Secara sederhana parenting diartikan sebagai pola asuh orang tua terhadap anak. Pola asuh ini beragam, entah dalam bentuk metode hingga bentuk kasih sayang dari orang tua. Keragaman metode pengasuha ini akan memberikan dampak yang berbeda-beda pula pada pembentukan karakter anak. Umumnya para orang tua menggunakan metode di bawah ini dalam pola pengasuhan :
1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini menempatkan orang tua sebagai pemegang pengendali tertinggi. Pola asuh Otoriter memiliki ciri khas yang kaku, tegas, pendapat orang tua selalu benar dan adakalanya oranag tua akan menerapkan hukuman untuk kesalahan anak.
Dalam hal ini dampak positifnya adalah anak akan menjadi sosok yang disiplin dan patuh. Namun, disamping itu dampak negatifnya adalah anak tersebut akan kesulitan membuat pendapat sendiri. Pola asuh otoriter yang berlebihan juga akan membuat anak merasakan tekanan dan stress, dan akan mempengaruhi perkembangan emosinya. Salah satu kemungkinan terburuk yang sering terjadi akibat pola asuh ini adalah terciptanya hubungan atau komunikasi yang kurang baik antara anak dan orang tua, dan tak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut juga akan menjadi sosok otoriter di kemudian hari
2. Pola Asuh Cuek
Seperti namanya, pola asuh ini memiliki karakteristik yang cuek, yang di dalamnya tidak melibatkan peran orang tua sama sekali. Umumnya pola asuh ini diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kesibukan orng tua.
Anak dengan pola asuh ini akan sulit untuk mengontrol diri, sulit berkomunikasi, dan mengendalikan emosi. Tak jarang mereka akan lebih banyak menghabiskan diri dengan ponsel pintar, video game, atau televisi. Meski begitu, anak dengan pola asuh ini juga akan cenderung mandiri, karena terbiasa melakukan banyak hal sendiri.
Baca Juga : [Cerpen] Terhalang Restu - Aini Seskiya
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini merupakan kebalikan dari pola asuh otoriter, dimana pengendali atau keputusan tertinggi berada di tangan anak. Orang tua cenderung mengikuti keinginan anak atau biasa kita sebut dengan memanjakan anak.
Pola asuh permisif akan menciptakan suasana yang hangat antara orang tua dan anak. Orang tua menjadi teman baik anaknya, selalu mendukung setiap perilaku anaknya, bahkhan perilaku negatif sekalipun. Anak-anak akan diberi kebebasan dalam jadwalnya, dalam jangka panjang hal ini akan membentuk pribadi yang kurang disiplin, dan manja. Dalam kasus terburuk akan menghilangkan rasa penghormatan kepada ayah dan ibu sebagai orang tua, karena menganggap seperti teman. Sehingga ketika ada hal yang tidak tercapai dapat bertindak agresif.
Penadiksi Ads |
Namun disamping itu, anak dengan pola asuh permisif akan lebih bebas, kreatif dan mudah dalam mengekspresikan diri.
4. Pola asuh demokratis
Pola asuh ini disebutkan menajad pola asuh paling ideal. Hal ini dikarenakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban orang tua dan anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini akan membimbing dan mengarahkan anak tanpa adanya tekanan, dengan keterbukaan alasan sehingga anak dapat memahami alasan dari aturan-aturan atau pendapat yang orang tuanya ungkapkan. Orang tua juga akan memberikan dukungan emosional secara penuh dalam setiap pencapaiannya. Dalam kemenangan ada apresasi, dalam kekalahan ada kata-kata menenagkan.
Anak akan terbuka dengan hal yang terjadi maupun yang dirasakan, dan orang tua tidak menghakimi kesalahan melainkan memberikan arahan. Namun, bukan berarti mentolerir kesalahan.
Baca Juga : Isu Kaum Lemah dan Undang - Undang Penengah
Pola asuh demokratis yang sesungguhnya akan menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Sehingga anak akan terbentuk dengan karakter yang seimbang, disiplin, mandiri, percaya diri, kreatif dan bahagia secara psikologis.
Banyaknya pola asuh yang diterapkan orang tua akan berpengaruh pada karakter pembentuk anak. Terbukti dengan maraknya kasus yang terjadi akibat tingkah anak yang tidak terkendali, hal ini dapat dipengaruhi pola asuh dan tidak adanya bimbingan orang tua.
Perkembangan tekologi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. segala macam hal dapat di akses dengan mudah dengan bantuan teknologi, di sosial media dan platform manapun. Mulai dari informasi baik hingga yang tidak baik. Dalam hal ini peran orang tua sangat diperlukan sebagai pengendali, pengarah, dan pengamat anak agar hal-hal yang diakses tidak keluar dari batas yang seharusnya.
Namun, yang terjadi saat ini adalah tersebarnya paradigma yang keliru. Dimana TV dan gadget dianggap sebagai baby sitter murah dan mudah, padahal banyak sekali tayangan yang masih memerlukan penjelasan orang tua. Tidak semua tayangan – baik di media online maupun di televisi – pantas ditonton.
Anak-anak tercatat menonton televisi selama 30 - 35 jam selama seminggu. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian orang tua sebagai penanggung jawab perkembangan anak.
Baca Juga : Setiap Anak Istimewa dengan Perbedaannya
Idealnya anak pada umur 3-7 tahun hanya menonton 30 menit sehari, umur 7-12 tahun menonton 1 jam sekal, umur 12-16 tahun menonton 1 setengah jam sehari, dan umur 16 tahun ke atas menonton 2 jam sehari. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan dari anak tersebut, dan yang perlu diperhatikan adalah kualitas tontonannya.
Seiring berjalannya waktu, tantangan dalam pengasuhan juga semakin meningkat. Maka sangat penting untuk setiap orang tua mengenali anak, sehingga setiap potensi, kemampuan, hobi dan hal-hal yang menyangkut dirinya dapat dikembangkan.