Di sebuah desa kecil yang dikelilingi pegunungan hijau, hiduplah seorang lelaki tua bernama Pak Saleh. Meski rumahnya hanya gubuk kayu sederhana, tetapi semua orang tahu bahwa di sanalah kedamaian dapat ditemukan. Pak Saleh adalah sosok yang dikenal bijaksana, ramah, dan penuh ketenangan. Warga desa sering datang kepadanya untuk berbagi keluh kesah, karena mereka tahu Pak Saleh selalu memberikan nasihat yang menenangkan hati.
Namun, tidak banyak yang tahu bahwa hidup Pak Saleh dahulu penuh dengan cobaan yang berat. Belasan tahun lalu, ia kehilangan istri dan anaknya dalam sebuah kecelakaan. Hidup yang sebelumnya penuh tawa berubah menjadi sunyi. Tetapi, alih-alih tenggelam dalam kesedihan, Pak Saleh memilih jalan yang berbeda.
Setiap malam, ia bersujud kepada Allah, memohon kekuatan dan keikhlasan. Dalam sujud panjangnya, ia sering berbisik, “Ya Allah, jika ini adalah ketetapan-Mu, ajarkan aku untuk menerima dengan hati yang ridha. Jangan biarkan aku larut dalam kesedihan, karena aku tahu Engkau selalu memiliki rencana terbaik.”
Doa-doa itu perlahan mengubah hatinya. Dari hari ke hari, ia mulai menemukan ketenangan dalam hidupnya. Ia menyadari bahwa kehilangan adalah salah satu bagian dari kehidupan dan penerimaan adalah kunci untuk terus menjalaninya.
---
Hari itu, matahari baru saja terbenam ketika seorang pemuda bernama Yusuf datang ke rumah Pak Saleh. Wajahnya tampak kusut, matanya menunjukkan tanda-tanda kurang tidur. Yusuf adalah pemuda yang dikenal rajin bekerja, tetapi beberapa bulan terakhir hidupnya dipenuhi kegagalan. Ia kehilangan pekerjaannya di kota dan harus kembali ke desa dengan tangan hampa.
“Pak Saleh,” katanya setelah dipersilakan duduk, “saya merasa hidup ini tidak adil. Saya sudah bekerja keras, tapi selalu gagal. Rasanya, Allah tidak mendengarkan doa-doa saya.”
Pak Saleh tersenyum lembut. Ia menuangkan teh hangat ke cangkir Yusuf, lalu berkata, “Yusuf, kadang Allah menjawab doa kita dengan cara yang tidak kita pahami. Apa yang terlihat seperti kegagalan hari ini, bisa jadi adalah jalan utama untuk menuju kesukseskan di hari nanti.”
“Tapi kenapa saya merasa semua ini terlalu berat, Pak? Saya kehilangan pekerjaan, tabungan saya habis, dan saya merasa tidak ada harapan lagi,” keluh Yusuf.
Pak Saleh mengangguk pelan. “Yusuf, kamu tahu apa yang membuat hidup ini terasa lebih ringan?” tanyanya.
Yusuf menggeleng.
“Ketenangan jiwa,” jawab Pak Saleh. Ia mengambil Al-Qur'an dari rak di ruang tengah dan membuka halaman yang sudah usang. Dengan suara yang tenang, ia membaca surat Al-Fajr ayat 27 - 30 :
أعوذ باللّه من الشيطان الرّجيم
يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ٢٧
ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةًۚ ٢٨
فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ ٢٩
وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ٣٠
Artinya: "27. Wahai jiwa yang tenang, 28. Kembalilah kepada tuhanmu dengan ridha dan diridhai. 29. Lalu, masuklah kedalam golongan hamba-hambaku. 30. Dan masuklah kedalam surgaku."
Pak Saleh menutup Al-Qur'an itu perlahan, lalu menatap Yusuf dengan lembut. “Allah berbicara kepada jiwa yang tenang, wahai Yusuf. Jiwa yang tenang adalah mereka yang ridha kepada ketetapan Allah, apa pun yang terjadi. Mereka percaya bahwa di balik setiap ujian ada hikmah, dan di balik setiap kesedihan ada kebahagiaan yang menanti. Jika kamu ridha kepada Allah, insya Allah, Dia pun akan ridha kepadamu.”
---
Yusuf terdiam, merenungkan kata-kata itu. “Tapi bagaimana caranya, Pak? Bagaimana saya bisa ridha dengan semua hal buruk yang terjadi dalam hidup saya?” tanyanya dengan suara pelan.
Pak Saleh tersenyum lagi. “Ridha tidak datang dengan sendirinya, Yusuf. Ridha adalah hasil dari keyakinan yang kita bangun perlahan-lahan. Kita belajar untuk percaya bahwa Allah tidak pernah salah dalam mengatur takdir kita. Ketika kita percaya, hati kita akan tenang, dan kita akan melihat dunia ini dengan cara yang berbeda.”
Malam itu, Yusuf pulang dengan hati yang sedikit lebih ringan. Kata-kata Pak Saleh terus terngiang dalam pikirannya. Ia mulai belajar untuk menerima kenyataan, meskipun terasa pahit. Ia berdoa dengan cara yang berbeda, bukan lagi meminta apa yang ia inginkan, tetapi memohon agar hatinya mampu menerima apa yang telah Allah tetapkan.
---
Hari terus berjalan, Kata-kata Pak Saleh terus membayangi pikiran dan hati Yusuf. Setiap kali ia merasa gelisah, ia teringat pesan itu: ketenangan jiwa adalah kunci menjalani hidup dengan damai. Yusuf mulai mencoba mengubah caranya memandang kehidupan. Ia mulai bangun lebih awal untuk salat dan memohon kepada Allah agar hatinya dikuatkan.
