Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[Cerpen] Perjuangan Seorang Ayah Pekerja Keras dan Penyesalan Anak yang Terlambat - Mushpih Kawakibil Hijaj

Anak-anak yang tidak peduli dengan perjuangan ayah mereka yang bekerja keras.
Ayah berkerja keras demi anak-anaknya

Cerpen Islami Sedih: Perjuangan Seorang Ayah Pekerja Keras dan Penyesalan Anak yang Terlambat

Kehidupan Seorang Ayah Pekerja Keras

Di sebuah kota kecil yang sederhana, Agus bekerja keras sebagai kuli bangunan untuk mencukupi kebutuhan hidup enam orang anaknya. Meski tubuhnya semakin lemah karena usia, ia tak pernah berhenti berusaha. Setiap hari, ia bangun pagi untuk menantang terik matahari, membawa beban berat demi kelangsungan hidup keluarganya. Namun, di balik itu semua, anak-anaknya hanya tahu meminta tanpa memahami bagaimana perjuangan besar yang dilakukan Agus untuk mereka.

Perjuangan Tanpa Henti, Tanpa Apresiasi

Rani, anak perempuan bungsu Agus, selalu meminta uang dan barang-barang baru. Bahkan, ia berbohong kepada teman-temannya tentang kekayaan keluarganya, padahal mereka hidup dalam kesederhanaan. Meski Agus sering pulang dalam kondisi kelelahan dan sakit, Rani selalu menuntut lebih tanpa sedikit pun rasa empati. “Yah, besok aku butuh uang untuk jalan-jalan,” katanya suatu kali tanpa rasa bersalah. Agus hanya bisa mengangguk, meski hatinya tertekan.

Kehilangan yang Membuka Mata

Kepergian istrinya lima tahun lalu meninggalkan luka mendalam bagi Agus. Meski ia berusaha keras untuk mengisi kekosongan tersebut, tak ada yang bisa menggantikan kasih sayang istrinya. Ia pun tak pernah mengeluh meski sering merasa kesepian. Setiap malam, Agus selalu mengingatkan anak-anaknya untuk tidak lupa berdoa dan bersyukur atas apa yang mereka miliki. Tetapi, semua itu seolah tidak didengar oleh anak-anaknya, terutama Rani yang lebih mementingkan gengsi dan kesenangan pribadi.

Hari-Hari Penuh Lelah dan Sakit yang Terabaikan

Pada suatu malam, Agus terbatuk hebat, namun anak-anaknya tak peduli. Mereka lebih sibuk dengan dunia mereka sendiri. Esok harinya, Agus tetap berangkat kerja meski tubuhnya sudah terasa sangat lemah. Namun, pada hari itu, ia hampir jatuh dari tangga di lokasi proyek. Mandor menyuruhnya pulang lebih awal, namun Agus hanya mengangguk dan terus berjalan pulang menuju rumah.

Saat ia sampai di rumah, tubuhnya tak sanggup lagi menahan rasa sakit. Tetapi, Rani masih saja menuntut uang untuk kegiatan hariannya. Agus menyerahkan apa yang dia miliki, meski sedikit. "Ini, Nak, cuma segini," katanya lemah. Rani hanya mencibir, merasa malu dengan uang yang diberikan oleh ayahnya.

Kejatuhan yang Tak Terelakkan

Pada hari yang hujan, Agus tetap berangkat bekerja meski kondisinya semakin buruk. Di tengah hujan deras, ia terjatuh dan dilarikan ke rumah sakit. Namun, nyawanya tak tertolong. Kabar kematian Agus sampai ke rumah, dan anak-anaknya baru menyadari betapa berharganya sosok yang selalu ada untuk mereka. Rani menangis, memandang uang terakhir yang diberikan oleh Ayahnya, dan menyadari betapa ia telah mengecewakan orang yang telah memberinya segalanya.

Penyesalan yang Tak Bisa Dihapus

Setelah Agus dimakamkan, Rani berdiri di tepi makam, memandang nisan sederhana dengan tangan gemetar. Ia teringat akan banyak hal, salah satunya adalah ayat yang sering dibacakan Ayahnya ketika mereka masih bersama.

وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا ۝٣٧

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung.” (Q.S. Al-Isra: 37)

Ayat itu mengingatkannya bahwa selama ini ia hidup dalam kesombongan, menutupi kemiskinan keluarganya dengan kebohongan. Kini, Ayah yang paling mencintainya telah pergi.

Perubahan yang Terlambat

Setelah kepergian Ayahnya, Rani dan saudara-saudaranya mulai menyadari kesalahan mereka. Mereka memutuskan untuk berubah. Rani menjual barang-barangnya yang mahal, mengganti gaya hidupnya dengan cara yang lebih sederhana. Ia mulai bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Setiap sore, ia mengunjungi makam Ayahnya untuk berdoa dan meminta maaf.

Tamat. Cerpen ini ditulis oleh ChatGPT dengan ide, pengawasan dan revisi dari Mushpih Kawakibil Hijaj.

---

Jika cerpen fiksi islami ini memiliki pesan yang baik dan bermanfaat, mohon bantuan untuk membagikan kepada teman-temanmu agar lebih banyak orang bisa mengambil pelajaran dari pengorbanan dan perjuangan seorang ayah. Terimakasih! 

Baca Juga Cerpen Motivasi/Inspirasi/islami Lainnya :

Diberdayakan oleh Blogger.