Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[Puisi] Balada Daster Srikandi Untuk Negeri - Nur Indah Sari

Sumber gambar : https://pixabay.com/id/illustrations/rusa-kabut-pegunungan-berkabut-5714697/

BALADA DASTER SRIKANDI UNTUK NEGERI

Long life education, anytime, anywhere...


Sungguh, dialah metafora wanita masa kini yang ilahiyah,

Simbol wanita yang paripurna nan sederhana,

Perjuangan demi tunainya janji kepada negeri ini, pejuang hidup dengan daster yang lusuh,

Dimanakah kesempatan baik seperti mereka?, dimanakah usia ideal sekolah?

Seantero jagad jawablah!, adakah orang yang mau membantunya?

Adakah nasib baik yang berkenan berpihak kepadanya?

Dialah Srikandi berdaster.


Kesempatan yang tidak akan pernah diberikan oleh negeri ini, baginya kaum berdaster,

Beasiswa bagi ibu rumah tangga untuk melanjutkan ke perguruan tinggi,

Jangan mimpi.....

Semua itu hanya untuk mereka penikmat beasiswa berumur ideal nan muda,

Hanya Universitas swasta kecil yang mau memungutnya, itupun tanpa toleransi beasiswa,

Universitas besar ternama hanyalah mimpi baginya....


Buat apa susah payah sekolah tinggi?, toh sudah jadi istri orang, toh sudah jadi emak-emak,

Yang kerjanya hanya berkutat dengan dapur, sumur, kasur, baju di jemur,

Iya....jawabnya, aku memang perempuan yang berkodrat mengabdi pada keluarga,

Tapi aku mau terus sekolah dan terus sekolah, aku haus sekolah, aku serakah pengetahuan,

Lihatlah mereka tunas-tunasku......

Tidak layakkah mereka memiliki ibu yang lebih ‘ngerti’ dari padaku saat ini?

Tidak layakkah mereka memiliki guru private, koki, dan pengasuh yang lebih smart dari ini?


Bukan keinginan yang besar, hanya secuil asa sederhana,

Seharusnya, kelak anak-anak yang akan kulahirkan akan menjadi generasi yang lebih tangguh, mereka cikal bakal penerusku, penerus negeri ini,

Tidak layakkah mereke punya ibu yang mendapat pengetahuan layak?

Bukankah ibu adalah sekolah yang paling pertama dan utama untuk anaknya?


Sayangnya keinginan ini dibayar dengan harga mahal.....


Srikandi berdaster,.....


Saat yang lain pergi ke kampus dengan pesona khas mahasiswanya,

Wajah kusam kumal menjadi ciri khasnya,

Dia terbit dengan lelah yang mendera akibat semalaman terjaga oleh sang buah hati,

Berangkat dari rumah dengan langkah yang mengendap-endap layaknya pencuri untuk menghindari dari rengekan sang buah hati,


Saat yang lain berangkat ke kampus dengan uang saku yang berkecukupan,

Dia hanya membawa dua puluh ribu perak untuk mengisi BBM motor bututnya, tentu saja dengan iringan do’a agar ban motor bututnya tidak bocor atau meledak,

Itupun dia lengkapi dengan menelan salivanya berkali-kali pertanda menahan lapar dahaga.


Saat yang lain pulang ke rumah kost dengan harapan melabuhkan penat lelahnya,

Dia pulang disambut dengan rengekan manja si kecil yang seharian menahan tangis manjanya, menunggu belaian hangat sang ibu lengkap dengan tagihan oleh-oleh yang dijanjikan saat meninggalkan rumah,

Hebatnya dia, bayangan tugas yang menggunung dari maha dosen sejenak dilupakan demi membagi perannya kini dirumah, dan ah....sudahlah, nanti setelah anakku tidur aku akan menyelesaikannya, itulah tepisnya,


Saat mereka semuanya terlelap dalam nyanyian malam, srikandi dengan daster lusuhnya tertatih menghadap sang Khaliq, Dzat ternyaman untuk mengadu, dia merengek memohon untuk kebaikan semuanya.....tentang tunggakan uang kuliah, tentang somasi yang dilayangkan pemilik rumah kontrakannya lantaran dia tak kunjung membayar uang sewa, tentang ekonominya yang belum tertata dengan baik,

Dia mengadu se seru-serunya,


Srikandi berdaster.....


Saat yang lainnya mengerjakan proposal skripsi mengandalkan notebook dan laptop tercanggih,

Dia rela mengantri bergumul dengan remaja masa kini yang dengan asyiknya bermain game online di warnet yang kumuh,

Itupun mencuri waktu dari pekerjaannya berjualan sayuran di pasar,

Baginya, apapun akan dilakukan asal bisa menyelesaikan ujian skripsinya, menepati janjinya kepada negeri ini,

Janji untuk melahirkan dan mewarisi manusia-manusia tangguh yang siap menjadi kebanggan negeri ini,


Jika mereka bertanya kemana saja kau selama ini, kenapa baru sekarang melanjutkan sekolah?


Praktis, semua wanita ingin metamorfosanya sempurna, sekolah, kuliah, kerja, lalu menikah,

Tapi apa daya jika norma dan budaya tidak bertitah?

Bagi kaum perempuan, perintah orang tua adalah sabda yang tidak bisa dibantah,

Kaum perempuan yang menjunjung tinggi norma dan budaya daerah, memang lumrah menikah di usia yang masih belia,

Tentu saja itu bukan kesalahan, baginya tidak ada istilah terlambat untuk mengais ilmu,

Bisa merasakan bangku perguruan tinggi swasta saja, sudah mukjizat besar baginya,

Inilah pendidikannya sebagai orang tua.....

Inilah bukti cintanya pada negeri ini.....


Srikandi berdaster.....


Perjuangan yang lengkap dengan baladanya kini hanya menghitung hari, menanti hari tua sembari menoleh ke belakang, mengenang masa perjuangannya,

Dia tak sehebat RA Kartini ataupun Tjut Nyak Dien, tetapi bagi generasinya dialah simbol perempuan yang hakiki,


Terima kasih Tuhan....


Kau telah memberinya waktu dan kesempatan yang singkat untuk dia berfikir,

Berfikir sebagai mahasiswa yang berusaha meningkatkan mutunya walau kadaluarsa,

Berfikir sebagai ibu yang paripurna,

Berfikir untuk berbakti kepada nusa dan bangsa,

Berfikir mencetak generasi yang ksatria,

Menuju bangsa yang paripurna, sejahtera selamanya.


Selamat hari pendidikan Nasional, semoga kaum ibu masa kini benar-benar layak menjadi sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Mampu melahirkan, mendidik dan mencetak generasi-generasi handal negeri ini.


Diberdayakan oleh Blogger.