pukulan-pukulan,
Aniaya brutalisme.
Kiriwok,
Salam santun ku,
Yang telah berpulang.
Ku tahu,
Bagaimana sakitnya kau,
Dikhianati di atas PEPERA.
Tapi,
Haruskah aku menjadi korban,
Atas kegusaran mu,
Yang membumbung tinggi.
Kiriwok,
Apakah pengabdianku,
Untuk menjaga sehatnya,
Anak-anakmu,
Tak berarti,
Dalam hembus nadi mu.
Sehingga,
Tulang belulangku,
Menjadi jawab temu tim,
Pada tubuh yang sudah tak berbentuk.
Kiriwok,
Ketahuilah,
Tinggalku pada tubuh mu,
Bukan seperti investor,
Yang mengganyang rahim sucimu.
Aku datang dengan niat tulus,
Jauh dari famili,
Demi pengabdian,
Tak terhingga,
Merawat anak-anakmu,
Yang mengidap kesakitan.
Kiriwok,
Sekali lagi,
Aku hanyalah awam biasa,
Yang datang mengabdikan diri,
Pada mu.
Semoga,
Darahku yang jatuh di tanahmu,
Menjadi pengetuk iba,
Bagi hati anak-anakmu.
Bahwa kami,
Bukanlah musuhnya!
Purbalingga 10 april 2024.
Rintihan Ibu Pertiwi
Karya : Annisa Tri Rahmawati
Di bawah langit yang biru menggema rintihan,
Ibu Pertiwi menangis dalam diam,
Merintih atas luka dan duka yang menimpa,
Menyaksikan anak-anaknya terluka dan terlupa.
Tanah yang subur kini terluka dan tergali,
Diperas habis untuk kepentingan sesaat,
Ibu Pertiwi merintih, memanggil anak-anaknya,
Untuk kembali menjaga dan merawatnya.
Rintihan angin berbisik di hutan yang gundah,
Suara gemuruh sungai yang menangis pilu,
Ibu Pertiwi menangis, meminta belas kasihan,
Agar anak-anaknya sadar akan kehancuran.
Bukit-bukit tandus, sungai-sungai keruh,
Ibu Pertiwi merintih, menangis dalam sunyi,
Hati nurani yang terkubur dalam beton dan aspal,
Haruskah terus berderai air mata?
Anak-anak yang tersesat, tersilau oleh kemegahan,
Lupa akan akar dan asal-usulnya,
Ibu Pertiwi merintih, memanggil dengan lembut,
Kembalilah, anak-anakku, peluklah aku dengan cinta.
Rintihan Ibu Pertiwi menggetarkan bumi,
Memanggil setiap jiwa untuk bersatu,
Kembalilah, anak-anak yang tersesat,
Jadilah penjaga dan pelindung negeri ini.
Purbalingga 10 april 2024.
Surat Suara Rakyat Mengabdi Dengan Hati
Karya : Annisa Tri Rahmawati
Di balik gedung DPR yang megah,
Terhampar harapan rakyat yang tulus,
Suara-suara merayap di koridor kekuasaan,
Menyerukan perubahan dan keadilan.
Wakil rakyat, engkau adalah harapan,
Mewakili suara-suara yang tak terdengar,
Dalam setiap diskusi dan pertemuan,
Bicarakanlah kepentingan rakyat dengan jujur.
Jangan biarkan ego dan kepentingan pribadi,
Mengaburkan visi dan misi sejati,
Jadilah pelayan yang setia dan tulus,
Mengabdi kepada rakyat dan negeri ini.
Dengarlah suara-suara yang memohon,
Dengarlah cerita dan keluhan yang terlupakan,
Jangan hanya terbuai oleh panggung politik,
Ingatlah, rakyat adalah penguasa sejati.
Wakil rakyat, jadilah pelita dalam kegelapan,
Bawa harapan dan perubahan yang nyata,
Jangan hanya menjadi angin yang berhembus,
Tapi menjadi api yang membakar semangat.
Dari Sabang hingga Merauke,
Suara-suara rakyat menyatu dalam satu,
Menginginkan perubahan yang lebih baik,
Membangun negeri dengan keadilan dan kasih.
Wakil rakyat, janganlah tidur dalam sidang,
Bangkitlah dan berjuang untuk rakyatmu,
Bukalah pintu hati dan telinga yang peka,
Sampaikan suara-suara mereka dengan tegar.
Negeri ini adalah milik kita bersama,
Mari bersatu dan berjuang bersama,
Wakil rakyat, engkau adalah harapan,
Untuk mewujudkan negeri yang lebih baik.
Purbalingga 11 April 2024
#Terinspirasi dari lagu "Surat buat wakil rakyat, iwan fals".