GELIAT UMKM MENGORBITKAN POTENSI LOKAL
(Suara Kampus, 7/5/2024)
Indonesia kaya akan keanekaragaman kuliner yang menjadi identitas budaya Indonesia. Salah satu diantaranya adalah kue 'getuk goreng' milik Pak No yang berada di Dusun Sumengko, Desa Bodeh, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora.
Makanan tradisional yang memiliki rasa khas dan keunikan tersendiri. Namun, seiring perkembangan jaman, getuk goreng tidak hanya sekedar menjadi cemilan tradisional, melainkan telah menjadi salah satu produk UMKM yang mengorbitkan potensi lokal.
Getuk goreng merupakan varian dari getuk tradisional yang telah diolah dengan cara digoreng sehingga menghasilkan tekstur yang renyah di luar namun lembut di dalam. Keistimewaan produk ini tidak hanya terletak pada rasa yang lezat, tetapi juga pada variasi rasa dan kemasan yang ditawarkan. Mulai dari rasa original yang klasik hingga varian modern seperti gula putih, gula merah, cokelat, keju, singkong keju, pisang coklat, dan 'jemblem'. Bentuknya yang beragam, mulai dari potongan kotak hingga bola kecil, membuatnya menarik bagi berbagai kalangan konsumen.
Proses pembuatan getuk goreng melalui beberapa tahapan, mulai dari persiapan bahan baku hingga proses pengolahan. Singkong dikupas, dipotong, dan direbus hingga matang. Setelah itu, singkong dihaluskan dan dicampur dengan gula, kemudian dibentuk menjadi bentuk-bentuk kecil dan digoreng hingga kecokelatan. Pengelolaan yang baik dari tahap awal hingga akhir memastikan kualitas produk yang konsisten dan aman dikonsumsi.
UMKM dalam industri getuk goreng mengadopsi strategi pemasaran yang kreatif dan terarah. Mereka tidak hanya mengandalkan penjualan secara langsung di komplek perkiosan lapangan Gelora Randublatung, tetapi juga memanfaatkan platform online seperti media sosial lewat akun youtube Kepomania Randublatung.
Baca Juga : Pengertian Modernisasi dan Globalisasi
Usaha getuk goreng dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi pelaku UMKM dan keluarganya. Dengan melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja, tidak hanya menciptakan lapangan kerja tambahan tetapi juga mempererat ikatan keluarga.
Pendapatan per hari dari penjualan getuk goreng bervariasi tergantung pada skala produksi dan strategi pemasaran yang diterapkan. Biasanya Pak No memproduksi singkong sebanyak 5 kg/ hari. Biaya bahan baku yang dibutuhkan dalam satu kali produksi dengan singkong sebanyak 5 kg cukup murah yaitu membutuhkan biaya sekitar Rp 210.000 sudah termasuk dengan seluruh bahan yang dibutuhkan dari proses awal sampai dengan jadi dan dijual dengan harga per biji Rp 1.250. Keuntungan per hari dari penjualan getuk goreng juga bergantung pada berbagai faktor seperti biaya produksi, harga jual, dan volume penjualan. Biasanya memperoleh keuntungan bersih antara 30% hingga 50% dari pendapatan per hari setelah dikurangi dengan biaya produksi dan operasional.
Dengan menggali potensi lokal, memanfaatkan bahan baku yang tersedia secara melimpah, dan menerapkan strategi pemasaran yang cerdas, UMKM dalam industri getuk goreng telah membuktikan bahwa produk lokal dapat bersaing secara sehat di pasar yang semakin kompetitif. Ini adalah cerminan dari keberhasilan kolaborasi antara tradisi lokal dan inovasi dalam mengembangkan bisnis yang berkelanjutan secara ekonomi dan budaya.
Ibu Pipin salah satu tokoh masyarakat dan juga sebagai guru SDN 2 Sumengko menjadi langganan tetap mengatakan bahwa, "Tekstur rasa dan kemasan lezat dan menarik.". Usaha ini didukung oleh M. Munadi Kepala Desa setempat.
____________
Oleh : Faiza (semester 6 Prodi Perbankan Syariah FEBI IAI Al Muhammad Cepu)
(Rep: Mamiek).