MAK, AKU PATAH HARI INI
Mak, aku patah hari ini
matahari tak tampak lagi
pupus bulu-bulu kenari
di pot bidara yang berduri-duri
dan aku memikirkan hari
di mana mimpi menjadi mati.
orang-orang menjenguk mati
dalam kubur yang mereka gali sendiri
sambil membawa air suci bercampur puisi
dan seikat bunga melati di tangan kiri.
Mak, aku patah hari ini
kompas telah menunjuk ke sana-sini
menuntun ke segala arah kecuali rumah.
Kotagu Hayatudin
Majalengka
2024.
Penjelasan Makna Puisi "Mak, Aku Patah Hari Ini"
Puisi ini menggambarkan perasaan patah hati, keputusasaan, dan kehilangan arah yang mendalam. Melalui penggunaan majas dan diksi yang kaya, penyair mengekspresikan kerinduan yang mendalam terhadap suatu tempat atau kondisi yang memberikan rasa aman danpenuh kasih. Berikut adalah analisis makna dari setiap bait dalam puisi ini:
Bait Pertama:
"Mak, aku patah hari ini matahari tak tampak lagi"
Puisi ini dibuka dengan panggilan kepada "Mak," yang kemungkinan besar merujuk kepada ibu atau sosok yang penuh kasih sayang dan pengertian. Frasa "matahari tak tampak lagi" melambangkan hilangnya harapan atau kebahagiaan, seolah-olah hari yang biasanya cerah kini menjadi gelap dan suram.
"pupus bulu-bulu kenari di pot bidara yang berduri-duri"
Kenari, yang biasanya simbol kelembutan dan keindahan, kini layu di pot bidara yang penuh duri. Ini menggambarkan kerentanan dan penderitaan di tengah-tengah lingkungan yang keras dan menyakitkan.
"dan aku memikirkan hari di mana mimpi menjadi mati."
Penyair merenungkan masa ketika semua harapan dan aspirasi telah sirna. Ini menunjukkan keputusasaan yang mendalam dan perasaankehilangan yang begitu kuat.
Bait Kedua:
"orang-orang menjenguk mati dalam kubur yang mereka gali sendiri"
Frasa ini menggambarkan perenungan tentang kehidupan dan kematian.
Orang-orang yang menjenguk mati di kubur mereka sendiri menunjukkan bahwa setiap orang pada akhirnya menghadapi kematian yang merupakan hasil dari perjalanan hidup mereka sendiri.
"sambil membawa air suci bercampur puisi dan seikat bunga melati di tangan kiri." Air suci dan puisi melambangkan kemurnian dan keindahan, sementara bunga melati sering dikaitkan dengan ketulusan dan keabadian. Ini mungkin menunjukkan upaya untuk menemukan ketenangan dan memberikan penghormatan kepada sesuatu atau seseorang yang telah hilang.
Bait Ketiga:
"Mak, aku patah hari ini kompas telah menunjuk ke sana-sini"
Pengulangan panggilan "Mak" menegaskan keputusasaan dan kerinduan penyair akan bimbingan dan kasih sayang. Kompas yang "menunjuk ke sana-sini" melambangkan kebingungan dan kehilangan arah dalam hidup.
"menuntun ke segala arah kecuali rumah." Rumah, yang seringkali menjadi simbol tempat yang aman dan diinginkan, tidak dapat ditemukan. Ini menambah perasaan keterasingan dan kehilangan arah yang dialami oleh penyair.
Makna Keseluruhan
Puisi ini menggambarkan perasaan mendalam dari patah hati, keputusasaan, dan kerinduan yang tak terhingga. Melalui penggunaan majas dan diksi yang tepat, puisi ini menyampaikan kompleksitas emosi yang dialami dengan cara yang sangat sugestif dan menyentuh. Setiap elemen dalam puisi ini, mulai dari matahari yang tak tampak, kenari yang layu, hingga kompas yang kehilangan arah, semuanya menyatu untuk menciptakan gambaran yang kuat tentang kehilangan, kerentanan, dan pencarian akan ketenangan dan tempat yang aman.
Penjelasan dan Alasan Penggunaan Majas dan Diksi
Puisi "Mak, Aku Patah Hari Ini" karya Anda menggunakan berbagai majas (gaya bahasa) dan pilihan diksi yang kaya untuk menyampaikan makna yang mendalam tentang perasaan kehilangan, keputusasaan, dan kerinduan akan sesuatu yang tak terjangkau. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang penggunaan majas dan diksi dalam puisi Anda:
1. Majas Personifikasi
"matahari tak tampak lagi," - Matahari diperlakukan seolah-olah memiliki kemampuan manusia untuk menghilang. Ini menunjukkan hilangnya harapan atau pencerahan dalam hidup penyair.
"pupus bulu-bulu kenari di pot bidara yang berduri-duri" - Kenari dan pot bidara diberi sifat manusiawi dengan "pupus" atau layu. Ini menggambarkan keruntuhan dan penderitaan, memberikan nuansa kesedihan yang lebih mendalam.
2. Majas Metafora
"mimpi menjadi mati" - Mimpi diibaratkan sebagai makhluk hidup yang dapat mati. Ini menyiratkan bahwa harapan dan aspirasi sang penyair telah hancur.
3. Majas Simile
"orang-orang menjenguk mati dalam kubur yang mereka gali sendiri" - Ini bukan simile secara teknis (karena tidak menggunakan "seperti" atau "bagai"), namun memiliki efek serupa dengan membandingkan tindakan orang-orang yang menggali kubur mereka sendiri dengan kebiasaan mereka yang mendekati kematian.
4. Majas Hiperbola
"kompas telah menunjuk ke sana-sini" - Kompas, sebagai alat yang seharusnya memberikan petunjuk yang jelas, digambarkan kehilangan arah sepenuhnya. Ini menekankan kebingungan dan ketidakpastian yang dirasakan penyair.
5. Majas Ironi
"menuntun ke segala arah kecuali rumah" - Ironi terletak pada kenyataan bahwa kompas, yang seharusnya menuntun ke arah yang benar, justru tidak mampu mengarahkan ke tempat yang paling diinginkan, yaitu rumah. Ini menggambarkan rasa keterasingan dan kehilangan arah.