Beberapa hari kemudian, Yusuf kembali mengunjungi Pak Saleh. Kali ini, ia tidak datang dengan wajah penuh beban, melainkan dengan rasa ingin tahu. “Pak Saleh,” katanya, “saya ingin belajar lebih banyak tentang bagaimana mencapai ketenangan jiwa itu. Bagaimana Bapak bisa menjadi setenang ini, meskipun hidup Bapak juga penuh cobaan?”
Pak Saleh tersenyum lebar mendengar pertanyaan itu. Ia merasa lega melihat Yusuf mulai mencari solusi, bukan sekadar mengeluh. “Yusuf, ketenangan jiwa tidak datang dalam sehari. Itu adalah perjalanan yang panjang. Tapi ada beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk mencapainya. Yang pertama adalah memperkuat hubungan kita dengan Allah.”
Pak Saleh kemudian bercerita tentang kebiasaannya bangun malam untuk melaksanakan salat tahajud. “Di saat itulah, kita berbicara langsung dengan Allah. Kita mencurahkan segala keluh kesah kita, memohon ampunan, dan meminta kekuatan. Sujud di malam sunyi adalah saat di mana hati kita benar-benar dekat dengan-Nya,” jelasnya.
Yusuf mengangguk. “Tapi bagaimana jika doa saya tidak langsung terkabul?” tanyanya.
Pak Saleh tersenyum lagi. “Yusuf, jangan melihat doa sebagai permintaan yang harus langsung dikabulkan. Doa adalah bentuk komunikasi dengan Allah. Ketika kita berdoa, kita menunjukkan ketergantungan kita kepada-Nya. Bahkan jika doa kita tidak terkabul sesuai keinginan kita, yakinlah bahwa Allah sedang memberikan yang terbaik untuk kita.”
---
Hari-hari berikutnya, Yusuf mulai menerapkan nasihat Pak Saleh. Ia bangun lebih awal untuk salat tahajud, membaca Al-Qur'an, dan mencoba menerima setiap harinya dengan rasa syukur. Meskipun hidupnya belum berubah secara drastis, ia merasa ada ketenangan yang perlahan-lahan tumbuh di hatinya.
Suatu pagi, ketika ia sedang membersihkan halaman rumahnya, seorang tetangga datang menghampirinya. “Yusuf, saya dengar kamu sedang mencari pekerjaan. Ada seorang saudagar di kota sebelah yang membutuhkan tenaga untuk membantu di tokonya. Kamu mungkin bisa mencobanya,” kata tetangga itu.
Meskipun ragu, Yusuf memutuskan untuk mencoba. Ia pergi ke kota sebelah dan bertemu dengan saudagar itu. Ternyata, pekerjaan yang ditawarkan cukup sederhana, tetapi gajinya lumayan. Yusuf menerima pekerjaan itu dengan penuh rasa syukur. Ia mulai bekerja dengan tekun, dan dalam beberapa bulan, saudagar itu mempercayainya untuk mengelola sebagian besar usaha.
Sementara itu, di desa, Pak Saleh tetap menjadi sosok yang dihormati. Orang-orang sering datang kepadanya untuk meminta nasihat. Salah satu tetangga, Bu Aminah, pernah bertanya, “Pak Saleh, bagaimana Bapak bisa selalu tenang, bahkan ketika bapak kehilangan sesuatu yang sangat berharga?”
Pak Saleh menjawab dengan lembut, “Karena saya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, dan kehendak-Nya selalu baik. Ketika kita ridha, hati kita akan tenang. Dan ketika hati kita tenang, kita akan melihat keindahan dalam setiap ketetapan-Nya.”
---
Beberapa tahun berlalu. Yusuf kini telah menjadi pengusaha sukses. Ia memiliki usaha sendiri dan mampu membantu banyak orang di desanya. Tetapi ia tidak melupakan pesan Pak Saleh. Setiap pagi, ia selalu meluangkan waktu untuk berdoa dan bersyukur atas apa yang ia miliki.
Suatu hari, Yusuf mendengar kabar bahwa Pak Saleh sedang sakit. Ia segera pergi mengunjungi lelaki tua itu. Ketika ia tiba di rumah Pak Saleh, ia mendapati guru kehidupannya itu terbaring lemah di atas kasur. Namun, wajah Pak Saleh tetap memancarkan ketenangan.
“Pak Saleh,” kata Yusuf dengan suara bergetar, “saya ingin mengucapkan banyak terima kasih. Nasihat - nasihat Bapak, insyaallah selalu saya ingat dan itu sesuatu yang sangat berharga, yang membuat hidup saya berubah."
Pak Saleh tersenyum lemah. “Yusuf, semua itu karena Allah. Saya hanya menyampaikan apa yang saya pelajari dari hidup ini. Ingatlah selalu, Yusuf, bahwa hidup adalah perjalanan. Selama kita tetap ridha kepada Allah, kita tidak perlu takut menghadapi apa pun.”
Beberapa hari kemudian, Pak Saleh meninggal dunia dengan tenang di rumahnya. Kabar itu membuat seluruh desa berduka. Semua orang mengenang kebaikan dan kebijaksanaannya. Yusuf, yang kini menjadi salah satu tokoh penting di desa, memberikan penghormatan terakhir kepada Pak Saleh dengan penuh rasa hormat.
Yusuf berdoa dengan suara bergetar dan air matanya tidak terasa mulai tergenang, “Semoga Allah menempatkanmu di surga-Nya, Pak Saleh. Engkau benar-benar jiwa yang tenang.”
TAMAT. Cerpen ini ditulis oleh ChatGPT dengan ide, pengawasan dan revisi dari Mushpih Kawakibil Hijaj.