Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[REVIEW BUKU] Sekolah Itu Candu Karya Roem Topatimasang

Sumber gambar : https://pixabay.com/id/vectors/eraser-design-icon-isolated-flat-5218643/

REVIEW BUKU: Sekolah Itu Candu Karya Roem Topatimasang

Buku ini pertama kali memikat saya dengan judulnya yang terdengar ikonik ‘Sekolah itu Candu’. Saya sudah membayangkan betapa luar biasanya buku ini hanya dari judulnya, pasti buku ini berisi sanjungan kepada tempat bernama sekolah. Namun, ternyata pemikiran saya salah besar.

Buku ini pertama kali diterbitkan pada 1998 oleh penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Buku ini sempat menjadi buku terlaris pada masanya, dan berhasil dicetak ulang hingga edisi ke 8 di tahun 2023. Buku ini masih oriental dengan pemikiran dan narasi penulisnya yaitu Roem Topatimasang, meski ada beberapa tambahan bab di cetakan ulangnya. Namun, hal ini malah menjadikan buku ini semakin menarik.

Di lembar awal, buku ini sudah memberikan label ‘kritik pendidikan’. Praktis, buku ini berisi segala macam pro-kontra yang berkaitan dengan Pendidikan.

Penulis mengemas setiap bab dengan narasi yang jenaka dan santai, berhasil membuat pembaca menampilkan ekspresi geli di akhir setiap bab atas anekdotnya. Buku ini juga menyajikan berbagai potret Pendidikan yang terjadi di Indonesia, mulai dari jalanan sekolah yang rusak dan sulit ditempuh, bangunan yang rapuh, dana Pendidikan yang membengkak namun tak terlacak arah pengeluarannya, dan segala macam permasalahan yang menunjukkan kurangnya kualitas Pendidikan Indonesia.

Pembaca juga diajak merenung, akan keberadaaan sekolah yang saat ini ada, apakah memang sepenting itu? Lantas kenapa masih ada saja pengangguran? 

Beberapa narasi terkesan memprovokasi, namun sangat patut untuk dijadikan renungan. Maka pada sisi ini, pembaca perlu bijak dalam mengambil pelajaran dan melihat dari berbagai sisi terkait permasalahan yang disajikan.

Salah satu bab yang saya kira menarik dan patut untuk dipikirkan, berhasil membuat saya mengangguk-anggukkan kepala, dan berkata dalam hati “benar juga ya? Apa iya?”

Bab mengenai para ahli yang menganalogikan sekolah dengan berbagai hal. Gene Bylinsky menyebut sekolah semestinya seperti oasis, Julius Kambarage Nyerere menyebut sekolah sebagai kebun yang diamini oleh para akhli pendidikan lain seperti Maria Montessori, Friedrich Frobel, dan Jean Piaget. Bahkan Ki Hajar Dewantara – bapak Pendidikan Indonesia – menyebut sekolah sebagai taman. Singkatnya sekolah seperti tempat untuk manusia tumbuh dan berkembang dengan segala ilmu yang dipelajarinya.

Namun, dengan ringan penulis menyebut sekolah itu pasar! Karena tempat ini melahirkan para lulusan yang dibutuhkan di dunia kerja, selayaknya permintaan dan penawaran. Sekolah saat ini menyiapkan siswa sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan di dunia kerja, ia lulus untuk bekerja. Cukup menguras pikiran, karena ada benarnya, tapi tidak begitu juga. Menurutmu bagaimana?

Diantara sekian banyak kelebihan buku ini, ada beberapa hal yang kurang nyaman untuk saya pribadi. Hal ini terletak pada redaksi yang disajikan penulis, kata yang dirangkai terkadang terkesan berbelit dan cukup membingungkan untuk anak milenial. Padupadan ejaan dan kata juga terasa begitu kolot, tidak jelek, namun membuat saya bingung dan terkadang harus membaca ulang paragraph yang sudah dibaca sebelumnya. Hal lainnya adalah karena buku ini merupakan cetakan lama, saya pikir beberapa permasalahan tidak lagi relevan dengan zaman sekarang. Namun, memang masih ada permasalahan-permasalahan serupa. Jadi perlu lebih bijak dalam membacanya. Hal ini sekaligus membuka mata kita bahwa permasalahan dalam pendidikan belum teratasi juga hingga kini.

Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, buku ini sangat bagus dan saya rekomendasikan untuk dibaca. Cocok untuk para anak muda, para pendidik, dan masyarakat yang berusaha melihat hal secara nyata dengan pemikirannya yang kritis. Namun seperti yang saya katakana sebelumnya, setiap narasi atau opini yang tersaji perlu dipikirkan secara matang, jangan sampai terprovokasi. Pendidikan Indonesia sudah berkembang pesat, namun permasalahan dalam pendidikan masih belum teratasi semua. 

____________________

Oleh

Rizka Awaliah

____________________

Baca juga karya penadiksi lainnya:

- Review Buku Teman Duduk Karya Arshy M

- Review Buku Sebuah Autobiografi Inu Kencana Syafie

- Review Buku Kitab Firasat

- Review Buku Teach Like Finland

Diberdayakan oleh Blogger.