SESAJEN
Masyarakat adat seringkali menegaskan pandangan hidupnya dalam simbol-simbol ritual tertentu. Salah satunya adalah Sesajen. Dalam pengertian umumnya adalah sesaji, sajian, atau hidangan. Dalam makna yang lebih khusus adalah persembahan.
Sesaji sebenarnya dikenal dalam masyarakat agama rumpun Abrahamik. Sebagaimana dikisahkan dalam peristiwa Habil dan Qabil serta persembahan putra pertama Ibrahim.
Pada mulanya sesajen tidak dimaksudkan persembahan kepada Tuhan secara lahiriah. Karena Tuhan tidak seperti makhluk yang makan dan minum. Sesajen (dan korban) dimaksudkan sebagai bentuk ketundukan serta kerelaan pada perintah Tuhan. Makna ini kemudian bergeser ketika konsep sesajen digunakan oleh pengikut paganisme.
Sesajen dalam masyarakat adat juga tidak selalu bermakna ketundukan, tetapi juga kebersyukuran dan bentuk pemeliharaan terhadap alam. Dalam tradisi nyadran misalnya, kepala kerbau yang dilarung ke laut lebih bermakna pada usaha manusia melestarikan sumber makanan manusia yang berasal dari laut. Kepala hewan sembelihan yang dilarung merupakan simbol pemeliharaan biota laut.
Sesajen dalam masyarakat adat Islam bukanlah persembahan kepada Tuhan, karena dalam Islam, Tuhan berbeda dari makhluk. Sesajen merupakan bentuk kesalehan sosial dan upaya pelestarian lingkungan. Sesajen dalam ritual Islam Kejawen misalnya seringkali menjadi santapan bersama atau dibagikan pada masyarakat sekitar.
Dengan sudut pandang yang bijak, sesajen bukanlah perkara syirik, menyekutukan Tuhan serta dapat menjadi sebab rusak iman dalam agama Islam. Sesajen merupakan upaya leluhur kita dalam berkompromi terhadap alam.
Baca Juga Postingan Lain Di Penadiksi :